Jantung Joanna berdebar kencang saat dia melihat pantulan wajahnya di depan cermin setelah penata rias selesai meriasnya. Dia nyaris tidak mengenali wajahnya sendiri. Akhirnya, hari pernikahannya tiba juga. “Mbak Joanna cantik sekali,” puji penata rias itu. Joanna bahkan tidak bisa berkata-kata lagi. “Ayo, ganti gaun pengantin dulu, Mbak Joanna!” Wanita itu hanya menurut, tiga orang membantunya menggunakan gaun itu. Kini penampilannya sudah lengkap dari atas kepala sampai ujung kaki. Gaun yang memiliki ekor panjang itu melekat sempurna di tubuh Joanna. “Astaga, gaunnya cocok sekali dengan Mbak Joanna. Cantik sekali, Mbak!” puji penata rias itu lagi. Joanna tersenyum tipis. “Terima kasih.” Wanita itu tidak bisa berpaling dari cermin, meskipun gaun itu cukup berat tapi Joanna menyukai gaun itu. Desainer pilihan Ethan memang terbaik, bisa membuatkan gaun sesuai dengan permintaannya. Tok … Tok … Tok …. Suara ketukan pintu membuat semua orang menoleh ke pintu. “Sep
“Bagaimana dengan kamar pengantin?” Joanna bingung saat suaminya mengajaknya meninggalkan hotel tempat mereka melangsungkan pernikahan. Padahal, dia tahu Ethan sudah menyiapkan kamar untuk mereka dan harganya sangat mahal. Pertanyaan itu membuat Ethan menoleh. “Apa kamu ingin kita di sana?”Joanna menggeleng. “Tidak usah. Terserah kamu saja!”Ethan mengajak Joanna pergi ke kediamannya yang kini sudah resmi menjadi rumah mereka. Gerbang rumah langsung terbuka begitu Ethan tiba, seseorang langsung membukakan pintu untuk mereka setelah mobil itu berhenti di depan rumah. Ethan membantu Joanna mengangkat ekor gaun pengantin wanita itu. “Aku bisa sendiri, biar aku bawa,” ujar Joanna berusaha mengambil alih gaunnya. “Tidak usah, jalanlah dulu!”Joanna mengangguk, berkat Ethan dia bisa berjalan dengan nyaman. Wanita itu berhenti setelah melewati pintu, dia baru menyadari rumah Ethan begitu mewah sekali. Rasanya dia tidak bosan melihat furniture mewah yang ada di ruang tamu. “Joanna, seka
“Sekian briefing hari ini.” Lelaki berseragam pilot itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas begitu dia sadar jika masih punya banyak waktu untuk sekedar bersantai di cafetaria. Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Joanna yang masih berada di ruang briefing. Kesempatan bicara empat mata dengan wanita itu setelah semua orang meninggalkan ruangan. “Joanna.”Panggilan itu membuat Joanna mendongak, dia kaget melihat captain penerbangannya berdiri di depannya. “Ya, Captain Edward. Ada apa?”“Bagaimana kalau kita makan dulu? Bukankah kamu juga belum sarapan?” tebak Edward, dia hafal sekali jika Joanna dari dulu selalu sarapan di cafetaria sebelum penerbangan. Joanna mengusap perutnya, padahal dia sudah sarapan, entah kenapa malah lapar lagi. “Baiklah, ayo!”Senyum Edward mengembang sempurna mendengar jawaban Joanna, dia bahagia sekali karena Joanna mau menerima ajakannya. Sambil berjalan mereka mengobrol santai,
Suara ketukan pintu membuat Joanna menoleh. “Masuk saja, Bi! Pintunya nggak dikunci.” Akhirnya, makanan yang dia tunggu datang juga, setengah jam yang lalu memang dia meminta bibi untuk membelikan donat di tempat langganannya, entah kenapa mendadak Joanna ingin sekali makan donat. Senyum di wajah Joanna menghilang saat melihat Ethan muncul dari balik pintu kamarnya. Seketika dia menarik selimut untuk menutupi bahannya yang terbuka. “Bibi bilang kamu ingin makan donat. Tadi, aku belikan donat di tempat biasa kamu beli,” ujar lelaki itu sambil meletakkan kotak donat di atas pangkuan Joanna. Lelaki itu mengambil tempat duduk di tepi ranjang, menatap Joanna dengan tatapan dalam. Dengan sigap Joanna menggeser tubuhnya menjauh. Wanita itu menggigit bibir bawahnya karena harus berhadapan dengan Ethan, padahal selama ini dia berhasil menghindar dari lelaki itu. Rasanya masih canggung bagi Joanna. “Kenapa tidak bilang padaku kalau kamu sedang ngidam?” Ada rasa kecewa karena dia haru
