Cukup lama Daffa menatap pintu yang sudah tertutup rapat, hingga akhirnya menghembuskan nafas kasar.
"Baiklah! Lebih baik aku pergi saja dulu, tidak mungkin aku berdiri terus di sini. Nanti bisa-bisanya aku dikira penjahat di sini!" ucap asisten Carlton itu bergegas pergi meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, Carlton tampak berjalan menghampiri dokter wanita yang kini hendak memulai untuk melakukan pemeriksaan.
"Nona, bolehkah saya tahu nama anda?" tanyanya dengan ramah.
Adelia mengangguk.
"Boleh dok! Nama saya Adelia," jawabnya.
"Baiklah! Umur berapa dan apa keluhan yang anda rasakan?" tanya dokter itu lagi.
Adelia terdiam sejenak, lalu melirik ke arah Carlton yang berdiri di belakang sang dokter.
"Emmm! Saya ...." Adelia merasa canggung untuk mengatakannya.
Dokter itu mengerenyitkan dahinya.
"Ada apa nona? Apa ada sesuatu yang salah?" tanyanya.
Adelia menggelengkan kepalanya.
"Tidak sama sekali! Hanya saja ...." Adelia menarik nafas panjang, lalu melanjutkan ucapannya.
"Hanya saja saya merasa malu mengatakannya," jawab Adelia.
Dia segera meremas kasar selimut yang melilit tubuhnya.
"Dokter, saya merasa malu mengatakannya. Tapi ...." Adelia kembali melirik ke arah Carlton yang masih berdiri menatap ke arahnya.
Dokter itu semakin penasaran.
"Ada apa? Katakan saja, tidak perlu merasa takut! Saya tidak gigit kok," ucapnya yang mengulas senyum kecil dari kedua sudut bibirnya.
Membuat Adelia semakin kikuk.
"Emmm ... Tapi dokter, saya ...."
Belum selesai Adelia bicara, Carlton langsung menyelanya.
"Cepat periksa! Tidak perlu banyak bertanya karena dia tidak mau mengatakannya!" bentak Carlton, yang kemudian mendekati Adelia.
"Periksa dia! dia merasa kesakitan di bagian bawah tubuhnya! lihat juga, wajahnya pucat sekali! bukankah anda dokter dan pasti tahu apa yang dia alami tak perlulah bertanya lagi padanya!" ucap Carlton yang menatap kesal dokter wanita itu.
Dia yang tak sabar lagi melihat kedua orang yang bicara secara bertele-tele.
Dokter pun mengangguk.
"Baiklah! Maaf nona, saya mau memeriksa anda," ucapnya.
Dokter pun mulai mengeluarkan sebuah stetoskop dan memulai pemeriksaan.
Adelia hanya diam, dia merasa cukup gugup.
Sampai, sang dokter pun melihat banyak bekas tanda merah yang sudah berubah menjadi keunguan di beberapa titik di area leher dan sekitarnya.
"Nona, apakah anda dan Tuan ini ...." Dokter itu melirik ke arah Carlton yang masih berdiri tegak di sampingnya.
"Tuan anda dan nona ini ...." Dokter itu menatap Carlton.
"Ya, seperti yang anda pikirkan! Saya dan dia melakukan hubungan intim untuk pertama kalinya, jadi berikan dia obat untuk mengurangi rasa sakitnya!" jawab Carlton.
Adelia merasa malu saat mendengar penjelasan Carlton dan rasanya dia ingin bersembunyi di sebuah tempat yang tak bisa dilihat oleh dokter itu.
"Memalukan sekali! Bisa-bisanya dia mengatakan itu dengan santainya!" Adelia merutuk.
"Bahkan ekspresi wajahnya seperti tak merasa bersalah sama sekali, Cih! Sepertinya dia memang pria brengsek yang sudah terbiasa melakukan hal semacam ini!" gumam Adelia, dia menatap marah ke arah Carlton.
Sedangkan Carlton dia tak peduli dengan tatapan itu, dia hanya ingin Adelia sembuh dan mau membicarakan banyak hal tentang hubungan mereka selanjutnya.
"Dokter sialan! Hanya memeriksa saja tapi lama sekali!" keluh Carlton, menahan rasa kesal di dalam hatinya.
