“Oh! Yon!” Emily mengurai rambut Arion, menikmati setiap sapuan lidah Arion di bawah sana. Rasanya sungguh luar biasa, lidah Arion keluar masuk dan membuat gerakan melingkar di dalam inti tubuhnya. Bahkan ujung lidahnya bermain di bagian pucuk kecil inti sensitifnya, membuat pikirannya kembali kosong dan melayang.
Suara jilatan di bawah sana terdengar begitu erotis, Arion menyesap dan meneguk semua cairan yang keluar.
Pria itu tersenyum dan menegakkan tubuhnya, tangannya menyentuh pipi Emily, tersenyum manis dan berkata, “Sudah bersih sayang,” dengan nafas beratnya.
Emily menatap sayu wajah Arion dan bangun dari sandarannya, wanita cantik itu meraup bibir Arion. Dia masih dapat merasakan cairannya dari dalam mulut Arion.
“Euhm!”
Ciuman panas antara mereka kembali terjadi, tangan Emily dengan natural turun untuk mengusap boa Arion yang sedari tadi menuk lembut perutnya.
“Ugh! Damn! Janga
Keesokan paginya, di dalam kamar presidensial suit. Emily membuka matanya dengan perlahan. Badannya terasa begitu remuk karena lagi-lagi Arion mengaminkan apa yang ia katakan. Stamina pria itu sungguh di luar nalar. Pria itu kembali terbangun dan kembali menyetubuhinya lebih dari satu jam. “Ugh!” lirih Emily merenggangkan tubuhnya. Ia memijit pelan keningnya, “Hah! Apa dia akan hilang lagi seperti kemarin?” gumamnya lirih. Ada sedikit rasa trauma, kecewa dan tidak ingin berharap. Tepat saat ia mengatakan itu, sebuah tangan lebar menyentuh wajahnya, “Morning.” Emily seketika menoleh dan membuka matanya, “A-arion?” Pria berhazel biru itu tersenyum dan membelai wajah Emily dengan sorot mata yang begitu teduh. “Ya?” “Kamu masih di sini?” tanya Emily tidak percaya dengan suara khas bangun tidurnya. “Hem, aku disini. Tidak ada alasan untuk pergi, bukan?” suara dominan pria itu seolah angin segar masuk ke dalam relung hati wanita cantik itu. Arion mendekat dan memasukkan wanita canti
Sesuai janji, Arion membawa Emily jalan-jalan menikmati kota paris sebelum mereka kembali ke Jerman. Pria itu tidak pernah melepaskan tangan Emily dari genggamannya. Pria itu menjadi begitu posesif. “Hah! Sekarang kalian pilih!” seru Eleanor sambil menghela napas berat sesaat mereka duduk di kursi cafe untuk melepas dahaga mereka. Arion menaikkan satu alisnya menatap Eleanor bingung, begitu juga Emily menatap Eleanor dengan tatapan polosnya. “Pilih apaan?” tanya Emily. “Aku atau kalian berdua yang pergi ke Planet MARS!!” seru Eleanor menatap tajam kepada kedua pasangan tidak ada akhlak yang ada di depannya saat ini. Hari ini, Eleanor benar-benar menjadi obat nyamuk, lebih tepatnya menjadi sekretaris atau sekalian saja asistent pribadi mereka berdua. “Bukannya sudah penuh?” celutuk Emily menggoda sahabatnya itu. Eleanor menatap gemas kepada Emily, baru semalam ia melihat Emily menangis bahkan seperti taka da semangat untuk hidup hanya karena satu pria ini. “Tsk! Ya sudah! Aku ke
Arion dan Emily sudah masuk ke dalam kamar hotel yang mereka pesan. Dan tentu saja, Arion selalu mengambil kamar yang terbaik untuk mereka berdua tempati. Suasana kamar terasa hangat dan nyaman. Kain satin perpaduan warna putih dan merah maroon melapisi tempat tidur besar, menciptakan kemewahan. Ornamen-ornamen kayu dengan ukiran yang rumit mempercantik dinding, sementara hiasan bunga segar menambah kesegaran di dalam ruangan. Mata Emily membelalak kagum menatap pemandangan yang terlihat dari jendela. View yang ia lihat saat ini begitu memanjakan mata nya, Emily melangkah perlahan, seolah terhipnotis dengan sinar lampu yang di pancarkan dari menara Eiffel. Arion menutup pintu dan melangkah, menyusul wanita pujaan hati nya. Arion melepaskan jaket yang masih bertengger di bahu Emily, setelah meletakkan jaket itu, dengan lengan kuat nya, ia kembali memeluk Emily dari belakang, menciumi tengkuk leher Emily dengan lekat. Aroma manis yang menyeruak dari tubuh Emily seperti candu untuk n
Arion yang tidak tahan segera mengubah posisi mereka, membuat Emily sekarang berada di bagian bawah. Sedangkan pria itu dengan posisi berlutut dan dengan tatapan yang begitu mendominasi, “Buka dengan lebar sayang! Aku ingin melahapmu sekarang juga!” Emily membuka kedua pahanya dengan lebar mengikuti titah Arion, memperlihatkan inti tubuhnya yang sudah begitu lembab karena cairannya yang tercampur dengan saliva Arion. Arion meneguk salivanya, “Damn! Kenapa ini sangat menggiurkan!” serak Arion yang tidak jadi menghujam boanya. Pria itu malah menggunakan kedua tangannya untuk membuka bibir miss v Emily dengan lebar, terlihat warna pink di bagian dalamnya. Arion mendekatkan wajahnya dan menjulurkan lidahnya, sedetik kemudian ia menyapu miss v Emily dari bawah ke atas. “Ough Yon!” eluh Emily merasa geli di sekujur tubuhnya. Saraf-saraf bahkan sendi-sendinya terasa begitu ngilu atas aktifitas yang di lakukan Arion. Emily mengangkat pinggulnya, membuat lidah Arion masuk semakin dalam.
