Setelah sesi konseling bersama Leon usai, Dokter Evita bergegas ke bagian administrasi RS. Siloam International. Dia ingin mengetahui rincian biaya kemoterapi untuk mamanya, Dokter Evelyn Meyers, yang sedang dirawat di rumah sakit itu karena kanker cervix (leher rahim).
Sudah hampir setahun sejak diagnosa dokter spesialis onkologi diberitahukan kepada keluarga Dokter Evelyn Meyers. Itu sebuah berita yang menghancurkan hati Evita dan papanya, Dokter Philip Meyers. Mereka berusaha mencari jalan agar mama sekaligus istri tercintanya itu bertahan.
Serangkaian kemoterapi sudah dijalani oleh Dokter Evelyn Meyers selama hampir 1 tahun dan memakan biaya yang sangat besar untuk tiap sesi kemoterapinya. Harta kekayaan yang sudah dikumpulkan oleh Dokter Philip sepertinya pun sudah tiris untuk membayar biaya rumah sakit.
"Suster Mina, total biaya kemoterapi tahap ketiga berapa jumlahnya ya?" tanya Dokter Evita dengan cemas, tabungannya benar-benar nyaris kosong.
Suster Mina membacakan jumlah estimasi biaya kemoterapi untuk Dokter Evelyn Meyers, "Sekitar 500 juta, Dok Evita. Untuk jadwalnya minggu depan di hari Senin. Bila Anda melewatkan jadwal yang ini kemungkinan harus mengantre sekitar 5 bulan lagi."
Pikiran Dokter Evita serasa buntu, 500 juta itu jumlah yang besar baginya. Apakah dia bisa meminjam pada tunangannya uang tersebut? pikirnya. Namun, akan sulit untuk melunasinya juga karena gaji praktiknya hanya berkisar 15 juta hingga 30 juta bila sedang ramai pasien per bulan. Butuh bertahun-tahun melunasinya.
"Baik, Suster Mina. Saya akan usahakan melunasi biayanya dalam waktu dekat. Terima kasih," ujar Dokter Evita lalu berjalan kembali ke ruang praktiknya dengan langkah berat.
Dia pun memutuskan untuk menelepon tunangannya, Belvin Alexander Young, CEO Young Entertainment.
Belvin: "Halo, Evi. Tumben siang-siang nelpon?"
Evita: "Halo, Vin. Apa aku mengganggumu?"
Belvin: "Tentu tidak, Sayang. Ada apa?"
Evita menghela napas panjang, dia ragu untuk mengatakannya. Namun, dia harus ...
Evita: "Mamaku harus dikemo Senin depan, aku belum bisa membayar biaya kemoterapinya. Kalau ... aku meminjam uang padamu ... apa bisa?"
Belvin: "Berapa jumlahnya?"
Evita: "500 juta rupiah. Bagaimana?"
Belvin berpikir sejenak, itu jumlah yang agak besar sebenarnya dan perusahaannya pun sedang membutuhkan banyak dana untuk membayar artis-artis yang bernaung di perusahaan entertainment miliknya itu.
Belvin: "Sepertinya aku belum bisa membantu, Evi. Maafkan aku ... itu jumlah yang agak besar. Mungkin kalau 100 juta aku ada di rekening pribadiku. Kalau menggunakan uang perusahaan tidak bisa seenaknya ...."
Evita: "Ohh jangan kalau begitu ... aku akan mengusahakan cara lainnya, Belvin. Terima kasih sudah menawarkan bantuan."
Belvin: "Apa kita bisa makan malam bersama nanti malam, Evi Sayang?"
Evita: "Oke, jemput aku di apartment jam 7 ya ... sampai nanti malam, Vin."
Belvin: "Oke, jam 7. Bye, Evi."
Dokter Evita menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menangis. Dia bingung harus mencari uang itu kemana. Ketika ada bunyi sms masuk di ponselnya, dia pun membaca isinya. Itu adalah broadcast message mengenai agen properti Ray White.
Dia pun berpikir, mungkin jalan satu-satunya adalah menjual unit apartment miliknya itu. Sementara dia akan tinggal kembali bersama papanya di rumah keluarga mereka. Dokter Evita segera menghubungi nomor kontak agen properti Ray White untuk memproses penjualan unit apartmentnya dengan harga 650 juta. Dia berharap akan ada uang sisa dari biaya kemoterapi yang 500 juta itu.
***
Setelah meninggalkan ruang praktik Dokter Evita, Leon segera mengirim pesan W* ke Adrian sekretaris pribadinya. "Selidiki semuanya tentang Dokter Evita Carolyn Meyers, aku mau tahu apapun hingga detail terkecil mengenai dia. Aku dalam perjalanan kembali ke kantor," ketik Leon di layar ponselnya.
