Seketika, Carlton menaruh kembali tubuh Adelia di atas tempat tidur dan menutup tubuhnya kembali dengan selimut.
"Ma-maaf, Babe! Tadi itu tidak sengaja!" ucapnya dengan tawa yang menggelikan.
Adelia cemberut dan segera menarik selimut itu sampai ke dagu.
"Dasar mesum!" ucap Adelia, dia memalingkan wajahnya, "dan berhenti panggil aku babe!"
Carlton menghela nafas panjang, lalu duduk di samping Adelia. "Emmm! Tapi, aku akan tetap memanggilmu, Babe."
Adelia melotot. Hanya saja belum sempat berbicara, Carlton tiba-tiba sudah menyela, "Oh, iya. aku ingin bertanya padamu, apakah boleh?"
"Mau tanya apa?"
Carlton tersenyum dan wajahnya mendekati telinga Adelia. "Babe, siapa nama kamu? Mengapa kamu bisa ada di kamarku?" tanya Carlton.
Adelia terdiam sejenak, karena dia kembali teringat tentang apa yang telah terjadi sebelumnya. "Aku? Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini? Tapi ...." Adelia mulai merasakan perasaan sesak ketika teringat tentang Alvin.
"Alvin! Bagaimana dengan dia? Apakah dia menunggu aku?" gumam Adelia yang kemudian, tanpa dia sadari, air mata pun langsung jatuh membasahi pipinya.
"Eh! Babe, kamu kenapa?" tanya Carlton panik. Dia refleks langsung memeluk Adelia."Jangan menangis! Tolong jangan menangis ya! Aku sungguh tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang?!" ucap Carlton yang mulai panik sendiri.Sayangnya, Adelia justru menangis semakin keras. "Bagaimana ini? Aku sudah kotor sekarang! Aku sudah kotor!" teriak Adelia yang terus menangis dalam pelukan Carlton dan membuatnya semakin bingung."Aduh! Babe, tolong jangan menangis lagi! Aku ... Ahhh! Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang?" ucap Carlton.Dia kemudian mengelus lembut punggung Adelia. "Sudah ya! Jangan menangis lagi! Aku minta maaf karena sudah menyakiti kamu," bujuk Carlton sebisanya."Ta-tapi aku sudah kotor sekarang dan jika Alvin tahu aku sudah tak suci lagi, dia pasti tidak akan mau dengan aku lagi dan aku belum siap untuk kehilangan dia, aku tidak sanggup sama sekali!" lirih Adelia dengan isak tangis yang membuat Carlton merasa bersalah."Emmm! Maafkan aku, tadi malam aku sungguh tidak sengaja menarik kamu untuk masuk ke dalam masalah ini. Tapi, aku berjanji akan menjadi pria yang bertanggungjawab jika pria bernama Alvin itu tak mau menerima kamu, maka aku siap menggantikan dia," ucap Carlton yang kemudian mengecup lembut dahi Adelia."Sudah ya, Babe! Kamu jangan menangis lagi!" ucap Carlton yang menatap Adelia dengan tatapan lembut.
Adelia pun mendongakkan kepalanya menatap wajah tampan Carlton yang berada tepat sangat dekat dengannya.
"Kamu memang tampan, tapi aku tidak mencintai kamu!" jawab Adelia yang kembali terisak.
Mendengar itu, Carlton hanya bersikap pasrah tak bisa melakukan apapun pada gadis yang sudah dia nodai itu.Hanya saja, saat Adelia masih sibuk memukul dada Carlton untuk melampiaskan amarahnya.Tok' tok' tok'
Tiba-tiba saja, suara ketukan mengejutkan keduanya.
"Itu?"
Carlton menaikan alisnya menatap ke arah pintu.Sedangkan Adelia, dia menghentikan aksinya.
"Ada yang mengetuk pintu. Mungkinkah dia ....."Mata Adelia langsung terbelalak dan secepatnya melepaskan tangannya yang masih memegang dada Carlton. "Mungkinkah itu Alvin?" paniknya."Tidak! Kalau Alvin tahu aku di sini dalam keadaan seperti ini, dia pasti akan marah sekali padaku dan aku ... Ah! Aku tidak mau putus dengan dia! Aku tidak mau!" ucap Adelia yang segera mendorong Carlton hingga pelukan itu pun terlepas."Hei! Babe, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Carlton yang terkejut ketika melihat Adelia berhasil melepaskan diri dari dalam pelukannya.
