Share

5. Orang Ketiga

Author: Skuka_V
last update Last Updated: 2025-07-03 16:03:11

Maira hanya diam menatap pemandangan Ibu kota yang begitu cerah nan bising. Selama tinggal di Singapura dia tak pernah merasakan sesepi ini karena ada Nathan. Namun, semuanya berubah saat pria yang begitu dia percaya ternyata meminta mengakhiri hubungannya secara sepihak.

“Selamat pagi,” sapa Devan sembari membawakan kopi dan sandwich ke atas mejanya. “Kamu pasti belum makan, jadi aku beli sarapan untukmu.”

“Terima kasih, jadi berapa totalnya?”

Seketika raut wajah Devan berubah. “Apa aku terlihat seperti pengemis? Aku memberikan ini untukmu karena buy one get one.”

“Oh, terima kasih. Tapi kamu nggak perlu repot-repot seperti ini.”

“Sama sekali nggak merepotkan,” tuturnya sambil menggeser kursi. “Aku dengar dulu kamu juga bekerja sebagai sekretaris di perusahaan besar?”

“Hm,” jawab Maira singkat sambil menikmati sandwichnya.

“Apa kamu sudah punya pacar?”

Seketika Maira tersedak makanannya, dia lalu meraih botol minumannya— menelan habis sisa makanan yang ada di mulutnya.

“Kenapa kamu terus bertanya soal pacar, penasaran sekali dengan kehidupan pribadiku?”

Devan menyandarkan punggungnya di kursi. “Aku hanya memastikan kalau wanita yang aku incar belum ada yang punya. Sepertinya aku menyukaimu.”

Maira tertawa terbahak-bahak. “Sayangnya aku nggak tertarik sama kamu.”

"Benarkah, memangnya kamu suka pria yang seperti apa?"

Maira terdiam sejenak, dibenaknya hanya ada Nathan dan dia masih berharap bisa kembali dengan mantan kekasihnya itu. Ya, meskipun dia harus berpura-pura tak menginginkan dia.

"Nggak ada kriteria khusus, aku hanya suka pria yang membuat jantungku berdegup kencang."

Sesaat keduanya saling memandang sebelum akhirnya perlahan Devan mendekatkan wajahnya ke wajah Maira.

Hangatnya nafas Devan bisa Maira rasakan, tapi sama sekali tak ada getaran di dadanya.

"Gimana, apa jantungmu berdegup kencang?"

"Nafasmu terlalu dekat."

Seketika Devan bungkam mendengar penuturan Maira yang cukup menusuk hatinya.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata sedang memperhatikan interaksi keduanya. “Ehm, bukannya sudah waktunya kerja?”

Devan mendongak, mendapati Nathan yang sedang berdiri di depan meja Maira.

“Nanti siang kita makan bareng ya,” bisik Devan beranjak dari kursinya— berlalu meninggalkan mereka berdua.

Maira pun mengabaikan Nathan dan memilih sibuk dengan sarapannya.

“Antarkan berkas yang harus aku tandatangani,” ucapnya.

“Semua berkas yang harus ditandatangani sudah aku siapkan di meja dan hari ini tidak ada jadwal apapun.”

Nathan hanya diam memandangi Maira yang tak sedikit pun mengangkat kepalanya.

“Tak bisakah kamu bersikap profesional?”

“Apa?” tanya Maira reflek mengangkat kepalanya.

“Aku harap kamu mengenyampingkan masa lalu kita, di sini aku atasanmu jadi kamu harus menghormatiku.”

Sesaat Maira tertegun mendengar ucapan Nathan. Dia sadar betul menghindari Nathan hanya untuk menjaga harga dirinya.

Pria itu pun masuk ke dalam ruangannya membuat selera makan Maira hilang seketika.

Kali ini matanya pun fokus ke pesan yang baru saja masuk.

[Papa : Nanti sore ada acara makan bersama dengan keluarga Mama Mila. Papa harap kamu datang.]

Maira hanya menghela nafasnya, dia tak berniat membalas pesan dari Papanya hingga akhirnya pesan pun kembali masuk.

[Ingat, kalau kamu nggak datang Papa akan memberikan warisanmu untuk Mila.]

Ancaman demi ancaman yang selalu Maira terima dari Toni. Dia tahu betul kelemahannya hingga membuat Maira tak bisa berkutik.

[Aku usahakan untuk datang.]

Tulisnya lalu mengabaikan pesan yang masuk ke ponselnya. Ini kali pertama dia bertemu dengan keluarga ibu tirinya. Maira yakin mantan kekasihnya pun akan ikut datang ke acara itu.

***

Sore harinya, Devan sudah berdiri di depan meja seolah menunggu Maira pulang atau mungkin dia sudah tahu kalau dia akan hadir ke acara keluarga mereka.

