Home / Romansa / Gairah Liar Presdir Posesif / 11. Hukuman Pertama Untuknya

Share

11. Hukuman Pertama Untuknya

Author: Caramelodrama
last update Last Updated: 2024-11-25 13:44:41

“Itu … silakan Pak Binar bicara dengan Pak Aldric. Saya permisi.” Ziandra bergegas melarikan diri dari ruangan itu.

Dia begitu gugup ketika ditatap Binar yang memicingkan mata dengan curiga saat mempertanyakan hal tadi.

‘Semoga saja bajuku sudah rapi, tak ada kancing yang meleset!’ Ziandra sambil melihat blusnya, berharap tak ada satu pun hal mencurigakan di sana, seperti … bau Aldric?

Hari ini terasa sangat panjang bagi Ziandra yang sedang menanti waktu pulang kerja agar bisa secepatnya bertemu dengan Clara.

Ketika sore tiba, semangat padam Ziandra mulai bangkit. Matanya berbinar, membayangkan Clara akan tersenyum kalau dia membawakan roti krim kesukaan bocah itu.

Sayangnya ….

“Ikut aku menemui salah satu klien. Aku sudah menyiapkan gaun untukmu. Kamu hanya perlu ikut aku sekarang juga dan bisa pulang jam 11 nanti.” Aldric langsung saja menjatuhkan bom padanya.

Aldric dan kemauannya selalu saja mengagetkan Ziandra meski dia sudah belajar untuk terbiasa dengan sikap bossy dan berbeda
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gairah Liar Presdir Posesif   86. Pertama Kalinya Dia Bisa Melawan

    “Ma, aku harap Mama tidak ikut bermain dalam kekotoran ini. Kalau Mama tetap netral, aku akan tetap menghormati Mama.”Susan hanya mengangguk pelan, terlalu terkejut untuk bicara. Mana pernah dia melihat putri sulungnya berbicara semacam itu?Ziandra menatap adiknya dengan tatapan tegas. “Mil, lebih baik kamu pulang, tidak perlu menggangguku di sini. Aku tak ingin marah-marah padamu.”“Kakak sekarang sudah merasa hebat begitu yah, hanya karena jadi simpanan orang kaya.” Namila masih sempat memberikan kalimat sindiran sebelum keluar dari sana.“Jaga mulutmu, jaga omonganmu kalau masih ingin uangku bulan depan.” Balasan dari Ziandra ini mampu membungkam Namila. “Kalau sampai ada rumor atau gosip di luar mengenai Pak Aldric, maka lupakan uang bulanan puluhan jutamu.”Si adik pun beranjak pergi setelah mendengus. Ziandra sudah tidak menggubris lagi.Susan mendekat ke putri sulungnya. Dengan suara lembut, dia berkata, “Zia, Mama rasa tidak baik berkata keras begitu. Bagaimanapun juga, dia

  • Gairah Liar Presdir Posesif   85. Kali Ini Takkan Diam

    ‘Dia… dia mafia bisnis. Dia orang yang berbahaya.’ Alarm di dalam dirinya terus menyerukan itu pada Ziandra.Langit mendung menggantung di atas kota Sangria, mencerminkan gejolak yang berkecamuk dalam hati Ziandra. Di ruang kerjanya, dia menatap layar monitor tanpa benar-benar melihat apa pun. Pikirannya tak henti-henti dibayang-bayangi satu hal—rahasia gelap Aldric.Dia tahu siapa Aldric Hagar sebenarnya. Seorang pebisnis terhormat di mata publik, tetapi dalam bayang-bayang, dia adalah pria yang mengendalikan jaringan kekuatan dan uang.‘Terlalu banyak informasi yang telah aku kumpulkan diam-diam selama beberapa hari terakhir. Dan semua itu membuatku gamang. Takut. Tapi juga… terlindungi.’Ada banyak pertentangan di dalam benaknya.“Tapi aku… aku tetap mencintainya,” bisiknya sendiri sambil menghela napas dalam.Tiba-tiba ponselnya bergetar. Pesan dari Dion.“Jangan pikir kamu bisa tenang. Aku butuh 50 juta lagi. Kalau kamu masih peduli sama reputasi Aldric, turuti. Atau… tunggu saja

  • Gairah Liar Presdir Posesif   84. Bukan Hanya Bermain Api, Tapi Juga Memeluknya