Lalu Adelia segera turun dari atas tempat tidur."Pakaianku! Di mana pakaian aku?" tanyanya dengan panik.Carlton menghela napas kasar ketika melihat Adelia yang panik mencari pakaiannya sendiri. "Haistt! Babe, pakaian kamu sepertinya sudah tidak bisa dipakai lagi," ucap Carlton.Mendengar itu, Adelia menghentikan aksinya lalu menoleh ke arah Carlton. "Apa yang tadi kamu katakan? Pakaianku tidak bisa dipakai lagi?" Carlton mengangguk. "Ya! Sudah tidak bisa dipakai! Lebih baik, kamu tunggu dengan tenang di sisiku sampai asisten pribadiku datang membawakan pakaian baru untuk kamu! Atau ...." Carlton menyeringai sambil menarik tangan Adelia hingga jatuh ke lagi ke dalam pelukannya."Ahh!" Adelia berteriak keras saat dahinya terbentur keras menabrak dada Carlton.BUGH!
Dahi Adelia terasa sakit sekali.
"Aduh! Sakit sekali!" keluh Adelia sambil mengelus dengan lembut.Melihat itu, Carlton segera memeriksa dahi Adelia."Eh! mana yang sakit? Coba beritahu aku?!" tanya Carlton yang ingin memeriksa.Namun, Adelia segera menepisnya. "Jangan sembarangan menyentuh aku! a-aku tidak sudi disentuh oleh orang aneh seperti kamu!" bentaknya.Carlton pun tak memaksanya. "Baiklah! Aku tidak akan menyentuh kamu! Tapi lebih baik, kamu berbaring saja sampai asistenku datang membawa pakaian baru untuk kamu," ucapnya, tak mau mengganggu Adelia lagi."Aku mau buka pintu dulu, ya Babe!"Carlton pun berjalan meninggalkan Adelia untuk membuka pintu.
Karena sejak tadi, pintu itu terus diketuk dan suaranya semakin keras yang membuat Carlton sangat terganggu oleh suara itu.
"Sial! Siapa yang berani mengganggu kesenanganku hari ini?" gerutu Carlton sangat kesal.Wajahnya begitu dingin.
Ekspresi yang tak pernah ditunjukannya pada Adelia sejak bangun tadi.Hanya saja, Carlton mengerenyitkan dahi saat melihat sosok di balik pintu yang tak dia kenal sama sekali.
"Siapa kalian?" tanyanya saat melihat sosok pria dan wanita sedang berdiri di depan pintu mencari Adelia!Tok' tok' tok'Suara ketukan itu membuat keduanya terkejut."Carl, ada yang orang di luar, apa mungkin Kakek kamu sudah sampai?" ucap Adelia dengan gugup."Ini masih pagi, tidak mungkin Kakek tua itu datang," jawab Carlton sambil mengecup lembut bahu Adelia."Sudah jangan memikirkannya, kamu pasti masih ngantuk kan sayang? Lebih baik, tidur lagi saja ya," perintahnya.Adelia menoleh dan menatap Carlton yang tersenyum kepadanya."Tapi Carl, aku tidak tenang. Aku takut membuat Kakek kamu marah dan juga status kita kan ...." Adelia langsung menundukkan kepalanya, bibirnya gemetar dengan tangan yang meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya itu.Carlton mengerenyitkan dahinya."Apa maksud kamu sayang? Status? Status apa sayang?" tanyanya dengan tatapan penasaran.Adelia masih menunduk, dia benar-benar tak memiliki kepercayaan diri sama sekali.Dia sadar, jika dirinya hanyalah wanita miskin yang tak mungkin diterima oleh keluarga kaya seperti keluarga Carlton, dia juga tahu kalau pernika
Keesokan harinya.Matahari bersinar terang dan cahayanya pun menembus celah-celah kaca jendela dibalik tirai yang masih tertutup rapat di dalam sebuah kamar yang di dalamnya, ada sepasang pria dan wanita masih berbaring saling memeluk satu sama lainnya di bawah sebuah selimut.Hingga tiba-tiba saja.Drrrrttt ....Suara ponsel membangunkan keduanya."Hhmm ... Carl, itu ponsel kamu bukan?" ucap Adelia dengan mata yang masih tertutup rapat, rasanya sangat berat untuk membukanya.Carlton pun perlahan membuka matanya dan tangannya langsung meraba ke arah meja nakas yang ada di sebelahnya."Emm ... Sepertinya memang ponsel aku sayang, kamu tidur lagi saja, pasti kamu lelah sekali kan?" jawabnya sambil terus meraba meja nakas di sebelahnya dan akhirnya, dia pun berakhir mendapatkannya."Siapa sih yang ganggu sepagi ini? Tidak tahu apa kalau hari ini adalah hari libur, bisa-bisanya menganggu orang yang sedang tidur!" gerutunya.Carlton yang sudah berhasil mendapatkan ponselnya pun langsung me