Setelah hampir dua jam bergelut dengan kemacetan jalan raya ibukota Jakarta, Leon pun memarkir Lamborghini-nya di basement parkir mobil gedung Indrajaya Realty. Dia segera naik lift ke lantai 30 tempat ruangan CEO berada.
Di meja sekretaris depan ruangan CEO, Adrian dan Giorgio berdiri menyambut kedatangannya lalu ikut masuk ke ruangannya.
"Katakan, informasi apa saja tentang Dokter Evita."
Adrian membuka tablet pc di tangannya lalu membacakan informasi umum mengenai wanita itu.
"Dokter Evita Caroline Meyers, usia 25 tahun, lulusan terbaik Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan, mengambil S2 di bidang yang sama di Cambridge University, Inggris. Status single, memiliki tunangan yang bernama Belvin Alexander Young. Mengenai orang tua, ayah Dokter Philip Meyers, spesialis pediatrik, ibu bernama Dokter Evelyn Meyers, spesialis kulit dan kelamin."
Giorgio melanjutkan informasi financial dari Dokter Evita.
"Pak Leon, ada yang menarik dengan laporan financial Dokter Evita. Dia sedang mengalami pengurasan tabungan sejak setahun terakhir ini. Saldo akhir tabungannya hanya Rp. 710.050,00. Kalau saya teliti lebih dalam, pemakaian uangnya yaitu untuk biaya perawatan ibunya di RS. Siloam International. Beliau menderita kanker leher rahim stadium 2, memang masih bisa disembuhkan dengan chance 50:50, menggunakan kemoterapi. Saya mendapat info terupdate minggu depan di hari Senin akan ada jadwal kemoterapi berikutnya dengan biaya 500 juta rupiah. Menurut analisa saya, Dokter Evita akan kesulitan membayar biaya itu."
"Aahh bagus ... itu jumlah yang kecil buatku, bahkan hanya memberikan jam tanganku saja biaya kemoterapi itu sudah bisa dilunasi," ucap Leon ringan sembari terkekeh, dia pun bertanya lagi, "ada info lainnya?"
Adrian pun menyahut, "Pak Leon, agen Ray White menawarkan satu unit apartment dengan nama pemilik Evita CM, mungkin itu wanita yang sama dengan yang sedang kita bahas saat ini."
"Hubungi agen Ray White itu, katakan aku berminat membelinya, berapa harganya?" tukas Leon dengan penuh semangat, dia merasa sedikit lagi dia akan memiliki dokter cantik yang agak sombong itu.
"Ditawarkan 650 juta rupiah, Pak. Apa Anda ingin menawar dengan harga di bawahnya?" tanya Adrian lagi.
"Katakan pada agen Ray White itu, aku ingin bertemu langsung dengan pemilik unit apartment itu. Bila kondisi unit itu bagus maka aku akan membeli semua bersama isinya dan menambahkan hingga 800 juta untuk harga belinya," jawab Leon seraya tertawa lepas. Dia sangat senang dan membayangkan wanita itu akan takluk padanya dalam waktu singkat.
'Uang memang berguna dan bisa membuat hal yang mustahil menjadi tidak mustahil. Aku ahlinya mencari uang! Uang bekerja untukku bukan sebaliknya ...' batin Leon dengan angkuh.
"Adri, dengan siapa aku akan menghabiskan malam ini?" tanya Leon. Dia selalu berganti wanita yang melayaninya di ranjang setiap malam. Sebagian besar model, artis cantik, dan puteri-puteri konglomerat yang suka bersenang-senang dengan pria tampan sepertinya.
Adrian membuka lagi tablet pc miliknya dan mengecek jadwal wanita partner ranjang bos mudanya itu. Terkadang dia merasa seperti mucikari! batinnya mengelus dada. Bos mudanya sangat berbeda jauh dengan ayahnya, Leonard Indrajaya yang setia pada istrinya, Elena, maminya Leon.
"Dengan Nona Annabela Berliana, model majalah dewasa Famous, yang menjadi model cover depan majalah edisi minggu ini, fotonya sudah saya forward ke ponsel, Pak Leon," jawab Adrian membacakan profil wanita cantik itu. Tipe favorit bos mudanya itu yang langsing dengan ukuran dada besar, dia sangat hapal.
Leon mengecek ponselnya dan melihat tubuh polos di foto itu lalu tersenyum dengan devilish smirk-nya yang membuat wajahnya semakin tampan dan menggoda. "Kerja bagus, Adri. Aku suka wanita itu."
