Share

8. Terjebak

Author: Skuka_V
last update Last Updated: 2025-08-05 22:47:03

Maira menyeringai saat Nathan keluar dari lift lebih dulu. Namun, sedetik kemudian Maira menghirup oksigen disekitar sebanyak-banyaknya karena merasa sesak didada.

Jujur, jantungnya berdegup kencang saat menatap kedua mata Nathan. Kalau saja dia tidak bisa mengendalikan dirinya mungkin saat itu juga dia sudah mencium bibir mantan kekasihnya itu.

Brak!

Dentuman pintu menyadarkan Maira dari pikiran liarnya. Dia lalu mengambil tab untuk memeriksa jadwal atasannya itu.

“Bali, apa dia juga punya bisnis di Bali?” gumam Maira lalu mengecek semua yang di butuhkan atasannya selama di sana.

Setelah memastikan riwayat perjalanan ke Bali, Maira pun pergi ke ruangan Nathan.

“Permisi.” Nathan tak bergeming, pandangannya masih fokus ke layar ponselnya. “Hari ini ada jadwal ke Bali untuk mengecek perkembangan pembangunan resort.”

“Atur penerbangan nanti sore.”

“Baik Pak. Ini berkas pendapatan minggu ini dan dokumen dari beberapa perusahaan yang ingin mengajukan kerjasama dengan perusahaan kita.”

“Periksa saja dokumen itu dan analisa perjanjian seperti apa yang diinginkan perusahaan mereka dan keuntungan bagi kita.”

“Bukannya itu tugas Devan?”

Nathan mengangkat kepalanya— berucap, “Tujuan kamu bekerja di sini itu untuk mengetahui lajur bisnis. Jadi kamu harus belajar semuanya agar tak menyusahkan Papamu nanti.”

“Bukankah seharusnya kamu mengajariku lebih dulu?"

Nathan menatap Maira dengan tajam. "Gunakan otakmu!"

Ucapan Nathan cukup menusuk hati Maira, dengan kasar dia mengambil dokumen lalu kembali ke mejanya.

"Sial, beraninya dia meremehkan aku," gumamnya sambil melempar dokumen.

Namun, saat dia melihat ponselnya seutas senyum pun terpatri.

***

Maira bersiap pulang dengan membawa tab dan tiket penerbangan.

Saat melihat pintu ruangan Nathan terbuka dia bergegas menghampirinya.

“Ini tiket penerbangan yang Bapak minta, aku juga sudah memesan kamar hotel yang tak jauh dari resort,” jelas Maira.

Satu alis Nathan terangkat saat melihat dua tiket penerbangan. “Kenapa ada dua tiket?”

“Itu untukku, bukannya aku harus tau lajur bisnis. Sepertinya aku sudah siap untuk mempelajari semuanya.

Nathan berdecak, mengabaikan Maira yang tersenyum kepadanya.

Di dalam lift keduanya hanya diam, Maira tahu betul jika Nathan tak suka diikuti tapi Maira sudah siap dengan apa yang akan terjadi nanti.

Dengan santainya dia masuk ke dalam mobil yang sama dengan Nathan dan duduk di sampingnya.

“Perusahaan Nexi memberikan keuntungan yang besar untuk kita dengan perjanjian yang mudah.”

“Atur pertemuan dengan mereka.”

“Oke.”

Maira menyandarkan punggungnya di kursi sambil sesekali melihat Nathan yang sedang sibuk dengan ponselnya. Terlihat pesan masuk dari Selly.

[Aku menunggumu di apartemen, kapan kamu pulang?]

Seketika Nathan menoleh ke arah Maira yang refleks memalingkan wajahnya seolah tak melihat.

30 menit berlalu mobil mereka sampai di bandara. Maira bersikap profesional dengan mengikuti langkah Nathan di belakangnya.

“Kenapa jalanmu lambat sekali?”

“Aku hanya bersikap profesional, bukannya sekretaris berjalan di belakang atasan.”

“Kita hanya berdua, orang nggak akan tahu kalau kamu sekretarisku.”

Maira pun mensejajarkan langkahnya, berjalan beriringan.

“Dulu aku ingin sekali berlibur denganmu di Bali.” Nathan tak bergeming. “Menghabiskan waktu berdua, bercocok tanam hingga kakimu lemas.”

Nathan sama sekali tak merespon. “Sayangnya … aku sudah nggak tertarik denganmu. Sepertinya bercocok tanam dengan Devan akan menyenangkan.”

“Tutup mulutmu!”

