"Siapa kalian?" tanya Carlton.
Namun, wanita yang ada di depan Carlton hanya membuka mulutnya dan menatap Carlton dengan tatapan tidak biasa.
Pria itu jelas sadar dengan tatapan menjijikan semacam itu. Carlton lantas menatapnya tajam. "Cepat! apa yang kalian inginkan! Waktu saya tidak banyak untuk melayani orang-orang semacam kalian!" tegasnya.
Seketika Lusi tersadar, lalu melirik ke arah pria yang ada di sampingnya.
"Vin, sepertinya kita salah kamar. Adel tidak mungkin ada di sini, tapi ...." Wanita itu langsung membuka layar ponselnya untuk menegaskan nomor kamar yang dia kirim tadi malam kepada sahabatnya itu.
"Eh! Kita salah kamar! Ini bukan kamar 171 tapi 170," ucapnya sambil tersenyum malu kepada pria yang ada di sampingnya.
"Oh, salah ya! Baguslah kalau begitu," ucap pria yang tak lain adalah Alvin.
"Kalau begitu, ayo pergi! Aku yakin kalau Adel tidak mungkin mengkhianati aku dan dia adalah wanita yang sangat baik," ucap Alvin sambil melirik sekilas ke arah Carlto dan berlalu begitu saja tanpa mengucapkan satu patah katapun padanya.
Sedangkan Lusi, wanita yang bersama Alvin masih tetap tersenyum ke arah Carlton.
"Maafkan kami karena sudah mengganggu waktu istirahat anda," ucapnya dengan kedipan mata genitnya.
Lalu, wanita itu segera pergi bersama pria di sebelahnya.
Melihat itu, seketika seluruh tubuh Carlton bergidik karena jijik.
"Hih! Jelek sekali wanita itu! diberi seratus pun aku tak tertarik sama sekali, tapi kalau yang di dalam ... satu pun aku tak akan pernah puas," ucap Carlton dengan seringai nakalnya.
Dia pun bergegas ingin menutup pintu.
Hanya saja, belum sempat dia menutup rapat pintunya.
Dia terkejut saat mendengar suara bising di kamar sebelahnya.
"Kenapa ramai sekali? Apakah pria itu sedang menangkap basah sebuah perselingkuhan? Tapi bukannya wanita itu ...." Entah kenapa, jiwa ingin tahu Carlton pun muncul dan pikirannya langsung tertuju pada wanita yang menghabiskan malam bersama dengannya.
"Alvin?" gumam Carlton yang perlahan melirik ke arah Adelia, "Mungkinkah dia datang untuk wanita milikku ini? Tapi ...."
Carlton kembali melihat ke arah luar.
Di sana ada seorang pria paruh baya yang berteriak marah kepada Lusi dan Alvin.
"Siapa kalian? Berani sekali kalian mengganggu waktu istirahat saya?" bentaknya.
"Saya mendengar jika tunangan saya berada di kamar ini. Cepat! Suruh dia keluar untuk menemui saya!" balas Alvin yang tak mau kalah dengan suara keras dari pria paruh baya itu.
"Hah? Tunangan kamu? Siapa tunangan kamu? Apakah gadis cantik yang seharusnya melayani saya tadi malam, tapi tak datang sama sekali?" jawab pria paruh baya itu dengan tatapan kesal.
"Sepertinya gara-gara kamu, gadis cantik yang sudah saya beli dengan harga sangat mahal itu tidak datang dan malah datang wanita jelek yang sebenarnya saya juga tidak merasa puas! maka ...." Pria paruh baya itu segera menarik tangan wanita yang semalam melayaninya, lalu mendorongnya tepat di depan Alvin.
"Nih, ambil wanita jelek ini! Saya kecewa sekali dengan pelayanannya! Wanita jalang seperti ini sudah sering saya temukan di mana-mana!" ucap pria paruh baya itu, lalu membanting pintu dengan kerasnya.
BRAKK!