Untungnya, tak lama, pemeriksaan itu pun selesai.
Dokter wanita yang dibawa Daffa itu memberikan beberapa obat yang kebetulan dia sengaja bawa di dalam tasnya.
"Nona, ini obat yang harus anda minum," ucapnya.
Adelia pun mengulurkan tangannya untuk menerima obat itu. Dengan seksama, dia juga mendengar semua petunjuk yang dokter itu katakan hingga selesai.
"Terima kasih dok," ucapnya.
Adelia tampak sangat ramah dan sopan terhadap dokter wanita itu.
Hanya saja, kala tak sengaja menatap ke arah Carlton, sikapnya langsung berubah!
Menyadari itu, Carlton menahan tawa.Menurutnya, sikap Adelia justru tampak menggemaskan."Lucu sekali!" batin pria itu.
Tak terasa, dokter itu pun sudah menyelesaikan tugasnya dan pamit untuk pulang.
Carlton lantas mengantarnya sampai pintu.
Setelah memastikannya pergi, pria itu lantas kembali ke sisi Adelia.
"Babe, obat sudah kamu dapatkan! Pakaian juga sudah datang. Sekarang ... Kamu makan dulu, minum obat lalu ...."
Carlton tersentak saat melihat Adelia mengambil air minum di atas meja nakas, lalu segera meminum obat itu.
"Eh! Kenapa kamu meminumnya? Kamu kan belum makan!" teriak Carlton dengan mata melotot.
Namun, Adelia dengan santainya turun dari atas tempat tidur.
"Aku tak peduli. Kalau ini membuatku mati, akan lebih bagus. Kamu juga tidak perlu memikirkan tanggung jawab atas yang kamu perbuat padaku, kan?"
Mendengar itu, Carlton semakin terbelalak saat mendengarnya."Kamu--"
Carlton menatap Adelia yang berjalan melewati dirinya, lalu mengambil beberapa tas belanjaan yang dia dapat dari Daffa.
"Di mana pakaian untukku?" tanyanya.
Carlton menghela napas. Pria itu segera bangun dan datang mendekatinya. "Di sini!" jawabnya.
"Terima kasih!" jawab Adelia yang segera meraih tas itu, lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Walaupun langkahnya masih tidak stabil, tapi setidaknya dia tak merasa kesakitan seperti sebelumnya.
"Ck! Wanita ini! Dia sudah putus asa jadi bicaranya sudah sangat kacau sekali!" gumam Carlton, yang terus menatap Adelia yang akhirnya menghilang di balik pintu kamar mandi.
Hanya saja, Carlton mendadak teringat dengan obat perangsang yang tadi malam hampir menghancurkannya.Api amarahnya kembali menyala.
"Tunggu, brengsek mana yang sudah berani menjebakku?" umpat Carlton dengan penuh emosi, "Lihat saja, aku takkan melepaskanmu dengan mudah!"
Drrt!
Suara dering ponsel miliknya kembali berbunyi, membuat Carlton menghela napas kasar.
"Siapa lagi yang mengganggu?!" keluhnya sembari melihat nama di ponselnya.
Namun itu tak berlangsung lama.
"Kakek?" lirihnya, penuh kebingungan.