Seperti biasa Leon bertemu dengan partner ranjangnya sekaligus berkencan makan malam romantis dengannya. Dia akan memutuskan apa wanita itu layak atau tidak dibawa pulang ke penthouse miliknya untuk menemaninya menghabiskan malam bersamanya.Selera Leon sangat tinggi, dia tidak suka wanita yang terkesan murahan. Memang uang bisa membeli banyak hal, tapi dia tidak suka wanita yang cantik tapi sudah terlalu sering melayani banyak lelaki. Bagi Leon kesannya seperti kain pel yang sudah dipakai berkali-kali dan kotor, mau secantik apapun wanita itu.Tidak jarang Leon membayar mahal hanya untuk mendapatkan perawan yang dijual di lapak prostitusi online. Dia suka barang yang masih baru dan belum tersentuh oleh lelaki manapun. Sejak masih berumur 16 tahun, Leon sudah melepas keperjakaannya.Annabella Berliana, nama teman kencannya malam ini. Mata Leon menilai penampilan wanita itu. Itu memang tipe wanita favoritnya, berdada besar dengan tubuh langsing. Payud
Sesampainya di depan pintu unitnya, Leon membuka pintu itu dengan sensor retina matanya. Pintu itu pun terbuka."Silakan masuk di rumahku, Bell. Jangan sungkan ya!" ujar Leon mempersilakan Annabella untuk masuk ke unit penthouse itu.Wanita itu terperangah ketika melihat betapa luas dan mewah ruangan itu. "Wahh ... gila, mewah banget tempat tinggalmu, Leon!" katanya.Leon pun duduk di kursi dekat rak sepatu dan sandal untuk melepas sepatu fantofel dan kaos kakinya. Dia mengamati respon Annabella melihat penthouse miliknya ini."Sepertinya kau seorang sultan, Leon. Tempat tinggalmu keren sekali. Well ... ini sebuah penthouse kurasa, bukan unit apartment biasa," ujar Annabella sambil berjalan berkeliling ruangan itu.Leon melepas jasnya lalu dia menarik dasinya hingga simpul dasi itu lepas.Melihat Leon melepas sebagian pakaiannya sendirian, dia pun sadar diri lalu bergegas mendekati Leon sambil berkata, "Biarkan aku yang melayanimu, Leo
Semalam Leon memuaskan hasratnya dengan tak tanggung-tanggung, Annabella adalah partner ranjang yang aktif dan tidak membosankan. Entah karena faktor fisik Leon yang sangat menarik atau partner ranjangnya yang sangat puas sehingga menginginkan lagi dan lagi, mereka melakukan percintaan itu berulang-ulang hingga kelelahan.Alarm ponsel Leon berbunyi tanpa henti berusaha menarik kesadarannya dari alam mimpi. Akhirnya, Leon tersadar bahwa pagi ini dia memiliki janji dengan Dokter Evita di RS. Siloam Internasional."Damn!" rutuknya karena bangun kesiangan.Leon segera berlari ke kamar mandi lalu menyalakan shower air dingin untuk memaksa sel-sel tubuhnya untuk bangun. Dia menyabuni tubuhnya lalu membilasnya dengan cepat. Kemudian memakai handuk untuk mengeringkan tubuhnya sambil mencari pakaian di walk-in-closet miliknya.Dia pun menyambar gantungan setelan jas warna hitam dan kemeja biru langit dengan dasi ungu tua bergaris diagonal. Leon memakainya se
Seusai sesi terapi kejiwaan pertamanya, Leon menyetir ke kantornya sendiri. Pengawal-pengawalnya berada di belakang mobilnya, mengikutinya dengan 2 mobil lain.Kalau dibilang pengawalannya berlebihan, tidak juga. Pasalnya, Leon sudah beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan. Dua kali penembakan misterius, sekali di depan lobi gedung Indrajaya Realty dan sekali sesudahnya di depan lobi Nirwana Amanjiwo Tower, tempat tinggalnya. Mungkin dia yang memiliki 9 nyawa seperti kucing sehingga bisa lolos dari penembak jitu yang mengintainya dari atap gedung di seberang jalan.Semenjak saat itu, Leon memperketat pengaman dirinya sendiri dengan menempatkan 10 orang pengawal ketika dia pergi keluar ruangan. Masa bodoh pengawal-pengawal itu seperti makan gaji buta, yang penting adalah musuhnya yang tak terlihat itu akan berpikir berulangkali untuk mencoba membunuhnya.Jadwal pekerjaan Leon pagi ini cukup padat. Giorgio, sekretaris pribadinya yang mengurusi jadwal meeti