Pintu pun tertutup dan meninggalkan tiga orang yang kini saling menatap satu sama lainnya.
"Ini!" Alvin menatap ke arah Lusi.
"Lusi, semalam kamu mengatakan kalau Adel pergi ke Hotel ini untuk menjual tubuhnya. Tapi sekarang, di mana Adel? Mengapa hanya ada wanita ini?" tanya Alvin.
Lusi gemetar, karena dia juga sama terkejutnya.
"Vin, aku ... aku juga tidak tahu! Tapi, semalam aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau Adel masuk ke dalam Hotel ini dan dia ...."
"Cukup! Aku tahu kalau kamu mencintaiku dan kamu tidak pernah terima kalau Adelia adalah calon istriku! tapi, kamu harus ingat! Lusi kamu sendiri yang menawarkan diri untuk jadi selingkuhan aku dan kamu juga tahu sendiri, aku hanya mencintai dia. Jadi, berhenti membuat fitnah agar aku membencinya," ucap Alvin yang segera membalikkan tubuhnya.
"Lusi, kamu harus ingat! Kamu sendiri yang ingin menjadi selingkuhan, jadi jangan harap kalau aku akan menerima kamu seperti Adelia!" tegas Alvin yang setelah itu, bergegas pergi meninggalkan Lusi serta wanita yang menjadi pengganti Adelia.
"Vin! Alvin! Tunggu aku! Jangan ... Jangan tinggalkan aku!" Teriak Lusi yang segera berlari mengejar Alvin.
"Alvin sayang! Tunggu aku! Aku mohon sayang! Tunggu aku!" Lusi terus berteriak memanggil Alvin yang tak menghiraukan dirinya sama sekali.
Sedangkan Carlton, dia yang menjadi penonton hanya tersenyum tipis.
"Drama kehidupan yang sangat lucu sekali! Dia yang selingkuh tapi ingin menangkap pasangannya yang dituduh selingkuh! Ckckck ... Benar-benar brengsek!" gumamnya yang kemudian menutup pintu itu.
Namun, saat Carlton hendak membalikkan tubuhnya.
Dia terkejut saat melihat sosok Adelia yang sedang berdiri mematung di belakangnya.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Carlton yang menatap bingung ke arah wanita itu.
Sayangnya, Adelia justru tampak gemetar. Wajahnya bahkan jauh lebih pucat dari sebelumnya.
"Mereka....""Hei, kamu kenapa?" tanya Carlton kembali. Adelia tersentak dan segera menghapus sir matanya yang tak dia sadari, telah lolos membasahi pipinya. "Ah! aku ... aku baik-baik saja!" jawab Adelia. Dia bergegas untuk menyembunyikan kesedihannya. Namun, Carlton semakin penasaran padanya. "Ada apa? Mengapa kamu terlihat sedih sekali? Apakah kamu mengenal dua orang brengsek tadi?" tanya Carlton yang kemudian segera meraih tangan Adelia. "Ya, aku mengenal mereka berdua!" jawab Adelia akhirnya dengan jujur. "Aku mau pulang! Kapan pakaianku datang? Aku sudah tidak tahan lagi jika terlalu lama di sini." Ditahannya mati-matian air matanya yang entah mengapa terus mengalir. Setelah memastikan perasaannya sudah membaik, Adelia lantas membalikkan tubuhnya hendak beranjak pergi. Hanya saja, Carlton tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Apakah pria brengsek itu adalah Alvin yang tadi terus kamu katakan itu?" tanya Carlton. Adelia terdiam, lalu menutup matanya secara perlahan. Tubuhnya bah
Cukup lama Daffa menatap pintu yang sudah tertutup rapat, hingga akhirnya menghembuskan nafas kasar. "Baiklah! Lebih baik aku pergi saja dulu, tidak mungkin aku berdiri terus di sini. Nanti bisa-bisanya aku dikira penjahat di sini!" ucap asisten Carlton itu bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Sementara itu, Carlton tampak berjalan menghampiri dokter wanita yang kini hendak memulai untuk melakukan pemeriksaan. "Nona, bolehkah saya tahu nama anda?" tanyanya dengan ramah. Adelia mengangguk. "Boleh dok! Nama saya Adelia," jawabnya. "Baiklah! Umur berapa dan apa keluhan yang anda rasakan?" tanya dokter itu lagi. Adelia terdiam sejenak, lalu melirik ke arah Carlton yang berdiri di belakang sang dokter. "Emmm! Saya ...." Adelia merasa canggung untuk mengatakannya. Dokter itu mengerenyitkan dahinya. "Ada apa nona? Apa ada sesuatu yang salah?" tanyanya. Adelia menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali! Hanya saja ...." Adelia menarik nafas panjang, lalu melanjutkan ucapannya.