    “Gila kamu, yah!” Ziandra sampai mendelik sambil menahan seruan suaranya.Tapi Namila justru terkikik seakan reaksi kakaknya merupakan hal lucu.“Ayolah, Kak. Cuma Rp50 juta pasti kecil buat kamu. Apalagi untuk pacar barumu. Ya kan?”Tangan Ziandra terkepal erat di samping tubuhnya. Dia sibuk membuat pertimbangan di kepalanya mengenai permintaan keterlaluan adiknya.Kenapa sekarang dia justru jadi korban pemerasan orang-orang yang katanya adalah keluarga?“Hgh!” dengus kesal Ziandra sambil mengambil ponsel di dalam tasnya.Tak berapa lama, dia mengetik ini dan itu pada layarnya dan kemudian menatap Namila yang menunggu dengan senyum terkulum lebar.“Sudah!” Ziandra menyimpan kembali ponselnya.Wajahnya berubah masam dan keruh. Apakah dia tidak pernah dipandang sebagai manusia sejak dulu?“Haha! Nah gitu, dong Kak! Itu baru namanya kakak sayang adik!” Namila memeriksa rekening bank di ponselnya.Raut mukanya langsung cerah saat melihat deretan nominal yang baru masuk di sana.“Sana per

  • Gairah Liar Presdir Posesif   83. Biar Adil

    “Hmmm….”Aldric menatap layar ponsel itu lama. Layarnya terkunci, tapi pemberitahuan terakhir masih terpampang jelas:Dion: “Aku ingin 50 juta ditransfer malam ini. Jangan coba-coba menghindar, Zia.”Tangan Aldric mengepal. Rahangnya mengeras. Tapi dia tidak membuka pesan itu lebih jauh, tidak membongkar isi ponsel secara langsung.Sebaliknya, dia mengembalikan ponsel itu ke tempat semula dan menutup tas Ziandra pelan. Napasnya panjang, berat, dan dalam matanya terpancar gelombang kekecewaan yang ditahan.Beberapa saat kemudian, Ziandra keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah, kulitnya yang bersih bersinar lembut di bawah cahaya temaram kamar. Tapi sorot matanya tetap sama—lelah, kosong, dan penuh tekanan.Aldric hanya menatapnya sebentar. Tak ada pertanyaan. Tak ada kecurigaan yang dilontarkan.“Masih mengantuk?” tanya Aldric, duduk di tepi ranjang, memandangi Ziandra seperti biasa.Ziandra mengangguk. “Sedikit.”“Kalau begitu, kita tidur.”Dia mengangguk lagi dan masuk ke dal

  • Gairah Liar Presdir Posesif   82. Kemauan Dion

    Aldric menggenggam jemarinya. “Kamu tidak sendiri, Zia. Sekarang dan seterusnya.”Ziandra hanya bisa mengangguk.Namun dalam dadanya, badai telah terlanjur bertiup. Dan dia tahu… tidak selamanya dia bisa menyembunyikannya.“Aku mandi dulu.” Aldric beranjak turun dari tempat tidur.Tak lupa dia mengecup kening Ziandra sebelum melangkah ke kamar mandi.Setelah yakin Aldric masuk ke kamar mandi dan menyalakan keran shower di dalam sana, Ziandra lekas meraih ponselnya kembali. Dia menekan nomor suaminya.Jantung Ziandra berdetak lebih kencang ketika sambungan tersambung. Dia menengok cepat ke arah kamar mandi—suara shower masih terdengar deras, menandakan Aldric belum selesai. Tangannya menggenggam ponsel erat-erat.“Cepat katakan apa yang kamu mau, Dion,” desis Ziandra pelan, menahan suaranya agar tak terdengar.Suara Dion di seberang langsung terdengar sinis, seolah sudah menunggu dengan segelas kopi dan senyum licik di wajah.“Akhirnya kamu angkat juga, Zia sayang. Aku hampir mengira k

  • Gairah Liar Presdir Posesif   81. Ancaman Datang

    “Aku di sini, Zia,” jawab Aldric sambil mengecup pipinya yang basah. “Dan aku akan tetap bersamamu, Zia. Selalu.”Malam terus bergulir, membawa mereka ke dunia tanpa batas, di mana waktu tak berarti dan dunia luar tak lagi penting. Yang ada hanyalah mereka, saling menemukan, saling melepaskan, saling menyembuhkan.Keintiman itu bukan semata-mata pertemuan raga, melainkan pengakuan batin yang akhirnya menemukan suara.“Aaahhh!”Ketika semuanya mereda, dan napas mereka mulai menyatu dalam ketenangan, Aldric menarik Ziandra ke dadanya. Dia membelai rambutnya perlahan, seakan membungkusnya dalam doa panjang.Ziandra mendekapnya erat, membenamkan wajah di leher pria itu. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa… tidak sendirian. Tak lagi takut. Tak lagi ragu.“Aku mencintaimu,” bisiknya dalam diam. Mungkin belum siap mengatakannya keras-keras. Tapi dia tahu, pria itu mendengarnya—melalui detak jantung, pelukan, dan cara Aldric membalas dekapannya dengan begitu sabar dan past

