"Sen, mendingan kamu langsung pulang aja deh. Ngapain mesti nganterin aku ke atas?" Serentetan kata bernada protes itu meluncur lancar dari bibir berlipstick red coral Cantika.
Pemuda yang bersandar pada dinding lift itu bersedekap menaikkan alisnya dengan cueknya memandangi bos barunya yang nampak salah tingkah di hadapannya. "Pengin tahu di mana kamu tinggal, soalnya aku bakalan jadi sekretarismu 'kan? Masa nggak tahu bosku tinggal di mana sih!" debat Arsenio logis yang membuat Cantika berhenti protes lagi.
"TING."
Arsenio segera menggamit lengan wanita yang usianya jauh di atasnya itu keluar dari lift. Sedangkan, Cantika yang ingin protes sekali lagi karena tingkah sekretaris barunya yang terlalu protektif kepadanya itu batal melakukannya. Alih-alih dia berseru terkejut, "Papa?! Kok tumben ke mari?"
Pria beruban di sela-sela rambut hitamnya itu bersedekap menatap puteri sulungnya yang selalu menentang kehendaknya untuk segera menikah sembari berkata, "Memangnya nggak boleh berkunjung ke apartment kamu, Tika? Itu lelaki siapa? Pacar barumu?"
"Ehh ... bukan, Pa. Kenalin deh, ini anaknya Om Sandi yang bakal gantiin beliau sementara jadi sekretarisku," jawab Cantika mengendikkan dagunya kepada Arsenio agar berjabat tangan dengan papanya.
Dengan sopan pemuda tersebut mengulurkan tangannya ke papa Cantika. "Arsen, Om. Oya, saya pamit duluan deh biar nggak ganggu Miss Cantika ngobrol sama Om!" ujarnya lalu menganggukkan kepala sopan ke Pak Julianto Wiryawan yang menyunggingkan senyum tipis di wajahnya yang berkumis tebal.
Setelah papa dan anak itu masuk ke dalam unit apartment Cantika, papanya pun duduk di sofa berseberangan dengan puterinya itu. "Tik, Papa mau kamu buat setuju dijodohin sama Hans. Umur kamu tuh sudah 36 tahun, telat!" ujar Pak Julianto bernada keras dan menuntut.
"Hans?! Maksud Papa, anaknya Om Vano?" tanya Cantika meyakinkan bahwa dia tak salah orang yang akan dijodohkan menjadi calon suaminya.
Papanya mengangguk memastikan memang benar itu pria yang dia maksudkan. "Yaelah, kenapa mesti dia sih, Pa? Tika nggak suka, yakin tuh dia bukan penyuka sesama laki?" tolak Cantika.
Pak Julianto pun berdecak kesal lalu menjawab tegas, "Nggak ada ngeles-ngelesan lagi. Kamu tuh sudah nolak banyak pria, sampai-sampai calon suami yang dulu Papa ajukan ke kamu sudah nikah semua. Malahan anak Papa sendiri yang jadi perawan tua nggak merid-merid 'kan?!"
"Tap—"
"Nggak ada tapi-tapian, sudah pokoknya besok sore kamu harus datang ke Hotel Marriot di restorannya lantai 5. Dandan yang cakep, kamu sama Hans tunangan langsung!" ujar papa Cantika yang membuat wanita itu sukses terbengong-bengong sendiri.
Pak Julianto pun bangkit dari sofa karena tujuan kunjungannya ke apartment puterinya telah tercapai. "Kamu harus datang kalau nggak ... Papa akan bertindak tegas. Kamu nggak boleh lagi pegang posisi presdir di perusahaan keluarga kita!"
"Paa ... jangan gitu dong! Nikah itu bukan urusan naik ke pelaminan doang. Tika harus ngejalanin pernikahan itu sampai seumur hidup. Masa mau kawin cerai macem selebritis aja sih?! Tolong kasih Tika kesempatan buat pilih jodohku sendiri dong, Pa!" Cantika menarik-narik lengan papanya yang terus melangkah menuju ke pintu keluar unit apartmentnya.
Papa Cantika pun berhenti berjalan lalu menatap lekat-lekat wajah puterinya yang sekalipun sudah berumur kepala 3 nyaris 4, tetapi masih kinclong tanpa kerutan. Dia pun berbicara, "Tik, kamu tuh cantik seperti nama yang Papa kasih waktu kamu lahir. Sayangnya kamu terlalu pemilih dan kecantikan wajahmu itu akan hilang dimakan oleh usia. Apa kamu mau jadi biarawati gitu, melajang seumur hidup?!"
"Kalau belum ada yang cocok masa Tika maksain buat nikah sih, Pa? Anak-anak konglomerat yang dulu Papa jodohin ke Tika itu tukang main perempuan. Tika nggak suka diselingkuhi sekalipun mereka tajir melintir!" terang Cantika terkait perjodohannya yang selalu gagal dulu.
