Share

4. Cemburu

Author: Skuka_V
last update Last Updated: 2025-07-02 20:12:15

Setelah mengatakan semua yang ada di hatinya, Maira pun keluar dari ruang Nathan. Matanya mendelik ke arah pintu sambil mengepalkan tangannya.

Tanpa dia sadari buliran air mata pun menetes begitu saja, bohong kalau dia bisa menghindar dari Nathan. Apa lagi hubungan yang terjalin di antara keduanya pun cukup lama dan tak semudah itu melupakannya.

"Argh sial, kenapa aku terjebak di sini?" gumamnya sembari menyeka air mata yang terus menerus.

Meski masih baru menjadi sekretaris Nathan dengan sistem yang berbeda tetap saja mudah bagi Maira untuk mempelajari semuanya meski tak ada yang menjelaskan kepadanya.

Pengalaman sebagai sekretaris saat bekerja di Singapura pun membuat Maira tak seperti anak baru di kantor barunya.

“Ehm … permisi.”

Maira mendongak melihat wajah Devan yang tersenyum menatapnya. “Sudah waktunya makan siang, bagaimana kalau kita makan siang bersama?”

Maira melihat jam yang menunjukkan pukul dua belas kemudian beranjak dari kursinya. Tanpa menjawab ucapan Devan, dia pun berjalan lebih dulu. Namun, tepat melewati ruang Nathan tiba-tiba saja pintunya terbuka.

“Hai, Bos. Mau makan siang?” sapa Devan berbasa basi.

Nathan hanya bergumam lalu berjalan masuk ke dalam lift lebih dulu di ikuti Maira dan Devan.

“Makanan apa yang kamu suka?” bisik Devan.

“Apa saja, aku suka semua makanan yang penting bukan racun.”

Devan pun tertawa mendengar ucapan Maira. “Baiklah kalau begitu bagaimana kalau kita makan di kantin bawah.”

Maira hanya mengangguk dan kembali fokus dengan ponsel yang ada di tangannya.

"Aku dengar dari Tante kalau kamu masih jomblo," tutur Devan dengan santai.

Jemari Maira pun terhenti saat berselancar di atas ponselnya.

"Apa masalah pribadiku sangat menarik untukmu. Kenapa kamu nggak cari tahu juga siapa mantan kekasihku?" cibir Maira sembari melirik ke arah Nathan dan menunggu reaksinya.

"Mantan ...? Ah, aku juga harus mencari tahu soal itu."

"Iya, akan menarik kalau kamu bisa tahu siapa mantan kekasihku," sahut Maira.

“Ehm, Devan bukannya ada yang harus kita bahas?” sela Nathan mencoba mengalihkan pembicaraan keduanya seolah tak ingin rahasianya terbongkar.

Seketika Devan pun terdiam seolah sedang memikirkan sesuatu. “Sepertinya nggak ada lagi yang perlu kita bahas, semua sudah aku email,” jelasnya.

Pintu lift pun terbuka, Maira melangkahkan kaki lebih dulu tanpa rasa hormat ke atasannya. “Jangan ganggu hubunganku dengan dia, oke!” Devan menyeringai sambil menepuk pundak Nathan.

***

Sudut bibir Nathan terangkat, matanya masih memandangi punggung mantan kekasihnya itu.

"Dasar wanita bodoh!" gumamnya.

“Hai, Nathan.”

Seorang wanita berparas cantik berjalan mendekatinya.

“Selly, bukannya kita kencan nanti sore?”

“Memangnya aku nggak boleh datang ke kantor kamu. Lagi pula kencan itu formalitas, tanpa kencan kita juga akan menikah kan,” ucapnya sambil merangkul lengan Nathan. “Aku lapar, kita makan, yuk!”

Nathan pun menyingkirkan tangan Selly dari lengannya. “Kita makan di luar saja.”

Wanita itu pun tersenyum lalu berjalan beriringan dengan Nathan. Sesekali dia melirik Nathan seolah mencari celah agar bisa menarik perhatiannya.

“Tadi aku lihat Devan bersama seorang wanita. Apa itu kekasihnya?”

