Kini Leon sudah ahli mengganti popok bayi, serta merawat bayi dengan minyak telon, bedak bayi, serta losion bayi. "Diego ... jagoan Papi! Ututu cayaaangg ...," ucap Leon menimang-nimang puteranya sambil menggoda bayi yang terkekeh-kekeh itu sehabis memandikannya pagi ini.Sementara Evita sedang membuat makanan pendamping ASI karena putera pertamanya semakin bertambah usianya. Dia membuat bubur kentang dan daging salmon yang lembut dicampur wortel dan brokoli. Setelah selesai Evita mendekati ayah dan anak itu di balkon sambil membawa semangkuk bubur bayi."Eve, kurasa kali ini genetikku yang kuat mendominasi tampilan fisik Diego. Rambutnya semakin hitam dan iris matanya juga hitam. Aku bisa berbangga di depan abang-abangku, Leeray dan James yang selalu kalah genetiknya dari istri mereka," ujar Leon tertawa girang saat Evita menyuapi Diego di baby stroller.Sepertinya bayi laki-laki itu menyukai makanan pendamping ASI buatan maminya. Diego seolah menikmati buburnya dan menelannya begitu
BRAKKKK!Pria itu menggebrak meja kerjanya dengan keras dan membuat seisi ruangan berjengit karena kaget bercampur takut.Pasalnya, ketika bos mereka itu mengamuk konsekuensinya berat, kemungkinan besar mereka akan kehilangan pekerjaan."Vino, laporan keuangan macam apa ini?! Kamu pikir saya nggak baca ulang laporan keuangan perusahaan?! Mulai hari ini kamu DIPECAT!""Maaf, Pak Leon. To-tolong beri saya kesempatan sekali lagi ... firma akuntan kami mungkin melakukan kesalahan yang tidak disengaja, Pak," mohon pria muda itu berlutut di hadapan Leon, CEO Indrajaya Realty."Tidak. Keluar dari ruangan saya sekarang, saya muak melihatmu." Leon memberi kode pengawalnya untuk menyeret keluar Vino, kepala firma akuntan publik yang bekerja untuk perusahaannya.Dia paling benci orang yang tidak kompeten. Bagi Leon, ketika sudah mengeluarkan uang untuk membayar jasa artinya dia harus dilayani dengan sempurna, tak boleh ada cacat atau celah.
Jalanan kota Jakarta selalu macet, Leon melirik jam tangan berlapis emas di pergelangan tangannya yang menunjukkan bahwa dia sangat terlambat dengan janji konsultasi kejiwaan dengan psikolog di RS. Siloam International.Dia tidak suka bila ada orang yang membuat janji dengannya terlambat datang. Sekarang sebaliknya keadaannya, dia yang terlambat datang. Leon berharap dokter ahli jiwa yang akan memeriksanya tidak marah padanya.Akhirnya, Leon pun sampai di rumah sakit itu. Dia berjalan ke front desk rumah sakit dan bertanya dimana ruang praktik psikolog. Petugas resepsionis itu memberitahukan petunjuk arah dimana ruangan itu berada.Leon pun segera berlari ke sana. Dia telah terlambat 1 jam. Sial!Perawat jaga di depan ruang periksa psikolog itu menanyainya, "Selamat siang, Pak. Apa sudah membuat janji sebelumnya? Atas nama siapa?"Leon menata napasnya yang terengah-engah akibat berlari. "Ehmm ... atas nama Vladimir Leon Indrajaya, saya sudah
Setelah sesi konseling bersama Leon usai, Dokter Evita bergegas ke bagian administrasi RS. Siloam International. Dia ingin mengetahui rincian biaya kemoterapi untuk mamanya, Dokter Evelyn Meyers, yang sedang dirawat di rumah sakit itu karena kanker cervix (leher rahim).Sudah hampir setahun sejak diagnosa dokter spesialis onkologi diberitahukan kepada keluarga Dokter Evelyn Meyers. Itu sebuah berita yang menghancurkan hati Evita dan papanya, Dokter Philip Meyers. Mereka berusaha mencari jalan agar mama sekaligus istri tercintanya itu bertahan.Serangkaian kemoterapi sudah dijalani oleh Dokter Evelyn Meyers selama hampir 1 tahun dan memakan biaya yang sangat besar untuk tiap sesi kemoterapinya. Harta kekayaan yang sudah dikumpulkan oleh Dokter Philip sepertinya pun sudah tiris untuk membayar biaya rumah sakit."Suster Mina, total biaya kemoterapi tahap ketiga berapa jumlahnya ya?" tanya Dokter Evita dengan cemas, tabungannya benar-benar nyaris kosong.