Namun, justru papanya tak mengindahkan alasan penolakan Cantika dulu. "Wajar, mereka bisa bayar cewek kalau lagi suntuk dan bosan sama kesibukan mereka mengelola perusahaan, Tik. Kamu juga jangan naif gitu dong!"
"Pokoknya Tika nggak setuju—"
"Kalau sama Hans besok kamu harus setuju. Papa sudah susah cari lelaki yang bobot bibit bebetnya oke punya. Kamu bakal jadi wanita yang beruntung kalau menjadi istrinya Hans Gozhali!" Pak Julianto pun membuka pintu keluar lalu meninggalkan puterinya yang terpaku di tempatnya nampak syok.
Selepas kepergian papanya, Cantika mengunci unit apartmentnya lalu pergi berendam dalam bathtub di kamar mandinya sambil menikmati segelas Taylor Vintage, red wine asli dari Portugal yang dibawakan oleh sobatnya, Nicole sebagai oleh-oleh.
Dia merenungi nasibnya yang tak kunjung menikah, bulan lalu dia baru merayakan ulang tahunnya yang ke-36. Dan di mata orang-orang dia sudah dianggap perawan tua. "Sok tahu!" desisnya kesal sembari menggerakkan sepasang betis indahnya di dalam air hangat berbusa putih hingga menimbulkan bunyi berkecipak.
Sepintas lalu Cantika teringat akan wajah putera Om Sandiaga. Dia tersenyum sendiri karena kelakuan Arsen yang gentleman. Apa mungkin karena pemuda itu tinggal lama di Inggris jadi sikapnya seperti orang Inggris yang sopan? Sayangnya usia mereka terpaut 11 tahun, apa yang bakal dikatakan oleh papanya Arsen kalau mereka berpacaran? Muke gile mungkin?! pikir Cantika geli.
Berbeda dengan Cantika yang sudah bisa berendam santai di bathtub, Arsenio masih harus mengambil mobilnya dengan naik taksi ke rumah sakit. Dia sekali lagi menjenguk papanya sebelum pulang ke rumah sendirian.
Hari telah larut malam, tetapi Arsenio masih belum mengantuk menyetir mobil papanya sendirian. Dia bersenandung lagu barat favoritnya dari Coldplay yang berjudul Yellow. Pertemuan pertamanya dengan bos barunya tadi meninggalkan kesan yang lucu, berapa usia wanita matang itu? pikir Arsen penasaran dalam benaknya.
Akhirnya dia pun sampai di rumahnya sejam kemudian. Arsenio pun segera mengurusi dirinya sendiri seperti biasa saat di luar negeri karena semua karyawan di rumah sudah beristirahat di mess belakang. Pemuda itu pun bergegas mandi.
Seusai mandi dengan air hangat, Arsenio pun berbaring di ranjangnya sambil memeriksa pesan di ponselnya. Ada satu pengirim pesan yang segera menarik perhatiannya, Cantika mengiriminya beberapa chat singkat.
"Besok jam 6 sore antarkan aku ke Hotel Marriot lantai 5 ya, Sen!"
"Pakai setelan jas rapi."
"Jangan sampai telat jemputnya!"
Tanpa menunda lagi Arsenio pun membalas, "Okay, Miss Tika. Oya, apa itu meeting client perusahaan?"
Balasan pesan segera masuk ke inbox pesan Arsenio. "Bukan. Aku mau dijodohin sama pria pilihan papaku besok di sana."
"What?!" seru pemuda itu terkejut. Dia pun mencoba berpikir positif lalu mengetikkan pesan balasan, "Siap, Miss. Besok saya jemput jam 6 sore. Selamat beristirahat!"
"Yaelah, hari gini masih dijodohin sama ortu. Kasian amat nasib kamu, Cantika. Hmm," gumam Arsenio lalu memasang ponselnya ke kabel charger di nakas samping ranjangnya. Dia pun mencoba memejamkan matanya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah seharian ini.
Malam itu Arsenio bermimpi panas bersama seorang wanita, mungkin karena dia terlalu banyak memikirkannya hingga terbawa ke alam bawah sadarnya. Tubuhnya menggeliat dengan mata terpejam di atas ranjang. "Yess ... Baby, I'm yours!" desahnya mengigau dalam tidurnya. Siapa yang sebenarnya dimimpikan oleh Arsenio?