“Bukan, mereka hanya rekan kerja.”

“Benarkah, kalau begitu bagaimana kalau Devan kita jodohkan saja dengan temanku.”

Nathan pun berbalik menatap Selly. “Jangan menjodohkan orang lain. Biarkan dia mencari kebahagiaannya sendiri.”

Nathan lalu masuk ke dalam mobil.

“Bukannya kita juga dijodohkan, tapi aku senang dijodohkan denganmu.”

Tak menjawab, Nathan menginjak pedal gas— mengemudikan mobilnya dengan kencang.

Sepanjang perjalanan Selly terus mengoceh membuat Nathan jengah. Meski begitu, pikirannya masih tertuju pada Maira, dia tak ingin hubungannya dulu diketahui Devan.

“Bagaimana kalau pernikahan kita di percepat?” Nathan tak bergeming. “Sayang, kamu mau kan menikah denganku?”

“Ini waktu pendekatan kita untuk mengenal satu sama lain. Aku nggak mau menikahi wanita yang sifatnya tak cocok denganku.”

Seketika Selly terdiam, ucapan Nathan cukup membuatnya sakit hati.

Namun, dia tak mau kehilangan kesempatan untuk menikah dengan pria kaya yang bisa memenuhi kebutuhannya. “Ehm, memangnya wanita seperti apa yang kamu suka?”

Mendengar ucapan Selly, Nathan pun menggambarkan wanita yang dia impikan.

“Tinggi 160cm, tubuh mungil tapi berisi, bermata coklat, senyumnya sangat manis, berkepribadian menarik dan cantik tentunya.”

“Apa kamu sudah bertemu dengan wanita seperti itu atau itu hanya akal-akalan kamu untuk menghindariku?”

“Aku bahkan berkencan dengan wanita seperti itu.”

Kesal, Selly pun membuang muka tak ingin membahas lagi wanita yang cukup membuatnya insecure.

“Apa kamu dan wanita itu masih memiliki hubungan?”

Nathan berdecak lalu menjawab, “Kita sudah putus.”

Sudut bibir Selly terangkat. “Syukurlah. Aku yakin wanita itu mendapatkan pria yang lebih tampan darimu.”

“Tampan?” gumam Nathan. Dia lalu ingat jika saat ini Maira sedang makan siang bersama Devan.

Dengan cepat Nathan memutar setirnya untuk kembali ke kantor.

“Sayang, bukannya kita mau makan?”

“Aku lupa ada pekerjaan yang harus aku kerjakan sebelum meeting jam dua nanti.”

“Terus aku gimana?”

“Kamu pulang saja, bukannya kamu bawa mobil?”

“Kalau aku menolak pulang bagaimana?”

“Maksudmu?”

“Biarkan aku menemanimu di kantor. Aku janji tak akan mengganggu pekerjaanmu. Aku akan menunggumu di ruang kerjamu dengan patuh.”

Tidak ingin memikirkan hal yang bukan-bukan, Nathan pun tak ambil pusing dengan permintaan Selly hingga akhirnya mobil yang dikemudikan sampai di depan lobi.

Langkah Nathan melambat saat melihat punggung Maira yang berjalan ke arah lift. “Dia sudah makan, lalu dimana Devan?” batinnya.

Nathan melirik ke arah Maira yang sedang berdiri di sampingnya.

“Sayang ….”

Maira menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang wanita yang bergelayut manja di lengan Nathan.

Mereka pun masuk ke dalam lift.

Nathan dan Selly sengaja berdiri di belakang Maira melewatinya begitu saja.

“Atur jadwal meeting, aku ingin meeting jam setengah satu,” jelas Nathan.

Maira hanya melirik, dia tahu saat ini Nathan sedang bicara dengannya kemudian menjawab, “Baik, Pak.”

Hawa panas pun menjalar di tubuh Maira, bohong kalau dia tak cemburu melihat Nathan dengan mudahnya mendapatkan wanita baru.

Tepat saat pintu lift terbuka Maira keluar lebih dulu, tapi langkahnya terhenti lalu berbalik. “Untuk laporan penjualan sudah di email dan berkasnya akan aku simpan di atas meja Bapak, tolong segera ditandatangani.”