"Kenapa tiba-tiba Kakek menghubungiku? Apakah mungkin ...." Carlton tak mau berpikir lebih panjang lagi, sehingga dia segera menjawab panggilan itu. "Halo--" "Carl, di mana kamu? Jangan katakan kalau kamu sedang bersenang-senang dengan para wanita murahan itu daripada datang menemui Kakek kamu ini?!" Belum sempat berbicara, sang Kakek sudah membentak Carlton dengan penuh emosi. Jelas, pria itu mengerenyitkan dahi. "Dari mana Kakek tahu? Apakah mungkin ada orang yang memberitahunya?" gumamnya Entah mengapa, dia semakin yakin bahwa pelakunya bukanlah orang yang jauh darinya. "Kakek! Aku sebenarnya mau bertemu dengan Kakek, hanya saja aku ...." Belum selesai Carlton menyelesaikan ucapannya.... CEKLEK! Suara pintu kamar mandi pun terbuka dan muncullah sosok Adelia dari sana. "Tuan, aku mau pergi sekarang!" teriaknya dengan nada keras. Carlton langsung menoleh ke arah Adelia. "Eh! siapa yang mengizinkan kamu untuk pergi dari sini?!" jawab Carlton dengan tegas. Adelia menatap
Tut' tut' tut' Daffa yang belum bicara apapun, langsung terkejut. "Bos!" Daffa menatap layar ponselnya yang sudah berubah menjadi gelap. "Kenapa dia menyusahkan sekali! Aku bahkan tidak tahu wajah wanitanya, bagaimana mungkin aku mencarinya!" keluh Daffa, putus asa. Tak lama, asisten Carlton itu mengirim pesan pada Carlton. [Bos, bagaimana rupa wanita anda? Maaf, tapi saya kan belum sempat melihatnya sama sekali] Pesan pun terkirim. Setelahnya, dia menaruh gelas yang masih ada di tangannya, lalu bergegas bangun dari tempat duduknya.Sambil berjalan ke arah kasir untuk membayar satu gelas kopi yang sudah dia habiskan. "Terima kasih!" ucap Daffa sambil memberikan uang tagihan atas satu cangkir kopi yang sudah dia habiskan. "Terima kasih kembali, mas!" jawab sang kasir dengan senyuman ramahnya. Setelah selesai, Daffa berjalan keluar dari Cafe itu dan bergegas menuju kamar tempat Carlton berada. Drrt! [Foto masuk]"Cari wanita ini!" Daffa langsung membuka pesan itu dan ... m
Di sisi lain, Adelia masih saja sibuk dengan semua pikirannya bahkan tak peduli dengan semua yang ada di sekitarnya. Hanya saja, tepukan di bahunya membuatnya tersentak. "Nona!""Ah, iya!" jawab Adelia, yang segera menghapus air matanya. Hanya saja, dia bingung dengan pria di hadapannya kini. "Siapa Anda?" Daffa tersenyum, lalu segera duduk di sebelahnya. "Maaf mengganggu waktunya, tapi tadi saya melihat anda sedang menangis, jadi saya ingin memberikan ini pada anda," ucap Daffa sembari memberikan satu bungkus tissue ke arah Adelia. Ya, dia sedikit berbohong. Daffa takut kalau memberitahu bahwa dirinya bawahan Carlton akan membuat wanita ini kabur. "Ini ...." Adelia menatap Daffa sejenak. Walaupun ada rasa ragu, dia akhirnya mengambil tissue itu. "Terima kasih!" ucapnya, tulus. Segera dihapusnya air mata. Sedangkan Daffa, dia terus menatapnya sambil tersenyum. "Dia manis sekali! Ah, pantas saja Bos langsung menyukainya. Kalau itu aku, tentu saja aku juga sama seperti Bos," g
