"Hei, kamu kenapa?" tanya Carlton kembali.
Adelia tersentak dan segera menghapus sir matanya yang tak dia sadari, telah lolos membasahi pipinya.
"Ah! aku ... aku baik-baik saja!" jawab Adelia.
Dia bergegas untuk menyembunyikan kesedihannya.
Namun, Carlton semakin penasaran padanya.
"Ada apa? Mengapa kamu terlihat sedih sekali? Apakah kamu mengenal dua orang brengsek tadi?" tanya Carlton yang kemudian segera meraih tangan Adelia.
"Ya, aku mengenal mereka berdua!" jawab Adelia akhirnya dengan jujur."Aku mau pulang! Kapan pakaianku datang? Aku sudah tidak tahan lagi jika terlalu lama di sini."
Ditahannya mati-matian air matanya yang entah mengapa terus mengalir.
Setelah memastikan perasaannya sudah membaik, Adelia lantas membalikkan tubuhnya hendak beranjak pergi.
Hanya saja, Carlton tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Apakah pria brengsek itu adalah Alvin yang tadi terus kamu katakan itu?" tanya Carlton.
Adelia terdiam, lalu menutup matanya secara perlahan.
Tubuhnya bahkan gemetar hebat. Sungguh, dia tak sanggup menyembunyikan perasaannya saat ini.
"Menangislah sepuasnya."
Mendengar ucapan Carlton, Adelia tanpa sadar membalas pelukan pria itu.
"Terima kasih," ucapnya.
Cukup lama gadis itu menangis. Bahkan, dada Carlton kembali basah oleh air matanya.
Sepertinya setan benar-benar sudah menguasai pria dingin itu.
Alih-alih mendorong Adelia, dia justru mengusap rambut gadis itu lembut.
Sesekali, pria itu bahkan mengecup puncak kepalanya!
"Lepaskanlah. Tapi setelah ini, jangan harap aku akan membiarkan air matamu jatuh untuk pria brengsek semacam dia," ucap Carlton.
Pria itu kemudian menatap wajah Adelia yang sudah basah oleh air mata, lalu mengulurkan kedua tangannya untuk menghapusnya.
Adelia akhirnya mengangguk. "Aku sungguh tidak menyangka kalau selama ini mereka berselingkuh di belakangku.""Pantas saja, Lusi selalu mengatakan kalau Alvin tidak layak kucintai karena Alvin memiliki wanita lain di belakangku, tapi aku tak percaya sama sekali! Ternyata ...."
Adelia terisak lagi. Dadanya terasa sangat sesak.
Hanya saja, tangannya kali ini menghapus air matanya cepat. "Ternyata selingkuhannya Lusi sendiri."
Terlalu banyak informasi yang harus diprosesnya membuat pikiran Adelia sepertinya tak sanggup.
Bugh!Tiba-tiba saja, tubuh Adelia terjatuh lemas dalam pelukan Carlton.
"Hei, Babe. Kamu baik-baik saja, kan?" tanya pria itu.
Buru-buru, Carlton mengangkat tubuh Adelia, hingga kembali berbaring di atas tempat tidur.
"Kita tunggu dokter datang untuk memeriksa kamu lagi," titahnya.
Adelia hanya bisa mengangguk.
Namun, bayangan semua hal yang sudah dia lewati selama ini terus membuatnya pedih.
Melihat itu, Carlton menghela napas.
Diambilnya ponsel yang tergeletak di nakas, lalu mengirim pesan pada asisten pribadinya.
[Di mana dokter dan semua hal yang saya minta?]
Tak lama, pesan baru pun masuk.
[Maaf Bos, saya sudah ada di depan. Tolong buka pintunya.]
Membaca itu, Carlton pun segera menaruh ponselnya dan bergegas ke arah pintu untuk membukanya.
Ceklek!
Begitu pintu terbuka, Daffa memang tampak datang bersama dokter wanita berdiri di depan pintu.
"Bos!" sapa Daffa dengan senyuman mengembang.
Carlton tak peduli dengannya, dia malah melihat ke arah beberapa kantong di tangannya Daffa.
"Pakaian?" tanyanya.
Daffa segera memberikan semuanya.
"A-ada Bos! Semuanya ada di sini!" jawabnya.
Carlton segera mengambilnya.
"Bagus!" jawab Carlton saat dia memeriksa isi di dalam semua kantong yang diberikan oleh Daffa.
"Semuanya sudah lengkap!" ucapnya lagi.
Sampai dia memastikan jika semuanya sudah sesuai yang dia pesan.
Daffa tersenyum cerah, karena bisa membuat Bos nya puas.
"Syukurlah kalau semuanya tak ada yang ketinggalan. Kalau begitu ...." Daffa belum selesai bicara, Carlton menyelanya.
"Masuklah!"
Carlton mempersilahkan keduanya untuk masuk ke dalam kamar hotel tempat Carlton dan Adelia menghabiskan malam yang panas dipenuhi oleh api gairah dan dipenuhi bayangan penuh kenikmatan itu.
