Valdi menatap ponselnya yang masih berdering ketika ia sampai di lantai dua. Nama Celine muncul di layar, sepupu Valdi yang dikenal sebagai seorang model terkenal. Celine adalah seorang lesbian dengan kepribadian yang kuat, sisi feminimnya sangat menonjol, namun di balik itu, ada kecerdasan dan kedalaman yang membuatnya semakin menarik. Valdi mengangkat teleponnya dengan senyum kecil.
Valdi: "Halo, Lin?"
Celine: "Kampret, lama amat angkat telepon!"
Valdi: "Sorry, tadi di bawah, HP gue taro di atas. Kenapa, Lin?"
Celine: "Gue mau ke sana ya, mumpung lagi di Jakarta."
Valdi: "Boleh, asal n
Fei-fei tersenyum manis, senyum yang mencapai matanya, namun ada sesuatu yang licik di dalamnya. Ia menghampiri Valdi, menundukkan kepalanya sedikit. “Mr. Valdi, selamat datang. Mr. Wei sudah menunggu Anda.” Tatapannya kemudian beralih ke Celine dan Lana, merendah sejenak, lalu kembali ke Valdi dengan pandangan yang lebih intens. Ada kilatan nakal di mata Fei-fei saat menatap kedua wanita di samping Valdi. Dia tahu siapa Valdi. Dia tahu reputasinya.Fei-fei mengantar mereka ke lift pribadi yang langsung menuju penthouse. Sepanjang perjalanan di lift, ia sesekali melirik Celine dan Lana, sebuah senyum jahil terukir di bibirnya. Seolah ia sedang menganalisis mereka, memprediksi nasib mereka selanjutnya di tangan Valdi. Aura sensual yang kuat terpancar darinya, beradu dengan aura dominan Valdi.Pintu lift terbuka di lantai teratas, menampilkan pemandangan penthouse yang luar biasa. Ruangan itu luas, didominasi warna gelap yang mewah, dengan jendela-jendela tinggi memperlihatkan pemandang
“Bos!” suara yang renyah dan dingin memanggil, suaranya memantul di dinding gudang.Valdi menoleh sedikit, seringai tipis terukir di bibirnya. Jimmy. Orang kepercayaannya. Selalu tepat waktu, meski terkadang ia suka membiarkan Valdi bermain-main sedikit lebih lama. Pria bertato yang memegang pistol di dahi Valdi kini pucat pasi, matanya membelalak ketakutan, bukan pada Valdi, melainkan pada barisan kematian yang baru saja tiba.Tanpa perintah, tim khusus buru sergap Valdi bergerak. Bukan sekadar menembak. Ini adalah eksekusi yang terlatih, sebuah tarian kematian yang efisien dan brutal. Lampu sorot mobil-mobil itu menjadi panggung, menerangi setiap gerakan mematikan. Para gangster di gudang itu, yang sedetik sebelumnya merasa perkasa, kini panik, kebingungan melanda wajah mereka. Teriakan-teriakan dalam bahasa Mandarin campur aduk dengan raungan senapan otomatis yang memecah keheningan.Pistol di dahi Valdi terlepas dari genggaman pria bertato itu. Bukan Valdi yang menepisnya, melaink
Pesawat mendarat mulus di landasan pacu pribadi di Macau. Udara lembap langsung menyergap saat pintu jet terbuka, membawa aroma asin laut dan asap knalpot. Di bawah, sebuah limosin hitam panjang berkilauan di bawah sinar matahari sore, diapit oleh dua SUV mewah. Pemandangan itu, di permukaan, tampak normal bagi seorang Valdi. Namun, Valdi adalah pria yang sangat detail dan memiliki naluri setajam pisau. Alisnya sedikit berkerut.“Tunggu,” Valdi bergumam, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Celine dan Lana yang berdiri kaku di belakangnya. Ia menyipitkan mata, mengamati siluet para pria di samping mobil. Mereka semua mengenakan setelan gelap, namun ada sesuatu yang salah. Pakaian mereka tampak terlalu seragam, gestur mereka terlalu kaku. Dan yang terpenting, ia tidak melihatnya. Sosok kepercayaan Mr. Wei, seorang pria tua dengan tahi lalat besar di pipi kiri, yang selalu menjemputnya se
