Tangan Joanna gemetar hebat, keringat dingin sudah membasahi tubuhnya, dia benar-benar dibuat gila oleh Devan. "Dasar brengsek!" maki Joanna untuk yang kesekian kalinya.Dia tidak pernah menyangka jika Devan berani menyebarkan videonya. Joanna masih berusaha menghubungi Devan, tapi nomornya masih tidak aktif. Satu per satu air matanya turun membasahi pipinya, saat ini Joanna benar-benar kalut, tak mampu berpikir jernih. "Dasar psikopat," geram Joanna sambil mencengkeram spreinya. Tak lama setelah keheningan panjang, terdengar suara nada dering panggilan masuk. Joanna menyambar ponselnya setelah tahu Devan yang menghubunginya. "BRENGSEK KAMU DEVAN!" maki Joanna dengan suara menggelegar. Devan justru tertawa. "Sambutanmu manis sekali, Joanna."Rasanya Joanna ingin mencabik-cabik lelaki itu. "Maksudmu melakukan ini apa? Hah?""Apa kini kamu menyesal, Sayang? Bukankah aku sudah memperingatkanmu, Joanna?" "Hapus videonya!" perintah Joanna. Meskipun dia tahu video itu sudah tersebar,
“Pelakunya Devan, kan?”Joanna menegang mendengar pertanyaan itu, tatapan tajamnya perlahan pudar. Belum selesai dia mendesak Ethan menjawab pertanyaannya tentang pakaiannya, tiba-tiba saja lelaki itu membahas tentang pacar palsunya. “Apa maksud Pak Ethan?”Alih-alih menjawab Ethan justru beranjak dari tempat duduknya, berjalan santai masuk ke dalam kamar Joanna dan tak lama kemudian lelaki itu kembali muncul di meja makan. Apa mungkin Pak Ethan tahu video itu? pikir Joanna. Joanna tersentak kaget saat Ethan meletakkan segelas air putih di depannya. “Minum obat dulu, Joanna!” Ethan nyaris lupa meminta Joanna untuk minum obat. “Tidak sebelum kamu menjawab pertanyaanku,” balas Joanna sambil menepis obat yang disodorkan oleh Ethan. Ethan menghela napas gusar, berusaha bersabar menghadapi Joanna. Lelaki itu menarik kursi dan duduk di samping Joanna. “Tenanglah! Bukan aku yang mengganti bajumu. Dokter pribadiku datang untuk memeriksamu dan mengganti pakaianmu.”Joanna memicingkan mata
Joanna menulikan pendengarannya, mengabaikan setiap caciaan dan cemooh dari sebagian rekan kerjanya. Dia melangkah mantap menuju ke ruang tunggu kru. “Aku kira dia tidak akan berani muncul lagi. Tapi, ternyata nyalinya boleh juga,” celetuk salah satu pramugari yang baru saja dilewati oleh Joanna. Langkah kaki Joanna terhenti ketika dua orang pramugari menghadang langkahnya. “Minggir!” pinta Joanna dengan nada santai. Salah satu pramugari itu malah melipat tangannya di depan dada dan melempar tatapan tajam pada Joanna. “Jangan-jangan kamu juga sudah merayu Pak Ethan agar bisa dijadikan ikon maskpai.” Joanna hanya menghela napas jengah, malas sekali membalas orang yang tidak penting itu. Dia memilih bergeser sedikit agar bisa berjalan melewati wanita itu. Namun, lagi-lagi langkahnya dihadang. “Kenapa tidak menjawab, Joanna? Ah, apa karena semua yang aku katakan adalah fakta?” tanyanya lagi. "Katakan saja di sini, apa yang sudah kamu berikan sehingga Pak Ethan memilihmu?"“Pikirkan
Ethan berjalan cepat tak lama setelah dia mendapatkan telepon, raut wajahnya berubah panik. "Siapkan mobil dan pulanglah!" perintah Ethan sambil berlalu ketika dia berjalan melewati meja sekretarisnya. "Baik, Pak." Ethan terus berjalan hingga dia tiba di tempat parkir, mobilnya sudah berada di depan pintu dan sopir pribadinya bergegas membukakan pintu. "Rumah Sakit Pelita Bunda!" ucap Ethan. "Baik, Pak Ethan." Jalanan yang lumayan lengang membuat mobilnya melaju kencang ke rumah sakit, tak lama kemudian Ethan sampai dan langsung menuju ke kamar rawat mamanya yang berada di deretan kamar VVIP. Ethan benar-benar panik saat melihat mamanya terbaring lemas di tempat tidur, padahal pagi tadi mamanya masih baik-baik saja saat dia berkunjung. Dia segera menghampiri dokter yang merawat mamanya. “Dok, bagaimana keadaan mama saya?” tanya Ethan cemas. “Ethan mama sakit parah.” Suara mamanya membuat Ethan menoleh, bukannya dokter yang menjawab justru mamanya. “Ma, jangan bercanda! Mama