"Wah ... siapa tuh, ganteng bingits?!""Ehh, iya lho mirip artis deh!""Cari siapa tuh cowok?""Lho ... kok ke ruangan Bu Tika sih?!"Bisik-bisik para karyawati perusahaan Golden Wing Packaging and Cargo Corp. terdengar berisik seperti dengungan sarang lebah mengiringi kehadiran sosok pria tampan dan macho di lantai 10 Wiryawan Grup Building."Selamat pagi, Miss Cantik ... ka!" ucap Arsenio saat dia menghadap bos barunya di ruangan presdir.Penampilan wanita matang di hadapannya begitu profesional dengan kaca mata baca bertenger di hidung mancungnya yang mungil, nampaknya Cantika sedang sibuk memeriksa email di layar laptopnya. "Hai, Sen. Pagi juga. Apa kita bisa mulai pekerjaan kamu sekarang?" balas Cantika yang memang sudah sibuk di meja kerjanya sejak tiba di kantor. Wanita yang memegang jabatan presdir itu memang workaholic di kesehariannya hingga seperti memasang kaca mata kuda pada lawan jenis yang lewat seganteng apa pun. Bahkan, Arsenio yang ganteng nggak ada obat pun tak cu
Rahang Arsenio jatuh hingga mulutnya ternganga menatap bosnya dalam penampilan gaun malam satin semata kaki yang anggun nan sexy. Kain warna hitam yang menutupi bustier itu tak mampu menahan sepasang bulatan kembar berukuran mantap yang mengintip."Sen ... kok malah jadi bengong? Are you okay?" tegur Cantika yang dipelototi oleh sekretaris pribadinya hingga jadi salah tingkah.Arsenio pun tersadar dari kebengongannya. Dia pun menyahut, "Sorry, Miss ... ehm ... ehm ... apa sudah siap berangkat?" "Yap, aku sudah siap dari tadi kok. Ayo kita berangkat jangan sampai telat deh!" Cantika segera menutup pintu unit apartment yang telah bertahun-tahun dia tinggali sendiri. Rasanya begitu melow saat dia teringat kenangan buruk mengapa dia memilih tinggal terpisah dari keluarga Wiryawan. Itu rahasianya.Saat mereka berdua telah berada di dalam mobil Porsche silver milik Cantika yang dikemudikan oleh Arsenio. Wanita matang itu pun mulai memaparkan rencananya kepada sekretarisnya. "Sen, kali ini
"HAHH?! DIA MENOLAK HANS?" teriak Nyonya Ribka dengan suara nyaring yang terkesan lebay hingga membuat Cantika memutar bola matanya terang-terangan.Mama tirinya itu memang sejak dulu mereka serumah selalu bereaksi berlebihan bahkan tak jarang playing victim di hadapan papanya. Sayang sekali bukannya mempercayai puterinya, justru papanya selalu memercayai omongan tak benar dari istri keduanya."Kamu lucu banget sih, Tik. Yang kamu tolak tuh multimilyarder dan demi seorang ... sekretaris? HA-HA-HA, apa kata dunia tuh, Mas Julian?!" Nyonya Ribka selalu saja manipulatif dan mengadu domba ayah dengan puteri tirinya itu.Baby, adik tiri Cantika pun dalam hatinya yang tamak merasakan adanya angin segar. Sudah menjadi impiannya untuk menjadi istri konglomerat yang hartanya unlimited. "Pa, kalau Mbak Cantika nggak mau dijodohin, gimana kalau Baby aja yang gantiin sama Mas Hans?" usulnya mengajukan diri menggantikan posisi kakak tirinya. Dia melirik dengan tatapan genit kepada pria yang sehar
"Kamu apa tadi sempat kepentok kepalamu, Sen? Kok jadi membagongkan begini sih omonganmu!" tegur Cantika sambil tertawa kering memalingkan wajahnya ke jendela mobilnya.Karena merasa tawarannya ditampik oleh bosnya, Arsenio pun tahu diri dan memilih menjalankan mobil Porsche silver yang dikemudikannya menuju ke rumah sakit tempat papanya dirawat."Emang kamu belum punya pacar apa gebetan sih, Sen?" selidik Cantika sambil melirik takut-takut jaim ke arah Arsenio.Pemuda 25 tahun itu terkekeh sembari fokus menyetir. "Kenapa kok mendadak kepo? Kamu toh udah nolak ajakan buat asek-asek dariku tadi 'kan?" sindirnya lalu menoleh sekilas memeriksa ekspresi wajah wanita di sebelahnya."Ckk ... malah bengong sih! Kamu tuh terlalu serius jalanin hidupmu, Cantik. Okay ... let's say kamu keren banget kalo di kerjaan kantor, tapi kehidupan pribadi kamu justru gersang. Ngadepin lawan jenis apa lagi ... cupu!" celoteh Arsenio yang membuat Cantika terdiam merenungkan perkataan putera sekretaris keper