“Ini sudah jam 5, waktunya pulang.”

“Pekerjaanku belum selesai,” kilah Maira.

Tak lama pintu ruangan Nathan pun terbuka. “Hari ini ada acara keluarga, apa kamu ikut?” tanya Devan menghentikan langkan Nathan.

“Ak-”

“Aku sudah selesai,” tutur Maira beranjak dari kursinya. Dia berjalan lebih dulu lalu sedikit membungkuk saat melewati Nathan.

“Maira, tunggu. Gimana kalau kamu naik mobilku saja?”

“Aku bawa mobil sendiri.”

Ketiganya masuk ke dalam lift yang sama. Nathan terus memperhatikan interaksi Maira dan juga Devan melalui pantulan dinding. Keduanya terlihat asyik berbincang seolah tak menganggapnya ada.

“Kamu langsung ke rumah Nenek atau mau jemput tunanganmu?”

Nathan sedikit melirik ke arah Maira yang masih fokus ke ponselnya. “Aku datang sendiri.”

“Kenapa? Bukannya kamu dan Selly akan segera menikah?” Nathan pun bungkam, dia tak berani menjawab ucapan Devan.

Hingga pintu lift terbuka, Maira hanya diam seolah tak mendengar pembicaraan mereka.

“Maira, kita ke rumah Nenek sama-sama, kamu kan belum tau rumah Nenek?” desak Devan mengikuti Maira ke mobilnya.

“Aku bisa sendiri.”

Maira pun masuk ke dalam mobilnya. Pikirannya terus berputar memikirkan tentang kandasnya hubungan dirinya dan juga Nathan.

“Jadi dia memutuskan hubungan kita karena wanita lain?” Maira pun tertawa terbahak-bahak, dia tak menyangka jika Nathan memutuskan hubungan mereka karena wanita lain.

“Brengsek, ternyata dia hanya mempermainkan perasaanku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Paman Tiriku   75. Kerinduan

    Sepeninggal Devan, Maira hanya diam memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tak hanya Nathan yang hancur, dia pun akan terseret dalam masalah itu. “Haruskah aku bertindak atau biarkan Nathan sendiri yang mengurus semuanya?” gumam Maira refleks berbicara sendiri. Maira mengambil ponselnya— melihat panggilan keluar sebelumnya kemudian menghubungi Nathan. Hingga nada bip terakhir tak juga diangkat oleh Nathan. Maira kembali berusaha menghubungi Nathan dan- “Permisi Bu, ada tamu,” ujar Max hanya menyembulkan kepalanya di sela pintu. Maira tersentak, jantungnya yang sejak tadi berdebar semakin tak karuan. “Tamu, siapa?” Max membuka pintu sedikit lebih lebar. Terlihat buket bunga yang begitu besar menutupi wajah orang yang membawanya. Dari sepatu dan celana yang dia pakai Maira yakin jika dia itu seorang pria. Dia berjalan mendekati Maira sementara Max menutup pintu— meninggalkan mereka berdua. “Nathan …?” Maira bingung, cemas jika pria yang ada di balik bunga itu b

  • Gairah Liar Paman Tiriku   74. Ancaman Devan

    Hujan deras mengguyur sore itu. Di balik kaca mobilnya yang basah, Devan menatap layar ponsel dengan tatapan kosong. Di sana, terpampang foto Nathan dan Maira — tertawa bersama di sebuah kafe, senyum mereka terlihat terlalu akrab, terlalu tulus untuk disebut, “Om dan keponakan.”Jemarinya meremas ponsel itu begitu kuat hingga buku-bukunya memutih. “Kali ini aku nggak akan mengalah,” gumamnya lirih. “Baiklah, Nathan. Kita lihat siapa yang akan dipilih Maira.”Meski jawabannya sudah jelas, Devan tak gentar bersaing dengan Nathan. Apa lagi hubungan terlarang mereka pasti akan menghancurkan kedua belah pihak dan menumbangkan salah satunya.Tangannya berselancar di atas layar ponsel mengetik sesuatu dengan cepat.[Kirimkan semua bukti hubungan Nathan dan Maira malam ini. Jangan sampai ada yang tahu.]Detik berikutnya, notifikasi balasan masuk.[Tenang, bos. Besok pagi semua akan sampai di tangan keluarga besar.]Senyum miring muncul di wajah Devan. Untuk pertama kalinya, dia merasa puas at