Di ketinggian puluhan ribu kaki, di dalam kemewahan kabin jet pribadi yang melesat menembus awan menuju Macau, dunia luar seolah lenyap. Yang ada hanyalah gejolak gairah yang membakar di antara tiga insan. Setelah pesawat lepas landas, Lana tak lagi bisa menahan hasratnya. Ia menarik Valdi ke sofa kulit yang empuk, bibir mereka bertemu dalam ciuman yang dalam dan menuntut. Lidah mereka bertaut, saling membelit, sementara tangan Lana sudah merayap liar di tubuh Valdi, merasakan otot-otot keras di balik kemeja mahalnya.“Aku tidak bisa menunggu lagi, Mas,” bisik Lana di sela-sela ciuman mereka, napasnya terengah.Dengan senyum penuh arti, Lana memutar tubuhnya dan duduk di pangkuan Valdi, sengaja membelakangi Celine yang duduk kaku di kursinya. Tak sedikit pun ia peduli pada keberadaan gadis itu. Lana mulai menggerakkan pinggulnya dengan gerakan melin
Malam itu, kemewahan terukir dalam setiap inci kabin jet pribadi Valdi. Lampu-lampu temaram memantulkan kilau perak dan emas dari detail interior, sementara aroma kulit asli dan parfum mahal Valdi menyesaki udara, menciptakan atmosfer yang memabukkan sekaligus mengintimidasi. Celine duduk di seberang Valdi, jantungnya berpacu dalam kerangkeng rusuknya. Matanya sesekali mencuri pandang pada Valdi yang sedang membaca sebuah dokumen di tabletnya. Aura pria itu begitu kuat, begitu pekat, sehingga seolah memenuhi seluruh ruang, bahkan dalam diam sekalipun. Valdi mengenakan kemeja sutra hitam longgar yang terbuka dua kancing di atas, memperlihatkan garis otot di dadanya yang kokoh, mengundang imajinasi liar untuk menjelajahi lekuk-lekuk di baliknya. Rambutnya yang sedikit panjang disisir ke belakang, menonjolkan fitur wajahnya yang tajam dan sorot mata yang penuh misteri.Celine merasa gelisah, seolah duduk di atas jarum tajam. Kepergian mendadak ini, rahasia yang mereka bagi—rahasia kelam y
"Cel? Ada apa?" Suara Valdi terdengar tenang, nyaris datar. Terlalu tenang untuk sesaat setelah ledakan nafsu yang baru saja mereka alami. Vina merasakan sakit bercampur kehampaan menusuk ulu hatinya. Inilah Valdi. Setelah sorotan mata yang membara, bisikan panas di telinga, dan sentuhan yang mengubah dirinya menjadi abu, dia bisa kembali menjadi es dalam hitungan detik."Valdi, lo di mana sih? Gosip soal Valdora Trust makin parah," suara Celine terdengar panik dari seberang, sedikit terdistorsi oleh speaker ponsel yang diaktifkan Valdi. Malam ini, entah kenapa, Valdi memilih untuk tidak menempelkan ponsel di telinganya. Mungkin agar Vina bisa mendengar, atau mungkin dia terlalu lelah untuk memegang benda itu. "Media udah mulai nulis yang aneh-aneh. Barusan ada artikel di website bisnis nasional, kacau banget beritanya."Valdi menyipitkan mata, tatapannya lekat pada gedung pencakar langit di hadapannya. "Apa isinya?""Mereka bilang Valdora Trust bakal hancur, Val. Terus… Maximilian bil