  • Gairah Liar Presdir Posesif   80. Jangan Sesali Ini

    “Aku… aku….” Dengan mata basahnya, Ziandra berucap.Haruskah dia mengatakan hal ITU? Bukankah dia sudah cukup menunjukkannya melalui tindakan yang tak biasa? Kurang apa lagi?“Kamu apa, Zia? Bicara yang jelas,” desak Aldric tanpa mengalihkan pandangan dari wanita di bawah kungkungan tubuhnya.Ziandra ragu-ragu. Dia merutuki pria itu. Alangkah kejamnya Aldric memaksanya menyebutkan sesuatu yang akan membuatnya malu.Sambil menggigit bibirnya dengan tubuh terhentak di bawah Aldric, Ziandra memalingkan pandangan ke arah lain, seakan-akan itu lebih menarik dibandingkan pria itu.“Masih mau bungkam, Zia? Baiklah, kalau begitu, aku lebih baik pergi saja.”Aldric menghentikan gerakannya dan bersiap untuk beranjak dari tempat tidur.Seketika Ziandra panik. Dia lekas rengkuh leher Aldric dan membelitnya erat-erat. Khawatir pria itu benar-benar pergi.“Jangan pergi! Aldric, aku… aku menginginkan kamu. Aku menginginkanmu!” Ziandra menoleh, menyatukan tatapannya ke mata Aldric.Dia sudah menyerah

  • Gairah Liar Presdir Posesif   79. Sudah Tak Peduli Lagi

    “Um….” Ziandra terbangun pada tengah malam.Matanya beredar mencari sosok pria yang dia inginkan di ruangan tersebut.Tak ada. Pria itu tak ada.“Aldric? Aldric kamu di mana?”Dengan suara parau, Ziandra bertanya. Dia melangkah turun dari tempat tidur untuk mencari Aldric.Namun, tidak juga ditemukan di semua ruangan di kamar suite yang luas tersbut.“Apa dia… dia meninggalkanku? Dia bosan padaku?”Dalam gumaman lirih, Ziandra menduga-duga. Ada rasa menyengat di matanya ketika dia membayangkan Aldric tak lagi menginginkannya.Serasa ada tangan berduri yang meremas jantungnya saat imajinasi liar dia muncul. Yaitu jika Aldric bosan padanya dan memiliki wanita lain untuk ditaklukkan.Mata Ziandra semakin terasa panas dengan pikiran kacau yang terasa kusut. Hatinya sesak oleh rasa cemburu yang asing.Meski sekuat apa pun dia ingin menyangkal apa yang sedang bercokol di sanubarinya, tapi batinnya semakin menjerit kalut.Dengan air mata berjatuhan tanpa bisa dicegah, dia membatin pilu, ‘Aku

  • Gairah Liar Presdir Posesif   78. Dalam Pelukanmu, Sebuah Penyerahan

    "Tapi... benarkah begitu?" Justru dia sendiri yang meragukan hatinya.Namun, dorongan itu terus mendesak dan semakin membuatnya gelisah.Ting tung!Ziandra terlonjak saat melihat pintu terbuka di depannya usai dia menekan bel.Di sana, berdiri Aldric, mengenakan kemeja hitam yang dilipat di lengan, rambutnya sedikit berantakan seperti habis berkutat dengan pikiran yang tak menentu. Mata pria itu langsung mengunci matanya—dalam, teduh, dan... menahan sesuatu."Ziandra..." gumam Aldric.Namun, Ziandra tak memberinya kesempatan berkata apa-apa lagi.Tanpa sadar, gadis itu melangkah maju, melemparkan tubuhnya ke dalam pelukan Aldric, memeluknya erat seolah hidupnya bergantung padanya.Seolah... Aldric adalah satu-satunya jangkar dalam badai hatinya.Aldric tersentak sedikit, kaget, namun segera menahan tubuhnya. Tangannya refleks memeluk Ziandra erat, seperti menahan sesuatu yang rapuh agar tak pecah.Ziandra menggigil dalam pelukan itu."Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi padaku..."

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status