Semenjak menginjakkan kakinya di unit apartment Evita, dia seolah tak sanggup untuk memalingkan matanya ke arah lain. Seolah-olah gadis itu telah memikatnya.Leon ditemani oleh Evita berjalan melihat-lihat isi unit apartment milik gadis itu. Sementara Adri dan Gio duduk menunggu di sofa seperti yang diperintahkan bos muda mereka.Kondisi unit itu tampak terawat dengan baik, bersih dan rapi. Tak ada barang tercecer. Hingga mereka sampai di kamar tidur Evita. Semua barang Evita memang masih berada di tempatnya karena dia belum sempat packing untuk meninggalkan unit apartment yang telah dibeli oleh Leon.Mata Leon menangkap bentukan segitiga berenda warna hijau tosca itu di atas tepi ranjang. 'Oohh sial! Benar-benar spoiler ...,' umpat Leon dalam hatinya ketika melihat celana dalam sutera berenda milik Evita.Evita pun mengikuti arah pandangan mata Leon. 'Ohh Damn! Bagaimana aku bisa ketinggalan satu lembar ketika melipat celana dalamku tadi?!' sesal E
Sekembalinya Leon dari unit apartment Evita ke kantornya, dia menyuruh Gio dan Adri ikut masuk ke ruangannya. Dia punya tugas untuk kedua sekretarisnya itu."Adri, Gio, aku ingin kalian menyelidiki Belvin Alexander Young, dia CEO Young Entertainment. Aku butuh laporan mengenai kehidupan pribadinya terutama hubungannya dengan para wanita. Dokumentasikan dengan foto kalau bisa," ujar Leon sambil menautkan jarinya sambil menggoyangkan kursinya ke kanan ke kiri."Siap, Pak," jawab Adri dan Gio serempak."Kalian boleh pergi sekarang. Apa masih ada janji temu dengan klien sore ini?" tanya Leon sebelum kedua sekretarisnya pergi dari ruangannya."Tidak ada, Pak. Mungkin Bapak ingin membaca penawaran terbaru granit dan marmer dari PT. Pesona Batu Alam. Mereka menawarkan harga promosi untuk kontrak khusus bulan ini," saran Adrian."Oke, akan kubaca, Adri. Terima kasih," jawab Leon lalu memberi kode dengan tangannya agar mereka berdua keluar dari ruangannya.
Sesudah mengakhiri teleponnya dengan Leon, gadis itu pun menghubungi nomor Belvin tunangannya. Dia harus mengakhiri pertunangan mereka yang sudah berjalan selama hampir 5 tahun. Alasannya menunda pernikahannya dengan Belvin disebabkan karena kesibukan mereka berdua. Evita ingin memberi kesempatan kekasihnya itu untuk fokus dengan pekerjaannya.Namun, kini justru dia harus mengakhiri pertunangan mereka karena pria lain yang baru kurang dari seminggu dia kenal. Rasanya begitu konyol di pikirannya. Leon menariknya begitu kuat dengan kekuatan finansialnya.Sebenarnya hubungan antara dokter ahli jiwa dan pasien secara romantis itu dilarang karena dapat menyebabkan bias opini. Evita pun sangat paham tentang hal itu. Tapi, dia tetap melanggar kode etik itu demi mamanya. Leon telah membayar lunas perawatan kesehatan mamanya, bahkan mentransfer pembayaran unit apartment miliknya 800 juta. Ini seperti sebuah transaksi saja baginya.Evita menegarkan hatinya demi apapun itu
Mendengar suara Leon memanggilnya, Evita pun menoleh ke belakang. Mereka saling bertatapan dengan jarak 3 meter. Menunggu siapa dulu yang akan bergerak, akhirnya Leon yang menghampiri Evita."Naiklah ke penthouse-ku, Eve. Aku ingin berbicara denganmu," ujar Leon lalu menggandeng tangan Evita dan berjalan ke lift.Evita menurut saja, dia masih merasa hampa karena baru saja mengakhiri hubungannya dengan Belvin yang telah berjalan sekitar 5 tahun. Bagaimanapun dia telah berbagi banyak kenangan pahit dan manisnya sebagai kekasih dengan Belvin. Itu bukan hal yang mudah dilupakan."Kenapa kau terdiam dari tadi, Eve Sayang? Apa kau merasa sedih telah mengakhiri hubunganmu dengan Belvin?" tanya Leon menyelidik sambil melirik ke wajah Evita yang berdiri di sebelahnya.Evita berdehem, dia tak bisa berbohong. "Ya, itu tidak mudah bagiku."Akhirnya, mereka sampai di lantai 50. Mereka pun keluar dari lift dan menuju ke salah satu dari tiga pintu yan