Share

GPCD-6

Cukup lama Daffa menatap pintu yang sudah tertutup rapat, hingga akhirnya menghembuskan nafas kasar.

"Baiklah! Lebih baik aku pergi saja dulu, tidak mungkin aku berdiri terus di sini. Nanti bisa-bisanya aku dikira penjahat di sini!" ucap asisten Carlton itu bergegas pergi meninggalkan tempat itu.

Sementara itu, Carlton tampak berjalan menghampiri dokter wanita yang kini hendak memulai untuk melakukan pemeriksaan.

"Nona, bolehkah saya tahu nama anda?" tanyanya dengan ramah.

Adelia mengangguk.

"Boleh dok! Nama saya Adelia," jawabnya.

"Baiklah! Umur berapa dan apa keluhan yang anda rasakan?" tanya dokter itu lagi.

Adelia terdiam sejenak, lalu melirik ke arah Carlton yang berdiri di belakang sang dokter.

"Emmm! Saya ...." Adelia merasa canggung untuk mengatakannya.

Dokter itu mengerenyitkan dahinya.

"Ada apa nona? Apa ada sesuatu yang salah?" tanyanya.

Adelia menggelengkan kepalanya.

"Tidak sama sekali! Hanya saja ...." Adelia menarik nafas panjang, lalu melanjutkan ucapannya.

"Hanya saja saya merasa malu mengatakannya," jawab Adelia.

Dia segera meremas kasar selimut yang melilit tubuhnya.

"Dokter, saya merasa malu mengatakannya. Tapi ...." Adelia kembali melirik ke arah Carlton yang masih berdiri menatap ke arahnya.

Dokter itu semakin penasaran.

"Ada apa? Katakan saja, tidak perlu merasa takut! Saya tidak gigit kok," ucapnya yang mengulas senyum kecil dari kedua sudut bibirnya.

Membuat Adelia semakin kikuk.

"Emmm ... Tapi dokter, saya ...."

Belum selesai Adelia bicara, Carlton langsung menyelanya.

"Cepat periksa! Tidak perlu banyak bertanya karena dia tidak mau mengatakannya!" bentak Carlton, yang kemudian mendekati Adelia.

"Periksa dia! dia merasa kesakitan di bagian bawah tubuhnya! lihat juga, wajahnya pucat sekali! bukankah anda dokter dan pasti tahu apa yang dia alami tak perlulah bertanya lagi padanya!" ucap Carlton yang menatap kesal dokter wanita itu.

Dia yang tak sabar lagi melihat kedua orang yang bicara secara bertele-tele.

Dokter pun mengangguk.

"Baiklah! Maaf nona, saya mau memeriksa anda," ucapnya.

Dokter pun mulai mengeluarkan sebuah stetoskop dan memulai pemeriksaan.

Adelia hanya diam, dia merasa cukup gugup.

Sampai, sang dokter pun melihat banyak bekas tanda merah yang sudah berubah menjadi keunguan di beberapa titik di area leher dan sekitarnya.

"Nona, apakah anda dan Tuan ini ...." Dokter itu melirik ke arah Carlton yang masih berdiri tegak di sampingnya.

"Tuan anda dan nona ini ...." Dokter itu menatap Carlton.

"Ya, seperti yang anda pikirkan! Saya dan dia melakukan hubungan intim untuk pertama kalinya, jadi berikan dia obat untuk mengurangi rasa sakitnya!" jawab Carlton.

Adelia merasa malu saat mendengar penjelasan Carlton dan rasanya dia ingin bersembunyi di sebuah tempat yang tak bisa dilihat oleh dokter itu.

"Memalukan sekali! Bisa-bisanya dia mengatakan itu dengan santainya!" Adelia merutuk.

"Bahkan ekspresi wajahnya seperti tak merasa bersalah sama sekali, Cih! Sepertinya dia memang pria brengsek yang sudah terbiasa melakukan hal semacam ini!" gumam Adelia, dia menatap marah ke arah Carlton.

Sedangkan Carlton dia tak peduli dengan tatapan itu, dia hanya ingin Adelia sembuh dan mau membicarakan banyak hal tentang hubungan mereka selanjutnya.

"Dokter sialan! Hanya memeriksa saja tapi lama sekali!" keluh Carlton, menahan rasa kesal di dalam hatinya.

Untungnya, tak lama, pemeriksaan itu pun selesai.

Dokter wanita yang dibawa Daffa itu memberikan beberapa obat yang kebetulan dia sengaja bawa di dalam tasnya.

"Nona, ini obat yang harus anda minum," ucapnya.

Adelia pun mengulurkan tangannya untuk menerima obat itu. Dengan seksama, dia juga mendengar semua petunjuk yang dokter itu katakan hingga selesai.

"Terima kasih dok," ucapnya.

Adelia tampak sangat ramah dan sopan terhadap dokter wanita itu.

Hanya saja, kala tak sengaja menatap ke arah Carlton, sikapnya langsung berubah!

Menyadari itu, Carlton menahan tawa.

Menurutnya, sikap Adelia justru tampak menggemaskan.

"Lucu sekali!" batin pria itu. 

Tak terasa, dokter itu pun sudah menyelesaikan tugasnya dan pamit untuk pulang.

Carlton lantas mengantarnya sampai pintu.

Setelah memastikannya pergi, pria itu lantas kembali ke sisi Adelia.

"Babe, obat sudah kamu dapatkan! Pakaian juga sudah datang. Sekarang ... Kamu makan dulu, minum obat lalu ...." 

Carlton tersentak saat melihat Adelia mengambil air minum di atas meja nakas, lalu segera meminum obat itu.

"Eh! Kenapa kamu meminumnya? Kamu kan belum makan!" teriak Carlton dengan mata melotot.

Namun, Adelia dengan santainya turun dari atas tempat tidur.

"Aku tak peduli. Kalau ini membuatku mati, akan lebih bagus. Kamu juga tidak perlu memikirkan tanggung jawab atas yang kamu perbuat padaku, kan?" 

Mendengar itu, Carlton semakin terbelalak saat mendengarnya.

"Kamu--"

Carlton menatap Adelia yang berjalan melewati dirinya, lalu mengambil beberapa tas belanjaan yang dia dapat dari Daffa.

"Di mana pakaian untukku?" tanyanya.

Carlton menghela napas. Pria itu segera bangun dan datang mendekatinya. "Di sini!" jawabnya.

"Terima kasih!" jawab Adelia yang segera meraih tas itu, lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Walaupun langkahnya masih tidak stabil, tapi setidaknya dia tak merasa kesakitan seperti sebelumnya.

"Ck! Wanita ini! Dia sudah putus asa jadi bicaranya sudah sangat kacau sekali!" gumam Carlton, yang terus menatap Adelia yang akhirnya menghilang di balik pintu kamar mandi.

Hanya saja, Carlton mendadak teringat dengan obat perangsang yang tadi malam hampir menghancurkannya.

Api amarahnya kembali menyala.

"Tunggu, brengsek mana yang sudah berani menjebakku?" umpat Carlton dengan penuh emosi, "Lihat saja, aku takkan melepaskanmu dengan mudah!"

Drrt!

Suara dering ponsel miliknya kembali berbunyi, membuat Carlton menghela napas kasar.

"Siapa lagi yang mengganggu?!" keluhnya sembari melihat nama di ponselnya.

Namun itu tak berlangsung lama.

"Kakek?" lirihnya, penuh kebingungan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status