Mendengar ajakan dari Carlton, secepat kilat dokter wanita itu segera masuk lebih dahulu dan disusul oleh Daffa.
"Baik!" jawab dokter wanita yang bergegas masuk ke dalam kamar itu.
Namun, saat Daffa baru mau melangkah, Carlton segera menjaga pintu tak membiarkannya masuk.
"Bos?"
Masih dalam kebingungan, Carlton tiba-tiba saja mendorong Daffa menjauh.Brak!
"Kamu dilarang melihat tubuh wanita saya! Hanya saya saja yang boleh melihatnya!" tegas Carlton setelah menutup pintu.
Daffa sontak berdiri kaku dengan tatapan tak percaya. "Hah...?"
Cukup lama Daffa menatap pintu yang sudah tertutup rapat, hingga akhirnya menghembuskan nafas kasar. "Baiklah! Lebih baik aku pergi saja dulu, tidak mungkin aku berdiri terus di sini. Nanti bisa-bisanya aku dikira penjahat di sini!" ucap asisten Carlton itu bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Sementara itu, Carlton tampak berjalan menghampiri dokter wanita yang kini hendak memulai untuk melakukan pemeriksaan. "Nona, bolehkah saya tahu nama anda?" tanyanya dengan ramah. Adelia mengangguk. "Boleh dok! Nama saya Adelia," jawabnya. "Baiklah! Umur berapa dan apa keluhan yang anda rasakan?" tanya dokter itu lagi. Adelia terdiam sejenak, lalu melirik ke arah Carlton yang berdiri di belakang sang dokter. "Emmm! Saya ...." Adelia merasa canggung untuk mengatakannya. Dokter itu mengerenyitkan dahinya. "Ada apa nona? Apa ada sesuatu yang salah?" tanyanya. Adelia menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali! Hanya saja ...." Adelia menarik nafas panjang, lalu melanjutkan ucapannya.
"Kenapa tiba-tiba Kakek menghubungiku? Apakah mungkin ...." Carlton tak mau berpikir lebih panjang lagi, sehingga dia segera menjawab panggilan itu. "Halo--" "Carl, di mana kamu? Jangan katakan kalau kamu sedang bersenang-senang dengan para wanita murahan itu daripada datang menemui Kakek kamu ini?!" Belum sempat berbicara, sang Kakek sudah membentak Carlton dengan penuh emosi. Jelas, pria itu mengerenyitkan dahi. "Dari mana Kakek tahu? Apakah mungkin ada orang yang memberitahunya?" gumamnya Entah mengapa, dia semakin yakin bahwa pelakunya bukanlah orang yang jauh darinya. "Kakek! Aku sebenarnya mau bertemu dengan Kakek, hanya saja aku ...." Belum selesai Carlton menyelesaikan ucapannya.... CEKLEK! Suara pintu kamar mandi pun terbuka dan muncullah sosok Adelia dari sana. "Tuan, aku mau pergi sekarang!" teriaknya dengan nada keras. Carlton langsung menoleh ke arah Adelia. "Eh! siapa yang mengizinkan kamu untuk pergi dari sini?!" jawab Carlton dengan tegas. Adelia menatap
Tut' tut' tut' Daffa yang belum bicara apapun, langsung terkejut. "Bos!" Daffa menatap layar ponselnya yang sudah berubah menjadi gelap. "Kenapa dia menyusahkan sekali! Aku bahkan tidak tahu wajah wanitanya, bagaimana mungkin aku mencarinya!" keluh Daffa, putus asa. Tak lama, asisten Carlton itu mengirim pesan pada Carlton. [Bos, bagaimana rupa wanita anda? Maaf, tapi saya kan belum sempat melihatnya sama sekali] Pesan pun terkirim. Setelahnya, dia menaruh gelas yang masih ada di tangannya, lalu bergegas bangun dari tempat duduknya.Sambil berjalan ke arah kasir untuk membayar satu gelas kopi yang sudah dia habiskan. "Terima kasih!" ucap Daffa sambil memberikan uang tagihan atas satu cangkir kopi yang sudah dia habiskan. "Terima kasih kembali, mas!" jawab sang kasir dengan senyuman ramahnya. Setelah selesai, Daffa berjalan keluar dari Cafe itu dan bergegas menuju kamar tempat Carlton berada. Drrt! [Foto masuk]"Cari wanita ini!" Daffa langsung membuka pesan itu dan ... m
Di sisi lain, Adelia masih saja sibuk dengan semua pikirannya bahkan tak peduli dengan semua yang ada di sekitarnya. Hanya saja, tepukan di bahunya membuatnya tersentak. "Nona!""Ah, iya!" jawab Adelia, yang segera menghapus air matanya. Hanya saja, dia bingung dengan pria di hadapannya kini. "Siapa Anda?" Daffa tersenyum, lalu segera duduk di sebelahnya. "Maaf mengganggu waktunya, tapi tadi saya melihat anda sedang menangis, jadi saya ingin memberikan ini pada anda," ucap Daffa sembari memberikan satu bungkus tissue ke arah Adelia. Ya, dia sedikit berbohong. Daffa takut kalau memberitahu bahwa dirinya bawahan Carlton akan membuat wanita ini kabur. "Ini ...." Adelia menatap Daffa sejenak. Walaupun ada rasa ragu, dia akhirnya mengambil tissue itu. "Terima kasih!" ucapnya, tulus. Segera dihapusnya air mata. Sedangkan Daffa, dia terus menatapnya sambil tersenyum. "Dia manis sekali! Ah, pantas saja Bos langsung menyukainya. Kalau itu aku, tentu saja aku juga sama seperti Bos," g