Seperti biasa Leon bertemu dengan partner ranjangnya sekaligus berkencan makan malam romantis dengannya. Dia akan memutuskan apa wanita itu layak atau tidak dibawa pulang ke penthouse miliknya untuk menemaninya menghabiskan malam bersamanya.Selera Leon sangat tinggi, dia tidak suka wanita yang terkesan murahan. Memang uang bisa membeli banyak hal, tapi dia tidak suka wanita yang cantik tapi sudah terlalu sering melayani banyak lelaki. Bagi Leon kesannya seperti kain pel yang sudah dipakai berkali-kali dan kotor, mau secantik apapun wanita itu.Tidak jarang Leon membayar mahal hanya untuk mendapatkan perawan yang dijual di lapak prostitusi online. Dia suka barang yang masih baru dan belum tersentuh oleh lelaki manapun. Sejak masih berumur 16 tahun, Leon sudah melepas keperjakaannya.Annabella Berliana, nama teman kencannya malam ini. Mata Leon menilai penampilan wanita itu. Itu memang tipe wanita favoritnya, berdada besar dengan tubuh langsing. Payud
Sesampainya di depan pintu unitnya, Leon membuka pintu itu dengan sensor retina matanya. Pintu itu pun terbuka."Silakan masuk di rumahku, Bell. Jangan sungkan ya!" ujar Leon mempersilakan Annabella untuk masuk ke unit penthouse itu.Wanita itu terperangah ketika melihat betapa luas dan mewah ruangan itu. "Wahh ... gila, mewah banget tempat tinggalmu, Leon!" katanya.Leon pun duduk di kursi dekat rak sepatu dan sandal untuk melepas sepatu fantofel dan kaos kakinya. Dia mengamati respon Annabella melihat penthouse miliknya ini."Sepertinya kau seorang sultan, Leon. Tempat tinggalmu keren sekali. Well ... ini sebuah penthouse kurasa, bukan unit apartment biasa," ujar Annabella sambil berjalan berkeliling ruangan itu.Leon melepas jasnya lalu dia menarik dasinya hingga simpul dasi itu lepas.Melihat Leon melepas sebagian pakaiannya sendirian, dia pun sadar diri lalu bergegas mendekati Leon sambil berkata, "Biarkan aku yang melayanimu, Leo
Semalam Leon memuaskan hasratnya dengan tak tanggung-tanggung, Annabella adalah partner ranjang yang aktif dan tidak membosankan. Entah karena faktor fisik Leon yang sangat menarik atau partner ranjangnya yang sangat puas sehingga menginginkan lagi dan lagi, mereka melakukan percintaan itu berulang-ulang hingga kelelahan.Alarm ponsel Leon berbunyi tanpa henti berusaha menarik kesadarannya dari alam mimpi. Akhirnya, Leon tersadar bahwa pagi ini dia memiliki janji dengan Dokter Evita di RS. Siloam Internasional."Damn!" rutuknya karena bangun kesiangan.Leon segera berlari ke kamar mandi lalu menyalakan shower air dingin untuk memaksa sel-sel tubuhnya untuk bangun. Dia menyabuni tubuhnya lalu membilasnya dengan cepat. Kemudian memakai handuk untuk mengeringkan tubuhnya sambil mencari pakaian di walk-in-closet miliknya.Dia pun menyambar gantungan setelan jas warna hitam dan kemeja biru langit dengan dasi ungu tua bergaris diagonal. Leon memakainya se
Seusai sesi terapi kejiwaan pertamanya, Leon menyetir ke kantornya sendiri. Pengawal-pengawalnya berada di belakang mobilnya, mengikutinya dengan 2 mobil lain.Kalau dibilang pengawalannya berlebihan, tidak juga. Pasalnya, Leon sudah beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan. Dua kali penembakan misterius, sekali di depan lobi gedung Indrajaya Realty dan sekali sesudahnya di depan lobi Nirwana Amanjiwo Tower, tempat tinggalnya. Mungkin dia yang memiliki 9 nyawa seperti kucing sehingga bisa lolos dari penembak jitu yang mengintainya dari atap gedung di seberang jalan.Semenjak saat itu, Leon memperketat pengaman dirinya sendiri dengan menempatkan 10 orang pengawal ketika dia pergi keluar ruangan. Masa bodoh pengawal-pengawal itu seperti makan gaji buta, yang penting adalah musuhnya yang tak terlihat itu akan berpikir berulangkali untuk mencoba membunuhnya.Jadwal pekerjaan Leon pagi ini cukup padat. Giorgio, sekretaris pribadinya yang mengurusi jadwal meeti