Setelah mendengar semua penjelasan dokter, Darren melangkah kembali menuju ruang ICU. Kakinya terasa berat, seolah setiap langkah menambah beban di dadanya. Begitu tiba, dahinya mengernyit ketika matanya menangkap sosok sang istri dan anaknya tidak berada di kursi tunggu. Yang ada justru Bayu yang sedang duduk di samping sang papa.“Loh, Raja dan Mamanya di mana?” tanya Darren sambil mendaratkan bokongnya persis di sebelah sang papa. Suaranya serak, jelas masih menahan emosi yang sulit dijelaskan dengan kata-kata setelah keluar dari ruangan dokter. Andika tentu saja sudah langsung bisa menangkap apa yang sebenarnya dijelaskan oleh dokter pada putranya mengenai kondisi Miranda. Dia yakin Mantan istrinya itu sedang tidak baik-baik saja.“Raja sudah pulang sama Marcella. Nayla sedang di dalam. Katanya, Mamamu ingin bertemu,” jawab Andika pelan.Hal itu membuat putranya terkejut. Darren tak menyangka kalau Mamanya sudah siuman.“Mama sudah siuman, Pa?” Darren bertanya, matanya menatap lu
Marcella datang bersama Bayu. Mereka berjalan lebih cepat dari biasanya. Begitu sampai di depan ruang ICU, Marcella langsung menghampiri Nayla yang duduk di kursi panjang yang ada di depan ruang ICU. Meski Miranda pernah menjadi orang yang begitu jahat dalam hidup Nayla. Tapi, saat ini Marcella bisa melihat kekhawatiran diraut wajah sang sahabat. Dia tahu sahabatnya ini memiliki hati yang sangat tulus.“Bagaimana keadaan Nyonya Miranda?” tanya Marcella. Suaranya pelan, seakan takut menambah beban di hati sahabatnya itu.Sebagai orang yang mengurus butik milik Miranda, Marcella belakangan ini cukup dekat dengan wanita itu. Hampir dua kali seminggu ia datang ke rumah keluarga Atmaja untuk melaporkan urusan bisnis. Namun selama ini, tidak sekalipun Miranda menunjukkan bahwa dirinya kesakitan atau sel kanker sudah menggerogoti seluruh tubuhnya. Tidak ada keluhan, tidak ada tanda-tanda apapun. Semua tampak baik-baik saja di depan orang lain.“Daddynya Raja sedang menemui dokter. Yang jel
Tubuh Miranda tiba-tiba terkulai di kursi rodanya. Wajahnya yang pucat semakin terlihat jelas, matanya terpejam rapat, dan napasnya begitu lemah. Darren yang duduk paling dekat langsung tersentak. Panik menyergap dirinya, tangannya gemetar ketika berusaha menopang tubuh sang mama agar tidak terjatuh.“Maaaaaaaa, bangun Maaaaaaa,” pekiknya.Andika yang sedari tadi memperhatikan juga terkejut bukan main. Tanpa pikir panjang ia segera bergerak cepat, ikut membantu Darren mengangkat tubuh Miranda. Saat itu, tidak ada lagi jarak antara mereka sebagai mantan pasangan. Yang ada hanya satu tujuan: menyelamatkan nyawa mantan istrinya itu. Sang pengacara juga ikut panik.Nayla berdiri terburu-buru, menghampiri bersama buah hatinya. Dadanya sesak melihat kondisi ibu mertuanya, matanya langsung basah. Ia mencoba menepuk-nepuk tangan Miranda dengan harapan bisa membuat wanita itu sadar, meski hatinya tahu usaha itu sia-sia. Sementara Mbak Siti langsung berlari keluar rumah, memanggil sopir dengan
“Mas, Pa, nanti pulang dari Mall kita ke rumah Mama, ya. Kok Mama gak ada keluhan apapun? Aku takut Mama gak enak bilang kalau lagi sakit,” ucap Nayla.“Iya, sayang. Nanti pulang dari Mall kita ke rumah Mama,” jawab Darren.Andika pun mengangguk setuju.“Tapi di mall gak boleh kurang dari dua jam ya, dad?” Raja merengek membujuk sang Daddy.“Iya, sayang,” jawab Darren.“Yeeeeeeee,” soraknya riang.“Nanti Raja main sama Daddy dan Kakek, ya. Mama sama mbak mau belanja buah dan daging buat nenek,” ucap Nayla.“Okey, Ma. Tapi jangan lupa pizza buat Raja ya. Kasihanilah anak Mama ini nanti jadi kurus,” ucapnya dengan wajah memelas.Nayla kembali mencubit pipi Raja gemas.Mereka pun masuk ke dalam mobil. Lalu sopir mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan area Rumah Sakit menuju ke pusat perbelanjaan terlengkap di kota itu.Setelah mobil mereka berhenti di parkiran mall, semuanya langsung turun dan berjalan menuju pintu utama. Raja diarahkan Darren dan Andika ke area bermai
“Wah calon cucu mantunya kakek datang,” ucap pria paruh baya itu sambil tersenyum lebar ketika melihat Raja, Darren, Nayla, dan yang lain masuk ke ruang perawatan.Pak Agung terlihat masih kelelahan, tapi raut bahagianya tidak bisa disembunyikan. Wajahnya memerah penuh semangat meski sang anak bungsu sedang berbaring di ranjang rumah sakit.“Ayo, Sayang, salim dulu sama Pak Agung,” ucap Nayla lembut kepada putranya.Raja, bocah enam tahun yang selalu terlihat lebih dewasa dari usianya, melangkah maju. Dia mengecup punggung tangan Pak Agung dengan sopan. Dia pun melakukan hal yang sama kepada keluarga Pak Agung yang lainnya. Suasana di ruang rawat inap itu menjadi hangat dengan kedatangan Raja dan keluarganya.Memang itu tujuan mereka datang hari ini, menjenguk kelahiran cucu pertama Pak Agung. Moment yang istimewa untuk seorang kakek, dan mereka tidak mau ketinggalan untuk ikut berbagi kebahagiaan.“Maaf lho yang ngerepotin,” ucap Pak Agung sambil menjabat tangan Darren, Nayla, Andik
Tiga tahun sudah berlalu sejak kejadian besar yang sempat mengguncang keluarga Atmaja. Waktu terasa berjalan cepat, dan kini Maharaja Dirgantara Atmaja sudah berusia enam tahun. Bocah itu akan segera memulai sekolah dasar, sesuatu yang membuat semua orang di keluarga itu ikut bersemangat. Darren dan Nayla beberapa minggu terakhir sibuk menyiapkan segala perlengkapan sekolah Raja, mulai dari seragam, sepatu, hingga buku-buku. Andika bahkan sudah berjanji, dia yang akan rutin mengantar dan menjemput cucunya.Selama tiga tahun ini, banyak hal yang berubah. Perusahaan Atmaja Group yang dulu hampir hancur, kini kembali tegak. Darren, dengan kerja keras dan tekad yang kuat, berhasil membuktikan dirinya sebagai pemimpin perusahaan yang hebat. Hanya butuh waktu tiga tahun, dia bisa membawa kembali perusahaan itu ke masa jayanya. Jalan yang dilalui memang tidak mudah. Darren harus berhadapan dengan berbagai masalah, dari internal perusahaan yang sempat kacau sampai tekanan dari luar. Tapi se