“Kenapa dia bertingkah aneh seperti itu? Apa dia muak padaku? Kenapa setelah kuberikan segalanya, dia justru berbalik dan menikahi wanita lain? Bu Zissy, apa sih hebatnya dia? Kenapa Om Marco lebih memilih dia daripada aku?”
Seribu pertanyaan bergelayut di kepala Cassandra. Hingga malam semakin larut, gadis itu belum juga dapat memejamkan mata. Ia masih mengingat semua ucapan Marco yang menyakiti hatinya.“Bahkan dia seperti sudah tidak tertarik lagi denganku,” keluhnya.Ia masih mengingat dengan jelas bahwa Marco mengabaikannya, sekuat apapun usahanya untuk melemahkan imannya.***“Non, ada teman Non di depan.” Bik Sum mengetuk pintu kamar Cassandra. “Non Sandra ….”Dengan perasaan enggan Cassandra bangkit dari ranjangnya dan bergerak mendekati pintu.“Aduh …. Siapa sih yang dateng pagi-pagi gini. Nggak sopan amat,” omelnya pada Bik Sum.“Sudah sore, Non. Sudah jam tigaMarco menghentikan langkahnya. Pupilnya melebar dalam kegelapan karena memaksakan diri untuk mengenali dua sosok manusia di hadapannya. Sepasang manusia yang sedang bercumbu, di tengah teriakan para makhluk halus settingan. “Sandra?” panggilnya pelan karena sedikit ragu akan penglihatannya. Sepasang kekasih itu balas menatapnya. Mereka bergeming di tempatnya hingga Marco semakin dekat dan berhasil mengenali keduanya. “Bukan! Syukurlah, itu bukan mereka,” batin Marco. “Tapi bagaimana kalau mereka justru melakukan hal yang lebih dari itu di tempat ini?” Memikirkan hal itu, membuat Marco tiba-tiba menjadi paranoid. Ia tidak ingin laki-laki itu menyentuh Cassandra. Ia tidak rela siapapun menyentuhnya. Sepasang matanya terus memindai sekelilingnya. Hingga tiba-tiba ia mendengar sebuah jeritan. Jeritan yang khas, yang dapat dikenalinya. “Cassandra!” teriaknya tanpa ragu. Ia berjalan lebih cepat menuju ke asal suara. Sepasang mata
“Marco Asmara! Bukankah itu dia?” Marco mengedarkan pandangannya. Ia merasa ada seseorang yang memanggil namanya. Namun tak terlihat seorangpun yang dikenalnya. Namun hal itu tidak membuatnya lengah. Lelaki itu menggenggam tangan keponakannya dan membawanya pergi dari tempat itu. Keesokan harinya ….“Apa kamu sudah baca berita hari ini?” berondong Rexy yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja Marco. Rexy memperlihatkan sebuah artikel di dalam gadgetnya. Sebuah foto dengan wajah yang tidak terlalu jelas terpampang di layarnya. Dan semuanya bertambah jelas karena judul yang terpampang di bawahnya. ‘Pengusaha garmen merk ternama tertangkap basah berkencan dengan gadis di bawah umur’“Ini kamu kan? Siapa gadis itu? Apa yang kalian berdua lakukan di Wonderland malam-malam? Apa dia benar-benar di bawah umur?” cecar Rexy. Marco menatap layar gadget itu cukup lama. “Siapa yang berani mengambil foto itu?” Rexy men
Mendengar laporan dari Bik Sum, membuat pikiran Marco pun berkecamuk. Berita itu mungkin saja membuat Cassandra tertekan. Dan Marco adalah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas masalah ini. Lelaki itu meninggalkan rapat yang sedang berlangsung. Baginya Cassandra jauh lebih penting dari apapun, bahkan jika itu adalah proyek bernilai ratusan juta sekalipun. Gegas ia menuju ke rumah kediaman keluarganya. Dan segera berlari menuju kamar gadis itu. Sunyi. Tak ada suara sedikit pun dari dalam sana. Pikiran Marco semakin kacau. Bayangan yang terburuk pun muncul di benaknya. “Bagaimana kalau … dia benar-benar mengakhiri hidupnya?” Ia melirik arloji di pergelangan tangannya. Sudah pukul enam sore. Sudah hampir satu jam semenjak Bik Sum memberitahunya. Bagaimana kalau ia datang terlambat? Diketuknya pintu itu. Jantungnya berdetak dengan kencang. Sebenarnya ia ingin segera mendobrak pintu di hadapannya. Namun diurungkannya niat itu hanya karena tak ingin menakuti Cassandra.