"Kenapa tiba-tiba Kakek menghubungiku? Apakah mungkin ...." Carlton tak mau berpikir lebih panjang lagi, sehingga dia segera menjawab panggilan itu. "Halo--" "Carl, di mana kamu? Jangan katakan kalau kamu sedang bersenang-senang dengan para wanita murahan itu daripada datang menemui Kakek kamu ini?!" Belum sempat berbicara, sang Kakek sudah membentak Carlton dengan penuh emosi. Jelas, pria itu mengerenyitkan dahi. "Dari mana Kakek tahu? Apakah mungkin ada orang yang memberitahunya?" gumamnya Entah mengapa, dia semakin yakin bahwa pelakunya bukanlah orang yang jauh darinya. "Kakek! Aku sebenarnya mau bertemu dengan Kakek, hanya saja aku ...." Belum selesai Carlton menyelesaikan ucapannya.... CEKLEK! Suara pintu kamar mandi pun terbuka dan muncullah sosok Adelia dari sana. "Tuan, aku mau pergi sekarang!" teriaknya dengan nada keras. Carlton langsung menoleh ke arah Adelia. "Eh! siapa yang mengizinkan kamu untuk pergi dari sini?!" jawab Carlton dengan tegas. Adelia menatap
Tut' tut' tut' Daffa yang belum bicara apapun, langsung terkejut. "Bos!" Daffa menatap layar ponselnya yang sudah berubah menjadi gelap. "Kenapa dia menyusahkan sekali! Aku bahkan tidak tahu wajah wanitanya, bagaimana mungkin aku mencarinya!" keluh Daffa, putus asa. Tak lama, asisten Carlton itu mengirim pesan pada Carlton. [Bos, bagaimana rupa wanita anda? Maaf, tapi saya kan belum sempat melihatnya sama sekali] Pesan pun terkirim. Setelahnya, dia menaruh gelas yang masih ada di tangannya, lalu bergegas bangun dari tempat duduknya.Sambil berjalan ke arah kasir untuk membayar satu gelas kopi yang sudah dia habiskan. "Terima kasih!" ucap Daffa sambil memberikan uang tagihan atas satu cangkir kopi yang sudah dia habiskan. "Terima kasih kembali, mas!" jawab sang kasir dengan senyuman ramahnya. Setelah selesai, Daffa berjalan keluar dari Cafe itu dan bergegas menuju kamar tempat Carlton berada. Drrt! [Foto masuk]"Cari wanita ini!" Daffa langsung membuka pesan itu dan ... m
Di sisi lain, Adelia masih saja sibuk dengan semua pikirannya bahkan tak peduli dengan semua yang ada di sekitarnya. Hanya saja, tepukan di bahunya membuatnya tersentak. "Nona!""Ah, iya!" jawab Adelia, yang segera menghapus air matanya. Hanya saja, dia bingung dengan pria di hadapannya kini. "Siapa Anda?" Daffa tersenyum, lalu segera duduk di sebelahnya. "Maaf mengganggu waktunya, tapi tadi saya melihat anda sedang menangis, jadi saya ingin memberikan ini pada anda," ucap Daffa sembari memberikan satu bungkus tissue ke arah Adelia. Ya, dia sedikit berbohong. Daffa takut kalau memberitahu bahwa dirinya bawahan Carlton akan membuat wanita ini kabur. "Ini ...." Adelia menatap Daffa sejenak. Walaupun ada rasa ragu, dia akhirnya mengambil tissue itu. "Terima kasih!" ucapnya, tulus. Segera dihapusnya air mata. Sedangkan Daffa, dia terus menatapnya sambil tersenyum. "Dia manis sekali! Ah, pantas saja Bos langsung menyukainya. Kalau itu aku, tentu saja aku juga sama seperti Bos," g
Kini, Adelia diam-diam melirik ke arah Carlton yang sedang mengemudi. Jujur saja, Carltok jauh lebih tampan dari Alvin. Sayangnya, ini bukan tipe ketampanan yang disukai Adelia. Wanita itu lantas memalingkan wajahnya lagi ke arah jendela.Carlton sendiri menyadari tatapan Adelia. Pria itu tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Adelia."Babe, aku memang tampan! Jika kamu masih belum puas, silahkan tatap lagi. Aku sungguh tidak merasa keberatan sama sekali!" ucap Carlton.Adelia segera menarik tangannya. "Jangan sentuh tanganku secara sembarangan!" pekiknya dengan kesal.Carlton menaikan alisnya. "Kenapa tidak boleh? Bukankah aku bahkan sudah pernah menyentuh setiap inci dari tubuh kamu?" godanya. Adelia sontak melirik tajam ke arah Carlton. "Kamu!" Hanya saja, dia tak bisa melanjutkan ucapannya. Jadi, wanita itu hanya bisa menatap kesal Carlton dan kembali memalingkan wajahnya.Carlton menghela nafas panjang, lalu segera menepikan mobilnya membuat Adeli