“Oke.”

Selly yang melihat tingkah Maira pun sedikit kesal karena tak ada rasa hormat sama sekali ke atasannya itu.

“Siapa wanita itu, apa dia sekretarismu?"

"Iya," jawab Nathan singkat.

"Kaku sekali, bukannya sekretaris itu harus hormat ke atasannya, kenapa tingkah seperti itu ke atasan, nggak sopan?”

“Dia keponakanku.”

“Apa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Paman Tiriku   75. Kerinduan

    Sepeninggal Devan, Maira hanya diam memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tak hanya Nathan yang hancur, dia pun akan terseret dalam masalah itu. “Haruskah aku bertindak atau biarkan Nathan sendiri yang mengurus semuanya?” gumam Maira refleks berbicara sendiri. Maira mengambil ponselnya— melihat panggilan keluar sebelumnya kemudian menghubungi Nathan. Hingga nada bip terakhir tak juga diangkat oleh Nathan. Maira kembali berusaha menghubungi Nathan dan- “Permisi Bu, ada tamu,” ujar Max hanya menyembulkan kepalanya di sela pintu. Maira tersentak, jantungnya yang sejak tadi berdebar semakin tak karuan. “Tamu, siapa?” Max membuka pintu sedikit lebih lebar. Terlihat buket bunga yang begitu besar menutupi wajah orang yang membawanya. Dari sepatu dan celana yang dia pakai Maira yakin jika dia itu seorang pria. Dia berjalan mendekati Maira sementara Max menutup pintu— meninggalkan mereka berdua. “Nathan …?” Maira bingung, cemas jika pria yang ada di balik bunga itu b

  • Gairah Liar Paman Tiriku   74. Ancaman Devan

    Hujan deras mengguyur sore itu. Di balik kaca mobilnya yang basah, Devan menatap layar ponsel dengan tatapan kosong. Di sana, terpampang foto Nathan dan Maira — tertawa bersama di sebuah kafe, senyum mereka terlihat terlalu akrab, terlalu tulus untuk disebut, “Om dan keponakan.”Jemarinya meremas ponsel itu begitu kuat hingga buku-bukunya memutih. “Kali ini aku nggak akan mengalah,” gumamnya lirih. “Baiklah, Nathan. Kita lihat siapa yang akan dipilih Maira.”Meski jawabannya sudah jelas, Devan tak gentar bersaing dengan Nathan. Apa lagi hubungan terlarang mereka pasti akan menghancurkan kedua belah pihak dan menumbangkan salah satunya.Tangannya berselancar di atas layar ponsel mengetik sesuatu dengan cepat.[Kirimkan semua bukti hubungan Nathan dan Maira malam ini. Jangan sampai ada yang tahu.]Detik berikutnya, notifikasi balasan masuk.[Tenang, bos. Besok pagi semua akan sampai di tangan keluarga besar.]Senyum miring muncul di wajah Devan. Untuk pertama kalinya, dia merasa puas at

  • Gairah Liar Paman Tiriku   73. Diantara Dua Pilihan

    Wajah Nathan terasa kebas saat sebuah pukulan mengenai rahangnya. Sorot mata yang tajam terus menatap pria yang ada di depannya. Tanpa mereka sadari banyak pasang mata memperhatikan keduanya.“Apa kamu sudah puas?” tantang Nathan seolah dia menunggu apa yang akan dilakukan sepupunya itu.Dia yakin karyawan yang tidak tahu masalah mereka akan menyalahkan Devan terlebih lagi dia hanya bawahan Nathan.“Lihat semua orang sedang memperhatikanmu,” tutur Nathan membuat Devan menoleh ke sekeliling seketika. “Aku juga penasaran apa lagi yang akan kamu lakukan.”Sudut bibirnya terangkat, terlihat jelas jika dia memang sedang menantang Devan.“Aku nggak menyangka kamu menusukku dari belakang,” geram Devan dengan nada pelan dan dapat di pastikan hanya Nathan yang dengar.“Bukan menusukmu, tapi dari awal Maira memang milikku,” jelas Nathan. “Sadari posisimu, bukankah aku sudah memperingatkan kamu soal Maira.”Tangan Devan terkepal seperti semua emosinya sudah menumpuk di sana.“Kamu tahu kalau aku