Kini, Adelia diam-diam melirik ke arah Carlton yang sedang mengemudi. Jujur saja, Carltok jauh lebih tampan dari Alvin. Sayangnya, ini bukan tipe ketampanan yang disukai Adelia. Wanita itu lantas memalingkan wajahnya lagi ke arah jendela.Carlton sendiri menyadari tatapan Adelia. Pria itu tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Adelia."Babe, aku memang tampan! Jika kamu masih belum puas, silahkan tatap lagi. Aku sungguh tidak merasa keberatan sama sekali!" ucap Carlton.Adelia segera menarik tangannya. "Jangan sentuh tanganku secara sembarangan!" pekiknya dengan kesal.Carlton menaikan alisnya. "Kenapa tidak boleh? Bukankah aku bahkan sudah pernah menyentuh setiap inci dari tubuh kamu?" godanya. Adelia sontak melirik tajam ke arah Carlton. "Kamu!" Hanya saja, dia tak bisa melanjutkan ucapannya. Jadi, wanita itu hanya bisa menatap kesal Carlton dan kembali memalingkan wajahnya.Carlton menghela nafas panjang, lalu segera menepikan mobilnya membuat Adeli
Mobil pun berhenti tepat di sebuah gedung yang asing bagi Adelia. "Ini ...." Adelia menatap ke arah Carlton saat mobil itu berhenti. Carlton menoleh ke arah Adelia. "Ikut aku!" ajak Carlton. Adelia yang masih takut pun, masih duduk diam. "Mau apa ke dalam? Ka-kamu jangan katakan kamu ...." Adelia segera menyilangkan kedua tangannya di dada secara refleks. "Eh!" Carlton menaikan alisnya ketika melihat Adelia seperti itu. "Kenapa seperti itu? Apakah aku terlihat seperti seorang yang mau memakan kamu?" ucap Carlton. "Aku ...." Adelia merasa canggung dan secepatnya melepaskan kedua tangannya. "Aku tidak berfikir seperti itu! Hanya saja, aku takut kamu akan melakukan hal tidak senonoh seperti yang sebelumnya kamu lakukan padaku!" jawab Adelia, dia memalingkan wajahnya ke arah jendela. Carlton terkekeh mendengarny
Carlton memicingkan matanya saat mendengar ucapan Adelia."Aku kenapa?" tanyanya.Adelia yang sudah membuka mulutnya sangat lebar langsung mengatupkannya kembali."Kamu ... Kamu pasti mengajukan pinjaman online memakai data-data milik aku kan? Ya kan?" tuduh Adelia.Seketika, Carlton tertawa keras saat mendengarnya."Hah! Pinjaman online? Aku meminjam data-data kamu untuk membuat pinjaman online? Hahahaha ... Hahahaha ...." Carlton tertawa keras dan baru kali ini, ada wanita sepolos Adelia."Kamu? Kenapa kamu tertawa?" tanya Adelia yang bingung melihat Carlton tertawa terbahak-bahak."Aku ... Pinjaman online? Hahahaha ...." Carlton tertawa lagi, dia tak bisa menghentikan tawanya itu sampai menangis, karena dia tak bisa berhenti tertawa."Kenapa sih kamu terus tertawa? Aku benar-benar bingung sama kamu!" ucap Adelia, dia masih tak mengerti dengan tawanya Carlton.Sehingga, Carlton pun menghentikan tawanya dan berusaha unt
Carlton yang sudah berada di dalam ruangan.Semua orang memberi hormat kepadanya dan ternyata, semuanya sudah di atur oleh Daffa untuk mengurus segalanya dan sisanya Carlton yang melanjutkan."Selamat siang Tuan!" sapa semuanya dengan sopan."Ya! Selamat siang juga," jawab CarltonDia segera duduk dan memberikan kartu identitas milik Adelia serta menunjukkan kartu keluarga online yang ada di layar ponselnya."Cepat selesaikan! setengah jam harus selesai!" perintahnya.Petugas yang ada dua orang di hadapan Carlton mengangguk patuh."Baik Tuan! Kami akan menyelesaikan semuanya dalam setengah jam, mohon untuk menunggu sebentar, ya!" ucapnya dengan sopan.Keduanya bergegas melakukan pekerjaan mereka sesuai permintaan Carlton dan tak ada yang berani yang membantah, karena mereka sudah menerima uang dari Daffa.Carlton menghela napas panjang dan melihat ke sekelilingnya."Haiistt!"Carlton mel