Cantika seolah kehilangan kata-katanya, kedua lengannya ditahan di sofa oleh Arsenio. Pemuda itu entah kenapa semenjak pulang dari makan malam bersama keluarga Wiryawan dan Ghozali tadi menjadi agresif untuk mendapatkannya.Pada akhirnya Cantika merasa harus menyuarakan isi hatinya yang dia pendam sejak tadi, "Sen ... kalau memang kamu menyukaiku, please take it slow. Terserah deh kamu bilang aku cupu ngadepin lawan jenis, tapi memang selama ini aku nggak punya minat buat ngebagi kehidupan pribadiku sama pria manapun!" "Kenapa kok kamu tertutup banget jadi cewek sih, Cantika?" tanya Arsenio penasaran. Dia melepaskan pegangannya di lengan wanita matang yang sexy itu. Arsenio kembali menenggak botol bir dinginnya.Tangan Cantika perlahan menelusup untuk melingkari pinggang pemuda di sisinya yang berotot kencang di bawah balutan kemeja biru mudanya. Wanita itu merebahkan kepalanya ke bahu Arsenio lalu memejamkan matanya. Bulir bening air matanya jatuh membasahi lengan kemeja lengan panj
"Selamat pagi, Miss Cantika. Apa ada tugas untuk saya hari ini?" sapa Arsenio berdiri di seberang meja kerja atasannya. Penampilan wanita matang yang elegan itu nampak apik di indera penglihatannya. Lekat-lekat dia memandangi Cantika dalam diam sembari menunggu serentetan petunjuk untuk pekerjaannya. Cantika mempersilakannya duduk di kursi seberangnya. "Pagi, Sen. Pertama, kamu tulis email balasan untuk Mr. William Chan ya, beliau meminta perincian biaya ekspedisi barangnya sekaligus pemrosesan muat kontainer kapal kargo ke Santa Monica, Los Angeles. Sudah kutulis coret-coretan isinya, oke?" tutur Cantika dengan profesional."Siap, Miss. Next apa ada lagi?" sahut Arsenio."Hmm ... kedua, kamu kirim lampiran berisi price list tarif jasa perusahaan ke beberapa calon customer. Sudah aku tulis juga di catatan kertas ini nama klien plus alamat surel mereka, total ada 8 deh. Paham 'kan ya?" lanjut Cantika dengan sangat jelas setiap patah katanya sembari sesekali melihat ke wajah Arsenio y
"Cantika, apa kau mau menemaniku clubbing malam ini?" ajak Arsenio iseng saja. Memang semenjak dia kembali dari Inggris belum sekalipun pemuda itu bersenang-senang.Kondisi kesehatan papanya yang membuat Arsenio memutuskan untuk pulang ke Jakarta dan dia pun harus menggantikan posisi Pak Sandiaga Gunadharma sebagai sekretaris kepercayaan bosnya.Di dalam lift yang melaju turun ke lantai underground parkir kendaraan karyawan, Cantika menimbang-nimbang haruskah dia menerima tawaran Arsenio. Sebenarnya dia merasa lelah karena seharian bekerja, tetapi ia teringat akan Baby yang membuatnya menghamburkan 100 juta rupiah demi melunasi sebagian tagihan kartu kredit adik tirinya yang declined saat digunakan."Oke, kenapa nggak ... mungkin aku pun bisa sesekali have fun go mad, Sen!" sahut Cantika yang tidak seperti dia biasanya."Ohh ... cool! Kujemput di apartment jam 9 malam ya. Makan di rumah aja sendiri-sendiri terus langsung berangkat ke night club," terang Arsenio agar Cantika tidak menu
"Aahh ... aahh ... mmhh!" Suara desahan lembut setengah sadar itu meluncur dari bibir bengkak Cantika yang habis dilumat oleh Arsenio beberapa saat sebelumnya. Bagian kecil dari dirinya yang sangat sensitif sedang diusap-usap dengan sapuan lidah basah pemuda itu di bawah sana. Dia menikmati setiap inchi dari tubuh wanita pujaan hatinya. Arsenio seolah telah terbius oleh aroma manis yang menguar dari raga polos yang tergolek tanpa daya di atas ranjang sekaligus di bawah badan kekar berotot padatnya."Honey, aku suka suara manjamu seperti ini!" gumam Arsen sambil mengisap dan menggigiti daun telinga Cantika. Dia telah sama polosnya dengan wanita itu saat ini, siap untuk mencuri mahkota seorang Cantika Paramitha di ujung pagi yang dingin.Kedua lutut Arsenio melebarkan paha wanita yang tak mungkin melawan kehendak laki-lakinya, dia pun sama sucinya dengan Cantika. Ini adalah kali pertama baginya melakukan hubungan terlarang sebelum menikah dengan seorang perempuan. Dia itu perjaka ting-