Kini, Adelia diam-diam melirik ke arah Carlton yang sedang mengemudi. Jujur saja, Carltok jauh lebih tampan dari Alvin. Sayangnya, ini bukan tipe ketampanan yang disukai Adelia. Wanita itu lantas memalingkan wajahnya lagi ke arah jendela.Carlton sendiri menyadari tatapan Adelia. Pria itu tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Adelia."Babe, aku memang tampan! Jika kamu masih belum puas, silahkan tatap lagi. Aku sungguh tidak merasa keberatan sama sekali!" ucap Carlton.Adelia segera menarik tangannya. "Jangan sentuh tanganku secara sembarangan!" pekiknya dengan kesal.Carlton menaikan alisnya. "Kenapa tidak boleh? Bukankah aku bahkan sudah pernah menyentuh setiap inci dari tubuh kamu?" godanya. Adelia sontak melirik tajam ke arah Carlton. "Kamu!" Hanya saja, dia tak bisa melanjutkan ucapannya. Jadi, wanita itu hanya bisa menatap kesal Carlton dan kembali memalingkan wajahnya.Carlton menghela nafas panjang, lalu segera menepikan mobilnya membuat Adeli
Mobil pun berhenti tepat di sebuah gedung yang asing bagi Adelia. "Ini ...." Adelia menatap ke arah Carlton saat mobil itu berhenti. Carlton menoleh ke arah Adelia. "Ikut aku!" ajak Carlton. Adelia yang masih takut pun, masih duduk diam. "Mau apa ke dalam? Ka-kamu jangan katakan kamu ...." Adelia segera menyilangkan kedua tangannya di dada secara refleks. "Eh!" Carlton menaikan alisnya ketika melihat Adelia seperti itu. "Kenapa seperti itu? Apakah aku terlihat seperti seorang yang mau memakan kamu?" ucap Carlton. "Aku ...." Adelia merasa canggung dan secepatnya melepaskan kedua tangannya. "Aku tidak berfikir seperti itu! Hanya saja, aku takut kamu akan melakukan hal tidak senonoh seperti yang sebelumnya kamu lakukan padaku!" jawab Adelia, dia memalingkan wajahnya ke arah jendela. Carlton terkekeh mendengarny
Carlton memicingkan matanya saat mendengar ucapan Adelia."Aku kenapa?" tanyanya.Adelia yang sudah membuka mulutnya sangat lebar langsung mengatupkannya kembali."Kamu ... Kamu pasti mengajukan pinjaman online memakai data-data milik aku kan? Ya kan?" tuduh Adelia.Seketika, Carlton tertawa keras saat mendengarnya."Hah! Pinjaman online? Aku meminjam data-data kamu untuk membuat pinjaman online? Hahahaha ... Hahahaha ...." Carlton tertawa keras dan baru kali ini, ada wanita sepolos Adelia."Kamu? Kenapa kamu tertawa?" tanya Adelia yang bingung melihat Carlton tertawa terbahak-bahak."Aku ... Pinjaman online? Hahahaha ...." Carlton tertawa lagi, dia tak bisa menghentikan tawanya itu sampai menangis, karena dia tak bisa berhenti tertawa."Kenapa sih kamu terus tertawa? Aku benar-benar bingung sama kamu!" ucap Adelia, dia masih tak mengerti dengan tawanya Carlton.Sehingga, Carlton pun menghentikan tawanya dan berusaha unt