Segera Maira melipat bibirnya seolah takut dengan ucapan Nathan.

Disinilah Maira berada setelah perjalanan 1 jam penerbangan menuju Bali.

"Bukannya kita akan meeting, kenapa ke hotel?"

"Aku lelah, ganti jadwalnya esok hari."

"Baik, Pak. Tapi aku belum memesan kamar."

Tanpa bicara Nathan pun berjalan ke resepsionis. Maira hanya menunggu tak berani mengikuti langkah Nathan.

"Ayo!"

Dia lalu mengikuti Nathan ke kamar yang sudah dia pesan.

"Dimana kamarku?" tanya Maira.

"Hanya ada satu kamar, aku nggak mau membuang-buang uangku untuk orang sepertimu."

"Hah! Yang benar saja, aku ke Bali untuk belajar bisnis denganmu."

"Harusnya kamu sudah mempersiapkan semuanya saat kamu pesan dua tiket penerbangan."

Maira mulai terprovokasi, dia lalu menyingkirkan tangan Nathan yang menghalangi jalannya.

"Baiklah, bukannya kita sudah terbiasa berbagi ranjang. Aku tak masalah jika harus melayanimu seperti saat kita masih bersama."

"Dalam mimpimu!"

Jengah dengan Maira, Nathan memilih masuk ke dalam kamar mandi.

"Sayang, tunggu aku!" teriak Maira menggoda mantan kekasihnya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Paman Tiriku   10. Diselingkuhi

    Setelah pergi bersama ke Bali, Maira yakin jika mantan kekasihnya itu masih menginginkannya. Hanya saja, orang tuanya sudah menjodohkan Nathan dengan wanita lain ditambah status keluarga menjadi penghalang hubungan mereka.Namun, hal itu tak menghalangi niat Maira untuk merebut kembali hati mantan kekasihnya itu.“Americano satu,” ucap pria yang ada di belakang Maira.Mendengar suara yang tak asing baginya, sontak Maira pun menoleh ke sumber suara.“Devan.”“Hai,” sapa Devan. “Kamu pesan apa?”“Aku ….”“Ini pesanannya, ice caramel latte, hot americano dan dua sandwich,” ucap staf sambil menyajikan pesanan Maira.“Wah, ternyata kamu sudah membeli sarapan untukku. Terima kasih,” tutur Devan.Tanpa rasa malu, Devan mengambil alih paper bag yang Maira pegang.Mau tak mau Maira pun membiarkan Devan begitu saja, dia tak mungkin memberi tahu Devan kalau kopi itu untuk Nathan.“Kapan kamu pulang dari Bali?” tanya Devan sambil menyeruput americano.Maira hanya bisa menelan ludah sembari menaha

  • Gairah Liar Paman Tiriku   9. Hal Bodoh

    Maira tertawa melihat wajah Nathan yang tampak begitu kesal melihat kelakuannya. Harusnya dia bersikap dewasa untuk mengambil hatinya kembali seperti yang di inginkan mantan kekasihnya itu. Namun berbanding terbalik, Maira malah seperti menabuh genderang perang dengan Nathan. Senyuman Maira menghilang saat melihat layar ponsel Nathan menyala, di sana terlihat foto wanita yang sebelumnya dia bawa ke acara ulang tahun nenek tirinya. "Wah, jadi dia benar-benar serius dengan wanita itu?" [Sayang, kamu di mana? Aku menunggumu.] Notif pesan muncul dan masih bisa Maira baca tanpa membuka kuncinya. Tak lama wanita itu mengirimkan sebuah gambar yang tak bisa Maira lihat. Penasaran Maira pun mencoba membuka kunci ponsel, tapi paswordnya sudah di ganti.Dia terus mencoba sampai ponselnya benar-benar tak bisa lagi memasukan pasword. Tak lama terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, panik Maira pun menyembunyikan ponsel Nathan lalu berjalan menghampirinya. "Tubuhmu masih basah, biar aku y