Marco mendekati Cassandra. Ia melirik remote yang tergeletak di atas ranjang gadis itu. Dicobanya untuk meraih benda itu. Namun sayang, gerakan Cassandra jauh lebih gesit. Gadis itu menegakkan tubuhnya, menjadikannya tameng untuk menghadapi Marco. Marco terkejut karena tak menduga gerakan itu. Tanpa sengaja, kejantanannya menyentuh bagian kenyal tubuh gadis itu. Marco menelan kasar salivanya. Jantungnya berdebar semakin keras. Ia tak mampu lagi menyembunyikan hasratnya.Suara desah dan erangan erotis yang keluar dari speaker itu, justru membuat batangnya semakin mengeras sempurna. Cassandra menggigit bibirnya. Sepasang matanya tak lagi memperhatikan layar datar itu, melainkan sesuatu yang menonjol dengan jelas di balik celana Marco. Perlahan Cassandra mendongakkan kepalanya. Ia memperhatikan jakun lelaki di hadapannya yang naik turun. Ia tersenyum dan berbisik di telinga laki-laki itu. “Om Marco … nggak papah?”
Marco terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah. Ia merasa mimpinya barusan begitu nyata. Mungkin karena beberapa hari terakhir Cassandra dan dia telah terlibat banyak masalah. Jam menunjuk ke angka dua. Tak terasa sudah satu jam ia tertidur di ruang kerja kakaknya itu. Ia berdiri dan menegakkan badannya. Dilangkahkannya kakinya menuju kamarnya sendiri. Dengan matanya masih terasa berat, ia merebahkan tubuhnya ke atas pembaringannya yang empuk. Pagi tanpa Bik Sum terasa dingin. Tak ada makanan hangat yang tersaji di atas meja. Cassandra duduk di depan meja makan dengan kedua tangan menyangga kepalanya. Ia menatap lelaki muda dengan apron di pinggangnya, sibuk mengaduk isi wajan penggorengan di depannya. Wajah tampan si pemilik kumis tipis itu menjadi pusat perhatiannya. Seandainya saja mereka tidak memiliki ikatan darah, kebahagiaannya lengkaplah sudah. Dia adalah lelaki paling sempurna yang pernah ditemui C
“Om lagi buat apa?” Cassandra mengawasi tangan besar lelaki yang berjarak usia belasan tahun dengannya itu. Tangannya dengan cekatan memasukkan biji kopi ke dalam grinder. “Kamu mau kopi susu?” sahut Marco dengan sebuah pertanyaan lainnya. Ia menatap lembut keponakannya yang turun dari kamarnya dengan pakaian tidurnya. Daster mini berwarna pink pastel. Gaun tipis yang memperlihatkan dengan jelas kedua kakinya yang jenjang. “Hmm … boleh deh, kalo Om yang buatin,” sahutnya. “Om dengar, tadi kamu berulah ya?” Cassandra mencebik kesal. Bagaimana mungkin Marco secepat itu mendapatkan informasi tentang kejadian tadi pagi. Cassandra tak bisa merelakan Marco untuk menikah dengan Zissy, dosennya. “Om, gimana kalau kita bikin kencan ganda,” celetuk Cassandra tiba-tiba. “Om bawa teman Om, aku juga bawa teman aku.” “Eh … apa-apaan ini?” Marco terkejut bukan hanya karena celotehan Cassandra, tapi juga karena gadis it
Klontang!Cassandra meringis kesakitan. Saking gugupnya, tanpa sengaja ia menjatuhkan coffee pot dari atas meja. Tangannya terasa terbakar karena cairan panas itu mengenai kulitnya. Hal itu membuat Marco panik. Lelaki itu spontan membawa Cassandra menuju wastafel dan langsung mengguyurnya dengan air mengalir. Cassandra meletakkan kepalanya di dada lelaki itu. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri atas kecerobohannya. Pagi yang seharusnya dinikmatinya berdua dengan pamannya, kini menjadi berantakan.“Maaf, semua gara-gara aku,” ucap Marco menyesali kesalahannya. Seharusnya dia tidak melakukan hal semacam itu. Bahkan Marco berpikir bahwa ini adalah sebuah peringatan agar ia tak lagi mengganggu keponakannya. “Bukan salah Om Marco,” sesal Cassandra. “Semua karena kecerobohanku. Maafin Sandra, Om.” Marco menghela napas panjang. Ia yakin bahwa ini bukan cuma karena kecerobohan, tapi juga sebuah kode yan
Marco memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jarak empat jam perjalanan, terasa begitu jauh di saat kegelisahan menyelimutinya. Pikirannya kalut, seolah gumpalan kabut tebal memenuhi kepalanya. Diabaikannya beberapa rambu jalan, hanya untuk menghemat beberapa menit waktunya. “Om Marco, tolong aku. Perutku sakit sekali.” Suara itu terus terngiang di telinganya, seolah penyemangat baginya untuk memacu lebih kencang kendaraan yang dinaikinya. Seandainya terjadi sesuatu pada Cassandra, tentu Marco akan sangat menyesal. Ia tidak ingin itu terjadi. Oleh karena itu, tanpa berpikir panjang ia memutuskan untuk pulang. Apa jadinya jika benar di dalam perutnya ada sebuah nyawa. Irfan tentu akan sangat marah. Ini adalah sebuah mimpi buruk yang tak boleh terjadi. Bukan masalah jika dirinya yang akan dihukum, tapi membayangkan gadis yang dicintainya harus menderita karena ulahnya, rasanya sangat tidak adil.