"Lepas! Lepaskan aku!" Teriakan seorang wanita bergaun hitam di dalam kamar hotel VVIP itu menggema dalam seluruh ruangan. Namun sayang, ruangan yang kedap suara beserta dekapan pria tampan di atasnya seolah tak memberikan kesempatan bagi siapapun untuk menolongnya. "Diam! Diam, Sayang!" Dengan tangan kekarnya, lelaki itu mengangkat tubuh Joanna. Lelaki itu tidak peduli saat wanita itu terus meronta di dalam gendongannya. Bagaimana bisa dirinya berada di situasi seperti ini!? Wanita itu hanyalah berniat untuk mengambil barang kliennya yang tertinggal di dalam kamar, namun tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar menarik tangannya, dan menjatuhkannya ke atas ranjang! "Brengsek! Apa yang kamu lakukan padaku?" Joanna memukul dada lelaki itu dengan histeris. Cahaya sekitar yang remang-remang membuat Joanna tak bisa melihat jelas wajah lelaki itu. "Aarrgghhh!" pekik Joanna setelah tubuhnya dilempar di atas tempat tidur. DEG! Joanna terdiam ketika dia melihat paras lelaki bersetelan jas
“Jadi, dia punya kerja sampingan?” Ethan bersiul pelan setelah mengetahui fakta yang mengejutkan, ternyata wanita yang tidur dengannya adalah pramugarinya sendiri. “Mohon maaf, Pak Ethan. Sepertinya semalam ada kesalahan.” Seketika Ethan mendongak. “Maksud kamu apa?” “Joanna bukan wanita pesanan saya, Pak.” Ethan tertegun seketika. “Kamu yakin?” Sekretaris itu mengangguk dengan mantap. “Benar, Pak.” “Bagaimana bisa dia datang ke kamarku? Apa dia sengaja melakukannya?” Ethan semakin penasaran. “Akan saya cari tahu, Pak.” Ethan tidak peduli dengan semua itu, yang jelas dia sudah tertarik dengan Joanna. Sekali lagi Ethan menatap biodata Joanna yang ada di atas mejanya. Lelaki itu menyeraingai saat menyadari Joanna adalah orang yang pernah menggores hatinya di masa lalu dan sepertinya wanita itu masih belum menyadari siapa dirinya di masa lalu. Dia tidak menyangka selama ini wanita itu berada di dekatnya, dunia sempit sekali. “Mari kita lihat, Joanna. Apa kamu masih sama sombongn
"Mr. Ferdian?" Joanna tersenyum manis setelah menyapa seorang lelaki yang duduk sendiri. Joanna yakin tidak salah orang, wajah lelaki itu sama persis seperti foto yang sempat dia terima. "Maaf membuat anda menunggu lama." Joanna meletakkan tas di atas meja lantas duduk di depan lelaki itu. Lumayan saat dia sedang transit ada panggilan mendadak. Dari pada berdiam diri di kamar hotel, dia memilih melakukan kerja sampingan. Kepulan asap dari bibir lelaki itu membuat Joanna meremas ujung gaun yang dia gunakan. Dia benci sekali dengan asap rokok. Namun, demi pekerjaannya dia berusaha menahan diri. "Jadi, apa yang harus saya lakukan, Mr. Ferdian?" Joanna berusaha mengabaikan kepulan asap yang kian menjadi. "Tidak ada," jawab lelaki itu singkat. Joanna mengernyit mendengar jawaban itu. "Maksudnya? Apa anda marah karena saya datang terlambat?" Lelaki itu melempar puntung rokok di asbak lantas beranjak dari tempat duduknya. “Ikut saya!” “Eh, mau ke mana?” tanya Joanna bingung. Pertanya
Joanna mencengkeram erat ponselnya, raut wajahnya perlahan mulai memerah menahan amarah. Dia yakin sekali lagi-lagi pelanggannya membatalkan karena adanya campur tangan Ethan. Ini bukan kali pertama dia mengalaminya. Pandangan mata wanita itu berpindah menatap sekeliling ruang tunggu crew. Semua orang terlihat sibuk persiapan penerbangan, tapi saat ini Joanna tidak bisa fokus. Wanita itu langsung beranjak dari tempat duduknya, berjalan meninggalkan ruang crew. “Joanna, kamu mau ke mana?” Rosa menghadang langkah kaki Joanna. “Aku ada urusan sebentar,” jawabnya. “Jangan menghalangiku, Rosa!” “Eh, tapi sebentar lagi kita ada briefing. Tahu sendiri kalau Captain Edo tidak suka ada yang datang ter—” Rosa terdiam saat Joanna melewatinya begitu saja, temannya yang satu itu selalu tidak bisa dibilangi. Rosa mengendikkan bahu, tidak ingin ambil pusing, yang terpenting dia sudah mengingatkan. “Kalau ada masalah biar ditanggung sendiri!” Joanna berjalan cepat menuju ke ruang presdir maskapai