  • Gairah Liar Paman Tiriku   8. Terjebak

    Maira menyeringai saat Nathan keluar dari lift lebih dulu. Namun, sedetik kemudian Maira menghirup oksigen disekitar sebanyak-banyaknya karena merasa sesak didada. Jujur, jantungnya berdegup kencang saat menatap kedua mata Nathan. Kalau saja dia tidak bisa mengendalikan dirinya mungkin saat itu juga dia sudah mencium bibir mantan kekasihnya itu. Brak! Dentuman pintu menyadarkan Maira dari pikiran liarnya. Dia lalu mengambil tab untuk memeriksa jadwal atasannya itu. “Bali, apa dia juga punya bisnis di Bali?” gumam Maira lalu mengecek semua yang di butuhkan atasannya selama di sana. Setelah memastikan riwayat perjalanan ke Bali, Maira pun pergi ke ruangan Nathan. “Permisi.” Nathan tak bergeming, pandangannya masih fokus ke layar ponselnya. “Hari ini ada jadwal ke Bali untuk mengecek perkembangan pembangunan resort.” “Atur penerbangan nanti sore.” “Baik Pak. Ini berkas pendapatan minggu ini dan dokumen dari beberapa perusahaan yang ingin mengajukan kerjasama dengan perusa

  • Gairah Liar Paman Tiriku   7. Rencana Maira

    Acara ulang tahun nenek tiri Maira pun berjalan dengan meriah. Sambutan dari orang-orang penting di keluarganya cukup membuat suasana semakin terasa dekat. Namun, tak seperti apa yang di rasakan Maira. Dia hanya diam memandangi papanya yang terlihat begitu bahagia bersama istri barunya. Maira sengaja menjauh dari keramaian, dia tak ingin bergabung dengan keluarga ibu tirinya itu termasuk Nathan. Meski diam, tetapi matanya terus mengawasi orang-orang yang ada di sana. “Kenapa kamu sendirian, bergabunglah dengan keponakan Mama Mila,” ucap Toni. “Jangan sebut nama dia dengan sebutan Mama, dia bukan Mamaku. Lagi pula, mereka bukan sepupuku, aku nggak mau berbasa basi dengan orang-orang yang nggak aku kenal.” Toni menghela nafas kemudian merangkul bahu putri kesayangannya itu. “Dengar sayang, keluarga Mama Mila itu orang-orang penting kalau kamu bergabung dengan mereka banyak pelajaran tentang bisnis yang bisa kamu petik.” “Sayangnya, aku nggak tertarik membicarakan bisnis den

  • Gairah Liar Paman Tiriku   6. Acara Keluarga

    Dibalut gaun berwarna hitam serta bahu yang sedikit terbuka yang membungkus ketat tubuh Maira, menampilkan kesan seksi. Dia berjalan anggun masuk ke halaman rumah yang belum pernah dia datangi sebelumnya. “Ternyata rubah betina itu orang berada,” batin Maira melihat rumah serta tamu yang datang. “Maira ….” teriak wanita yang melambaikan tangan ke arahnya. “Kenapa dia berteriak,” gumam Maira menatap tajam ke arah Mila dan Toni. Wanita itu tersenyum sambil berjalan menghampirinya. Semua mata tertuju pada Maira, mereka menunjukkan tatapan sinis dan mengintimidasi. “Terima kasih sudah datang, kamu bawa kado untuk Nenek kan?” “Papa nggak bilang kalau aku harus membawa kado.” Mila tersenyum lalu menyelipkan sebuah kotak kecil ke tangan Maira. “Oops, aku sudah mempersiapkan semuanya. Tersenyumlah dan sapa semua keluargaku agar Papamu tak kehilangan muka,” bisiknya. Maira memutar bola matanya— jengah karena harus berpura-pura baik di depan keluarga wanita yang tak dia suka.

  • Gairah Liar Paman Tiriku   5. Orang Ketiga

    Maira hanya diam menatap pemandangan Ibu kota yang begitu cerah nan bising. Selama tinggal di Singapura dia tak pernah merasakan sesepi ini karena ada Nathan. Namun, semuanya berubah saat pria yang begitu dia percaya ternyata meminta mengakhiri hubungannya secara sepihak. “Selamat pagi,” sapa Devan sembari membawakan kopi dan sandwich ke atas mejanya. “Kamu pasti belum makan, jadi aku beli sarapan untukmu.” “Terima kasih, jadi berapa totalnya?” Seketika raut wajah Devan berubah. “Apa aku terlihat seperti pengemis? Aku memberikan ini untukmu karena buy one get one.” “Oh, terima kasih. Tapi kamu nggak perlu repot-repot seperti ini.” “Sama sekali nggak merepotkan,” tuturnya sambil menggeser kursi. “Aku dengar dulu kamu juga bekerja sebagai sekretaris di perusahaan besar?” “Hm,” jawab Maira singkat sambil menikmati sandwichnya. “Apa kamu sudah punya pacar?” Seketika Maira tersedak makanannya, dia lalu meraih botol minumannya— menelan habis sisa makanan yang ada di mulutnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status