“Ethan apa yang kamu lakukan?”Ethan berhenti saat melihat mamanya berjalan ke arahnya, tidak menyangka mamanya berada di rumah padahal tadi masih berada di rumah sakit. “Mama sudah pulang?”“Apa yang sudah kamu lakukan, Ethan? Mengacaukan dinner yang sudah mama siapkan?” Wanita paruh baya itu menatap putranya tajam, merasa putus asa karena selalu gagal menjodohkan putranya. “Omong kosong apa yang kamu bicarakan pada Gisel?”Ethan melonggarkan dasinya yang sudah membuat lehernya tercekik, ternyata wanita itu mengadu pada mamanya. “Yang dikatakan Gisel memang benar, Ma.”Usai menjawab pertanyaan mamanya, Ethan melenggang pergi begitu saja. Namun, mamanya ternyata mengejarnya, menahan pergelangan tangannya lantas menghadang langkah kakinya. “Kamu sudah punya calon istri?” Wanita paruh baya itu menatap putranya tak percaya, selama ini dia tidak pernah melihat Ethan dekat dengan wanita.Ethan mengangguk mantap. “Ya, Ma.”“Astaga! Sungguh?” Wanita itu speechless bahkan sampai menutup mulu
Ethan terdiam setelah mendengar bisikan dari sekretarisnya, dia bahkan langsung mengambil ponsel sekretarisnya dan melihat foto yang sudah tersebar di grup maskapai. Ruang meeting seketika senyap. “Cari tahu di mana mereka sekarang!” perintah Ethan.Sekretaris itu mengangguk lantas kembali ke tempat duduknya masing-masing. Ethan kembali fokus pada meeting yang tinggal beberapa saat lagi. “Ada yang mau ditanyakan?”“Tidak ada, Pak Ethan,” jawab ketua tim meeting hari ini. Ethan mengangguk. “Revisi laporannya saya tunggu paling lambat besok siang. Sekian untuk meeting hari ini.”Lelaki itu bergegas keluar dari ruang meeting, diikuti oleh sekretarisnya. “Di mana mereka?”“Ada di café dekat terminal keberangkatan, Pak.”Tanpa mengatakan apapun, Ethan pergi menemui mamanya. Dia sama sekali tidak menyangka mamanya datang menemui Joanna, bisa gempar semua orang akibat tindakan mama. ***Joanna merasa tidak nyaman meskipun sudah tidak berada di ruang kru, ternyata di café tempat mereka du
"Maaf, bisa diulangi lagi!"Joanna semakin keringat dingin mendengar pertanyaan itu, dia justru mengatupkan mulutnya rapat-rapat membuat pegawai apotik itu kebingungan. "Mbak bisa diulangi? Maaf, saya tidak dengar," ucap pegawai itu sopan. "Test Pack, Mbak," jawab Joanna cepat. Jantungnya berdebar semakin menggila selepas menjawab pertanyaan itu. Dia benar-benar takut membeli barang yang seharusnya tidak dia beli. "Ini, Mbak."Joanna segera menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan dan bergegas meninggalkan tempat itu. "Mbak. Mbak kembaliannya."Suara teriakan dibelakangnya dia abaikan begitu saja. Wanita itu mencengkeram erat kantong plastik yang dia bawa. BRAK! Kepanikan membuat Joanna tidak fokus berjalan hingga membuatnya menabrak seseorang dan membuat kantong kresek yang dia bawa terjatuh. Wanita itu bergegas membungkuk, sebelum mengambil testpack yang keluar dari plastik, sebuah tangan mengambilnya lebih dulu. "Joanna apa yang kamu lakukan di sini?"DEG!Tubuh Joanna m
Mual yang terasa secara mendadak membuat Ethan spontan membuka matanya dan berlari menuju ke kamar mandi. Rasanya ingin muntah, tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya dan itu justru membuat Ethan semakin tersiksa."Sebenarnya ada apa denganku?" gumam Ethan. Sudah hampir seminggu dia mengalami mual selepas bangun tidur, beberapa kali melakukan pemeriksaan dan semua dokter yang dia temui mengatakan jika dia baik-baik saja.Ethan membasuh wajahnya dengan air setelah mual yang dia rasakan mereda. Lelaki itu langsung kembali ke tempat tidurnya. Dia menyambar ponsel lantas menghubungi sekretarisnya. "Halo, Pak Ethan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sekretarisnya dari seberang telepon sana.“Cepat telepon Dokter Agnes! Minta datang sekarang juga!” pinta Ethan. “Baik, Pak.”Ethan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, keringat dingin langsung membasahi tubuhnya. Baru saja mencoba memejamkan mata, tiba-tiba saja matanya kembali terbuka saat merasakan perutnya kembali bergejolak. “S