Share

GPCD-5

"Hei, kamu kenapa?" tanya Carlton kembali.

Adelia tersentak dan segera menghapus sir matanya yang tak dia sadari, telah lolos membasahi pipinya.

"Ah! aku ... aku baik-baik saja!" jawab Adelia.

Dia bergegas untuk menyembunyikan kesedihannya.

Namun, Carlton semakin penasaran padanya.

"Ada apa? Mengapa kamu terlihat sedih sekali? Apakah kamu mengenal dua orang brengsek tadi?" tanya Carlton yang kemudian segera meraih tangan Adelia.

"Ya, aku mengenal mereka berdua!" jawab Adelia akhirnya dengan jujur.

"Aku mau pulang! Kapan pakaianku datang? Aku sudah tidak tahan lagi jika terlalu lama di sini."

Ditahannya mati-matian air matanya yang entah mengapa terus mengalir. 

Setelah memastikan perasaannya sudah membaik, Adelia lantas membalikkan tubuhnya hendak beranjak pergi.

Hanya saja, Carlton tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Apakah pria brengsek itu adalah Alvin yang tadi terus kamu katakan itu?" tanya Carlton.

Adelia terdiam, lalu menutup matanya secara perlahan.

Tubuhnya bahkan gemetar hebat. Sungguh, dia tak sanggup menyembunyikan perasaannya saat ini.

"Menangislah sepuasnya."

Mendengar ucapan Carlton, Adelia tanpa sadar membalas pelukan pria itu.

"Terima kasih," ucapnya.

Cukup lama gadis itu menangis. Bahkan, dada Carlton kembali basah oleh air matanya.

Sepertinya setan benar-benar sudah menguasai pria dingin itu.

Alih-alih mendorong Adelia, dia justru mengusap rambut gadis itu lembut.

Sesekali, pria itu bahkan mengecup puncak kepalanya!

"Lepaskanlah. Tapi setelah ini, jangan harap aku akan membiarkan air matamu jatuh untuk pria brengsek semacam dia," ucap Carlton.

Pria itu kemudian menatap wajah Adelia yang sudah basah oleh air mata, lalu mengulurkan kedua tangannya untuk menghapusnya.

Adelia akhirnya mengangguk. "Aku sungguh tidak menyangka kalau selama ini mereka berselingkuh di belakangku."

"Pantas saja, Lusi selalu mengatakan kalau Alvin tidak layak kucintai karena Alvin memiliki wanita lain di belakangku, tapi aku tak percaya sama sekali! Ternyata ...." 

Adelia terisak lagi. Dadanya terasa sangat sesak.

Hanya saja, tangannya kali ini menghapus air matanya cepat. "Ternyata selingkuhannya Lusi sendiri."

Terlalu banyak informasi yang harus diprosesnya membuat pikiran Adelia sepertinya tak sanggup.

Bugh!

Tiba-tiba saja, tubuh Adelia terjatuh lemas dalam pelukan Carlton.

"Hei, Babe. Kamu baik-baik saja, kan?" tanya pria itu.

Buru-buru, Carlton mengangkat tubuh Adelia, hingga kembali berbaring di atas tempat tidur.

"Kita tunggu dokter datang untuk memeriksa kamu lagi," titahnya.

Adelia hanya bisa mengangguk.

Namun, bayangan semua hal yang sudah dia lewati selama ini terus membuatnya pedih.

Melihat itu, Carlton menghela napas.

Diambilnya ponsel yang tergeletak di nakas, lalu mengirim pesan pada asisten pribadinya.

[Di mana dokter dan semua hal yang saya minta?]

Tak lama, pesan baru pun masuk.

[Maaf Bos, saya sudah ada di depan. Tolong buka pintunya.]

Membaca itu, Carlton pun segera menaruh ponselnya dan bergegas ke arah pintu untuk membukanya.

Ceklek!

Begitu pintu terbuka, Daffa memang tampak datang bersama dokter wanita berdiri di depan pintu.

"Bos!" sapa Daffa dengan senyuman mengembang.

Carlton tak peduli dengannya, dia malah melihat ke arah beberapa kantong di tangannya Daffa.

"Pakaian?" tanyanya.

Daffa segera memberikan semuanya.

"A-ada Bos! Semuanya ada di sini!" jawabnya.

Carlton segera mengambilnya.

"Bagus!" jawab Carlton saat dia memeriksa isi di dalam semua kantong yang diberikan oleh Daffa.

"Semuanya sudah lengkap!" ucapnya lagi.

Sampai dia memastikan jika semuanya sudah sesuai yang dia pesan.

Daffa tersenyum cerah, karena bisa membuat Bos nya puas.

"Syukurlah kalau semuanya tak ada yang ketinggalan. Kalau begitu ...." Daffa belum selesai bicara, Carlton menyelanya.

"Masuklah!"

 Carlton mempersilahkan keduanya untuk masuk ke dalam kamar hotel tempat Carlton dan Adelia menghabiskan malam yang panas dipenuhi oleh api gairah dan dipenuhi bayangan penuh kenikmatan itu.

Mendengar ajakan dari Carlton, secepat kilat dokter wanita itu segera masuk lebih dahulu dan disusul oleh Daffa.

"Baik!" jawab dokter wanita yang bergegas masuk ke dalam kamar itu.

Namun, saat Daffa baru mau melangkah, Carlton segera menjaga pintu tak membiarkannya masuk.

"Bos?"

Masih dalam kebingungan, Carlton tiba-tiba saja mendorong Daffa menjauh.

Brak!

"Kamu dilarang melihat tubuh wanita saya! Hanya saya saja yang boleh melihatnya!" tegas Carlton setelah menutup pintu. 

Daffa sontak berdiri kaku dengan tatapan tak percaya. "Hah...?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status