“Morning,”Arion menyapa Emily saat wanita cantik itu mulai menggeliat di dalam pelukannya. Lengan Arion sendiri sudah kebas karena menjadi bantal untuk wanitanya itu.Semalam mereka berdua benar-benar t idur di sofa panjang, dan Arion tidak membiarkan Emily jauh dari dirinya sedikitpun.Emily tidur dengan nyaman dan hangat di dalam pelukan Arion.“Morning,”Sahut Emily dengan suara khas bangun tidurnya, memancarkan senyuman indah di wajahnya yang manis.Dan di saat kedua lovey dovey ini menikmati waktu pagi mereka, suara ponsel Arion terus saja berdering.“Tunggu,” Emily mengangguk dan membiarkan Arion turun dari sofa untuk mengambil ponselnya yang ada di atas meja.“Reynard?” gumamnya.Arion menghela napas dan menoleh ke Emily, dengan gerakan tangan di depan bibirnya. Meminta agar Emily tidak bersuara. Wanita cantik itupun dengan patuh mengangguk.“Yon! Kamu dimana?!” seru Reynard dari seberang sana begitu Arion menerima panggilannya.“Ada apa?”“Hadeh! Si kresek bikin ulah di kant
“Hah Sial! Dia kembali lagi!" umpat Reynard melihat Tasha yang baru saja keluar dari lift dengan baju kekurangan bahan. Entah baju model apa yang ia kenakan saat ini.“Arion dimana? Dia belum ngasih kabar?”“Hem, belum ada kabar.” Sahut Reynard singkat menjawab Felix yang tengah melacak sesuatu.Felix tidak peduli dengan kedatangan Tasha, sikapnya yang acuh membuat dirinya tidak peduli jika ada yang tidak menyukainya, apalagi orang tersebut tidak ada hubungan dengannya.“Rey, Felix, apa Ayang bebebku sudah datang?” tanya Tasha yang kini berdiri di depan Reynard.Felix yang mendengar hal itu langsung berpamitan, “Rey aku ke toilet bentar,”“Akuuu ikut Fel!!! Tiba-tiba mual!” celutuk Eleanor mengejar Felix.Tinggallah Reynard, “Hah sial! Aku ditinggalin! Katanya sayang sama aku! Kenapa malah kabur!”gerutu Reynard sambil menatap punggung Eleanor dan Felix yang sudah berbelok di ujung koridor kantor.“Arion sepertinya tidak datang, dia masih sibuk! Lagi pula kamu kan pacarnya? Kan bisa k
Emily dengan enggan memasuki paviliun milik Arion, ia masih sangat kesal dengan kejadian kemarin. Dia merasa seperti di selingkuhi di depan mata.Tapi mau tidak mau, dia harus melakukan pekerjaannya saat ini. Begitu masuk ke dalam paviliun, Emily menuju dapur, menyiapkan sarapan untuk Arion. Ia dengan sengaja datang satu jam lebi cepat agar tidak bertemu dengan Arion di dalam kamarnya.Dia begitu hafas jam bangun Arion, biasanya di atas jam enam pagi. Pria itu baru memulai aktivitasnya.Emily bergerak lebih cepat dari pada biasanya. Setelah menyelesaikan sarapan, ia menaruhnya di atas baki, sambil membawanya masuk ke dalam kamar Arion. Dengan begitu pelan Emily membuka pintu kamar, “Huft! Syukurlah dia masih tidur.” Gumamnya pelan.Ia berjalan begitu pelan, enggan menimbulkan suara, tidak ingin membuat Arion terbangun. Dia terlalu malas untuk menemani pria itu untuk berbicara.Emily menuju meja dan meletakkan baki yang berisi sarapan untuk Arion, roti lapis dan susu hangat.Usai melet
Kembali ia mengambil kecupan di pipi Emily, “Aku mandi, hem?”Emily mengangguk. Memberikan jawaban.Beberapa saat kemudian Arion menyelesaikan mandinya, tapi tidak mendapati Emily di tempatnya tadi. Pria itu hanya menghela nafas dan melangkah menuju wardrobenya untuk berpakaian.Begitu selesai, ia keluar kamar, ia mendapati Emily tengah sibuk dengan ipad di tangannya lantai dua. Pria itu turun menggunakan tangga utama, turun ke bawah.“Kenapa keluar kamar?” tanya Arion.“Biasanya kan juga seperti itu,”jawab Emily tenang sambil membereskan barangnya-barangnya, lalu memasukkan ke dalam tasnya.“Sudah sarapan juga?” tanya Emily kemudian, karena merasa Arion keluar dari kamar terlalu cepat dari biasanya.“Hem,” balas Arion pelan.Emily pun berdiri dan melangkah menuju pintu utama, dan membuka pintu. “Silahkan,” ucap Emily, kembali formal.Arion menghela nafas kasar, ia tak suka jika Emily bersikap seperti ini.Tepat saat berjalan keluar, Bella dan Austin seperti biasa sedang berjalan-jala