  • Gairah Liar Paman Tiriku   73. Diantara Dua Pilihan

    Wajah Nathan terasa kebas saat sebuah pukulan mengenai rahangnya. Sorot mata yang tajam terus menatap pria yang ada di depannya. Tanpa mereka sadari banyak pasang mata memperhatikan keduanya.“Apa kamu sudah puas?” tantang Nathan seolah dia menunggu apa yang akan dilakukan sepupunya itu.Dia yakin karyawan yang tidak tahu masalah mereka akan menyalahkan Devan terlebih lagi dia hanya bawahan Nathan.“Lihat semua orang sedang memperhatikanmu,” tutur Nathan membuat Devan menoleh ke sekeliling seketika. “Aku juga penasaran apa lagi yang akan kamu lakukan.”Sudut bibirnya terangkat, terlihat jelas jika dia memang sedang menantang Devan.“Aku nggak menyangka kamu menusukku dari belakang,” geram Devan dengan nada pelan dan dapat di pastikan hanya Nathan yang dengar.“Bukan menusukmu, tapi dari awal Maira memang milikku,” jelas Nathan. “Sadari posisimu, bukankah aku sudah memperingatkan kamu soal Maira.”Tangan Devan terkepal seperti semua emosinya sudah menumpuk di sana.“Kamu tahu kalau aku

  • Gairah Liar Paman Tiriku   72. Kembali Bersama

    Aroma kopi memenuhi ruangan. Maira keluar dari kamar dengan handuk menutupi rambut yang masih basah. Di dapur, Nathan tampak sibuk membuat sarapan. Dengan hanya memakai boxer dan wajahnya fokus menatap panci di depannya, seolah itu hal paling serius di dunia.Maira bersandar di samping meja memperhatikannya diam-diam sambil menahan senyum.“Apa yang kamu masak?” tanya Maira akhirnya.Nathan menoleh, tersenyum kecil. “Ayam lada hitam kesukaan kamu.”Maira tertawa pelan. “Sepertinya sarapan berat.”Nathan menaruh piring di meja, lalu mendekat dengan ekspresi lembut. “Ayo makan, kita harus mengisi banyak tenaga untuk kembali bergulat di atas ranjang.”Maira pun berdecak mendengar ucapan Nathan. Namun, sedetik kemudian wajah Maira muram membuat Nathan bingung.“Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya.“Banyak sekali, sepertinya aku ingin kabur darimu dan dari orang-orang yang membuat hidupku sesak,” jawab Maira menumpu tangannya di meja.Nathan menyuap makanan ke mulutnya. Tanpa menoleh dia ber

  • Gairah Liar Paman Tiriku   71. Penyatuan

    Dengan nafas memburu di tengah langkah yang terburu-buru Nathan mengetuk pintu apartemen Maira dengan kasar. Lama tak ada respon, Nathan pun memasukan password yang dia ketahui sebelumnya. “Maira, buka pintunya. Kita harus bicara,” ucap Nathan dengan suara serak. “Aku tahu kamu ada di dalam, cepat buka pintunya Maira!” teriak Nathan. Untungnya di lantai itu hanya apartemen milik Maira dan juga Nathan. Jadi, tidak ada orang yang melihat kegaduhan yang Nathan lakukan. Pria itu kembali mengacak password yang dia ingat hingga akhirnya notif kunci terblokir pun muncul. “Argh, sial. Maira, cepat buka pintunya. Jangan sampai aku menghancurkan gedung ini. Maira …!” Perlahan pintu apartemen pun terbuka. Maira hanya diam memandangi Nathan dengan penampilan yang begitu kacau. Tatapan mereka bertemu, menyulut sesuatu yang sulit diredam. “Apa yang ingin ka-” Belum selesai Maira menyelesaikan kalimatnya, Nathan menarik pinggang dan mencium bibir Maira- mendorong tubuhnya masuk ke da

  • Gairah Liar Paman Tiriku   70. Kekacauan

    Kepulan asap rokok meluap ke seisi ruangan. Pandangan Maira hanya tertuju pada lampu bangunan yang ada di depannya sambil menikmati sebatang rokok.Untuk pertama kalinya dia tidur bersama pria selain Nathan. Awalnya Maira ingin memberikan tubuhnya untuk Devan, tetapi saat mereka berada di kamar ingatan akan Nathan muncul di benak Maira. Seketika keintiman itu pun menghilang membuat Maira tak mood bercinta dengan Devan.“Kami belum tidur?” tanya Devan sambil memeluk Maira dari belakang.“Aku nggak bisa tidur di tempat asing,” jawab Maira berkilah.Perlahan Devan merekatkan pelukannya— mencium ceruk leher tunangannya itu.“Tidurlah, ini sudah malam,” ucap Maira yang sebenarnya menolak sentuhan dari Devan.Dengan lembut Devan memutar tubuh Maira agar menghadap ke arahnya.“Aku ingin lebih lama bersamamu,” tutur Devan.“Masih banyak waktu. Lagi pula waktu beristirahat itu sangat penting.”“Kalau begitu kamu juga ikut tidur,” ujar Devan mencoba mengajak Maira untuk tidur.Jemari Maira dian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status