Mobil pun berhenti tepat di sebuah gedung yang asing bagi Adelia. "Ini ...." Adelia menatap ke arah Carlton saat mobil itu berhenti. Carlton menoleh ke arah Adelia. "Ikut aku!" ajak Carlton. Adelia yang masih takut pun, masih duduk diam. "Mau apa ke dalam? Ka-kamu jangan katakan kamu ...." Adelia segera menyilangkan kedua tangannya di dada secara refleks. "Eh!" Carlton menaikan alisnya ketika melihat Adelia seperti itu. "Kenapa seperti itu? Apakah aku terlihat seperti seorang yang mau memakan kamu?" ucap Carlton. "Aku ...." Adelia merasa canggung dan secepatnya melepaskan kedua tangannya. "Aku tidak berfikir seperti itu! Hanya saja, aku takut kamu akan melakukan hal tidak senonoh seperti yang sebelumnya kamu lakukan padaku!" jawab Adelia, dia memalingkan wajahnya ke arah jendela. Carlton terkekeh mendengarny
Carlton memicingkan matanya saat mendengar ucapan Adelia."Aku kenapa?" tanyanya.Adelia yang sudah membuka mulutnya sangat lebar langsung mengatupkannya kembali."Kamu ... Kamu pasti mengajukan pinjaman online memakai data-data milik aku kan? Ya kan?" tuduh Adelia.Seketika, Carlton tertawa keras saat mendengarnya."Hah! Pinjaman online? Aku meminjam data-data kamu untuk membuat pinjaman online? Hahahaha ... Hahahaha ...." Carlton tertawa keras dan baru kali ini, ada wanita sepolos Adelia."Kamu? Kenapa kamu tertawa?" tanya Adelia yang bingung melihat Carlton tertawa terbahak-bahak."Aku ... Pinjaman online? Hahahaha ...." Carlton tertawa lagi, dia tak bisa menghentikan tawanya itu sampai menangis, karena dia tak bisa berhenti tertawa."Kenapa sih kamu terus tertawa? Aku benar-benar bingung sama kamu!" ucap Adelia, dia masih tak mengerti dengan tawanya Carlton.Sehingga, Carlton pun menghentikan tawanya dan berusaha unt
Carlton yang sudah berada di dalam ruangan.Semua orang memberi hormat kepadanya dan ternyata, semuanya sudah di atur oleh Daffa untuk mengurus segalanya dan sisanya Carlton yang melanjutkan."Selamat siang Tuan!" sapa semuanya dengan sopan."Ya! Selamat siang juga," jawab CarltonDia segera duduk dan memberikan kartu identitas milik Adelia serta menunjukkan kartu keluarga online yang ada di layar ponselnya."Cepat selesaikan! setengah jam harus selesai!" perintahnya.Petugas yang ada dua orang di hadapan Carlton mengangguk patuh."Baik Tuan! Kami akan menyelesaikan semuanya dalam setengah jam, mohon untuk menunggu sebentar, ya!" ucapnya dengan sopan.Keduanya bergegas melakukan pekerjaan mereka sesuai permintaan Carlton dan tak ada yang berani yang membantah, karena mereka sudah menerima uang dari Daffa.Carlton menghela napas panjang dan melihat ke sekelilingnya."Haiistt!"Carlton mel
"Ini ...."Adelia tersentak saat melihat melihat layar ponselnya yang terus menyala, karena ponselnya terus berdering."Ada apa?" tanya Carlton saat melihat ekspresi wajah Adelia yang tiba-tiba diam itu.Adelia pun tersentak."Ah! A-aku mau menjawab panggilan telepon ini dulu," jawabnya, yang langsung bergegas menjauh dari Carlton.Sedangkan Carlton, dia menatap kepergian Adelia."Siapa yang menelepon? Kenapa dia terlihat panik sekali?" gumam Carlton."Apa mungkin dia si brengsek itu?" ucapnya."Kalau benar dia, aku harus tahu apa yang sedang mereka bicarakan! Aku ... aku tidak mau kalau dia mengganggu wanita yang sudah jadi istriku! Ya, aku tidak mau!" ucap Carlton.Yang segera memasukkan dua buku nikah ditangannya dan belum sempat diberikan kepada Adelia."Pak, semuanya sudah selesai kan? Apakah saya bisa pergi sekarang?" tanya Carlton."Bisa Tuan! Semuanya sudah selesai,