  • Gairah Liar Paman Tiriku   72. Kembali Bersama

    Aroma kopi memenuhi ruangan. Maira keluar dari kamar dengan handuk menutupi rambut yang masih basah. Di dapur, Nathan tampak sibuk membuat sarapan. Dengan hanya memakai boxer dan wajahnya fokus menatap panci di depannya, seolah itu hal paling serius di dunia.Maira bersandar di samping meja memperhatikannya diam-diam sambil menahan senyum.“Apa yang kamu masak?” tanya Maira akhirnya.Nathan menoleh, tersenyum kecil. “Ayam lada hitam kesukaan kamu.”Maira tertawa pelan. “Sepertinya sarapan berat.”Nathan menaruh piring di meja, lalu mendekat dengan ekspresi lembut. “Ayo makan, kita harus mengisi banyak tenaga untuk kembali bergulat di atas ranjang.”Maira pun berdecak mendengar ucapan Nathan. Namun, sedetik kemudian wajah Maira muram membuat Nathan bingung.“Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya.“Banyak sekali, sepertinya aku ingin kabur darimu dan dari orang-orang yang membuat hidupku sesak,” jawab Maira menumpu tangannya di meja.Nathan menyuap makanan ke mulutnya. Tanpa menoleh dia ber

  • Gairah Liar Paman Tiriku   71. Penyatuan

    Dengan nafas memburu di tengah langkah yang terburu-buru Nathan mengetuk pintu apartemen Maira dengan kasar. Lama tak ada respon, Nathan pun memasukan password yang dia ketahui sebelumnya. “Maira, buka pintunya. Kita harus bicara,” ucap Nathan dengan suara serak. “Aku tahu kamu ada di dalam, cepat buka pintunya Maira!” teriak Nathan. Untungnya di lantai itu hanya apartemen milik Maira dan juga Nathan. Jadi, tidak ada orang yang melihat kegaduhan yang Nathan lakukan. Pria itu kembali mengacak password yang dia ingat hingga akhirnya notif kunci terblokir pun muncul. “Argh, sial. Maira, cepat buka pintunya. Jangan sampai aku menghancurkan gedung ini. Maira …!” Perlahan pintu apartemen pun terbuka. Maira hanya diam memandangi Nathan dengan penampilan yang begitu kacau. Tatapan mereka bertemu, menyulut sesuatu yang sulit diredam. “Apa yang ingin ka-” Belum selesai Maira menyelesaikan kalimatnya, Nathan menarik pinggang dan mencium bibir Maira- mendorong tubuhnya masuk ke da

  • Gairah Liar Paman Tiriku   70. Kekacauan

    Kepulan asap rokok meluap ke seisi ruangan. Pandangan Maira hanya tertuju pada lampu bangunan yang ada di depannya sambil menikmati sebatang rokok.Untuk pertama kalinya dia tidur bersama pria selain Nathan. Awalnya Maira ingin memberikan tubuhnya untuk Devan, tetapi saat mereka berada di kamar ingatan akan Nathan muncul di benak Maira. Seketika keintiman itu pun menghilang membuat Maira tak mood bercinta dengan Devan.“Kami belum tidur?” tanya Devan sambil memeluk Maira dari belakang.“Aku nggak bisa tidur di tempat asing,” jawab Maira berkilah.Perlahan Devan merekatkan pelukannya— mencium ceruk leher tunangannya itu.“Tidurlah, ini sudah malam,” ucap Maira yang sebenarnya menolak sentuhan dari Devan.Dengan lembut Devan memutar tubuh Maira agar menghadap ke arahnya.“Aku ingin lebih lama bersamamu,” tutur Devan.“Masih banyak waktu. Lagi pula waktu beristirahat itu sangat penting.”“Kalau begitu kamu juga ikut tidur,” ujar Devan mencoba mengajak Maira untuk tidur.Jemari Maira dian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status