"Ma ... Pa! Tolong jangan tinggalkan Lia sendirian di sini, Lia butuh mama sama papa," ucapnya dengan mata terpejam, Adelia terus mengeluarkan air matanya."Dia sedang bermimpi tentang kedua orang tuanya?" ucap Carlton, dia pun jadi teringat dengan mendiang kedua orang tuanya, yang sama seperti Adelia, sudah meninggal saat dirinya masih kecil."Sayang, nasib kita sama, kita sama-sama anak yatim piatu."Carlton pun langsung menaruh ponsel Adelia diatas meja nakas dan dia segera berbaring di sebelah Adelia."Sayang, aku memahami perasaan kamu saat ini, kamu pasti kangen kan sama mendiang kedua orang tua kamu, aku ...." Carlton pun ikut sedih, karena dia juga jadi teringat mendiang kedua orang tuanya."Mama, papa! Aku juga kangen kalian," lirihnya.Carlton segera memeluk Adelia."Sayang, kita memiliki nasib yang sama dan semoga saat kita memiliki anak nanti, anak kita tidak memiliki nasib yang sama dan semoga kita diberi panjang umur agar bisa melihat mereka dewasa." Carlton memeluk erat
"Halo!" jawab Carlton dengan nada tegas.Di seberang sana.Jerry yang sedang duduk diatas sofa bersama seorang wanita sexy tertawa penuh kepuasan."Halo keponakan om tersayang! Sedang apa sekarang?" tanyanya.Carlton mengetuk-ngetuk pelan meja di depannya, dia tersenyum tipis."Sedang menikmati kebahagiaan karena ada yang sudah mati-matian merencanakan semuanya dengan susah payah, ternyata rencana gagal total," jawab Carlton.Seketika senyuman Jerry pun menghilang."Brengsek! Berani sekali bocah seperti kamu menyindir saya! Jangan mentang-mentang kamu ....""Santai om, jangan marah-marah seperti itu! Ingat, umur om sudah tidak muda lagi, takutnya Asam urat om kambuh terus tidak bisa menikmati wanita cantik dalam pelukan om saat ini, rugi dong kalau sudah bayar mahal tidak bisa dinikmati, ya kan?" Carlton tertawa mengejek.Jerry semakin kesal mendengarnya."Diam kamu Carl! Berani sekali kamu mengejek saya! Kamu benar-benar anak kurang ajar! Dasar anak kurang didikan ya begini hasilnya,
"I-ini ... Mau apalagi sih dia?" gerutu Adelia, dia langsung kesal ketika melihat pesan yang ternyata dari pria yang sudah mengkhianatinya itu."Cih! Dasar tidak tahu malu, mau apalagi si dia menghubungiku lagi? Memangnya belum puas sudah bersama dengan wanita tidak tahu malu itu?" Adelia terus mengumpat kesal dan rasa kantuknya langsung hilang karena melihat nama itu, padahal dia belum membaca isinya tapi api amarahnya langsung menyala baru melihat namanya saja."Sial! Kenapa harus sekarang sih? Aku mau istirahat tidak bisakah ...." Adelia menghela napas panjang, lalu segera duduk kembali."Sudahlah, aku baca dulu pesan apa yang dia kirimkan padaku," ucapnya sambil membuka kunci layar ponselnya, Adelia pun membaca pesan itu."Eh! Mau apalagi dia?!" raut wajah Adelia seketika berubah jijik ketika melihat pesan dari calon suaminya, lebih tepatnya dia sudah menganggap jika dia sudah menjadi mantan."Cih! Untuk apalagi masih berpura-pura menjadi pria yang setia dan seolah kalau aku satu-
"Berikan!"Carlton mengulurkan tangannya dengan tatapan kesal.Asep langsung bergidik melihat tatapan seram majikannya itu.Glek!"Tuan seram sekali!" gumamnya sambil menelan ludahnya secara kasar.Namun, dia pun segera memberikan ponsel itu ke tangan Carlton."I-ini ponselnya Tuan!" ucapnya dengan tangan bergetar.Carlton segera meraihnya dan dia segera menatap layar ponselnya yang masih menyala."Sial!" umpatnya secara tiba-tiba dan eksprwsu wajahnya lebih menyeramkan dari sebelumnya.Membuat Asep semakin ketakutan dan demi menghindari amarah majikannya, Asep segera pergi meninggalkan ruangan itu.Sedangkan Adelia, dia yang sudah selesai makan pun, bergerak mendekati Carlton karena rasa penasarannya."Carl! Kamu kenapa?" tanyanya sambil perlahan melirik ke arah layar ponsel milik Carlton yang terus mengeluarkan bunyi."Eh! Nomor tidak dikenal," ucap Adelia sambil melirik ke arah Carlton yang masih merengut menahan amarahnya."Carl! Kamu baik-baik saja kan? Apakah kamu merasa adanya