Share

17. Merutuki

Penulis: NARA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-01 15:44:47

Lili tertidur setelah pulang dari menemui Devi, sahabat baiknya. Entah mengapa, obrolan mereka yang biasanya penuh tawa, tadi justru terasa berat, membuat kepalanya penat. Begitu tiba di rumah, Lili langsung merebahkan tubuhnya ke kasur, berniat hanya memejamkan mata sebentar. Tapi begitu membuka mata kembali, ia terlonjak kaget.

Jam dinding yang berada di dalam kamarnya menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Ya ampun, aku ketiduran cukup lama," gumam Lili, setengah berbisik. Ia mengucek matanya, mencoba mengusir kantuk yang masih menguasai matanya. "Pasti Zian marah padaku." ucapnya.

Ia buru-buru bangkit dari tempat tidur, menyambar ikat rambut yang tergeletak di nakas, dan berlari keluar kamar. Dalam benaknya, bayangan Zian pulang dalam keadaan lapar, lalu tidak menemukan makanan di meja makan, membuat perasaan bersalah langsung menyelubunginya.

Namun, rumah terasa sunyi. Ruang tengah sepi, ruang tamu pun tak ada siapa-siapa. Lili memanggil, "Sayang, kamu di mana?" Suaranya menggema pela
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gairah Sahabat Suamiku    21. Semakin Dalam

    Lili berdiri kaku di tempatnya, matanya masih menatap punggung Lio yang baru saja kembali ke ruang kerjanya lewat pintu utama dengan langkah mantap, setelah Lio menghilang dari pandangannya, Lili kini menahan Romi yang ingin keluar dari ruangannya. "Tunggu!" panggilnya cepat.Romi menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap Lili dengan ekspresi datar. "Ada yang bisa aku bantu?" tanyanya.Lili menggigit bibir bawahnya sejenak, ragu. Namun, dorongan penasaran dalam dirinya terlalu kuat untuk diabaikan. "Maaf, aku mau tanya sesuatu.""Silakan." Romi menatap pada Perempuan yang akhir-akhir ini selalu sang atasan sebut."Jadi Lio... maksud aku. Pak Lio sudah memiliki istri?" tanya Lili, mencoba terdengar biasa saja, meski nada suaranya jelas menyimpan rasa penasaran, terutama dengan perkataan Romi yang tadi memberi tahu Lio, istrinya datang ke kantor.Romi mengangguk ringan. "Iya. Memangnya kenapa?"Pertanyaan balik itu seperti tamparan bagi Lili. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Wajahny

  • Gairah Sahabat Suamiku    20. Istri?

    "Bercanda," ucap Lio cepat-cepat, meralat ucapannya yang sempat membuat Lili tegang. Nada suaranya dibuat lebih ringan, dengan senyum tipis yang berusaha menenangkan. "Santai saja. Aku cuma ingin menunjukkan tempat kerjamu. Tapi kalau kamu takut berduaan denganku, aku akan panggil Romi." ujar Lio untuk membuat Lili lebih tenang.Lili menghela napas, separuh lega, separuh jengkel. Rasanya seperti dijadikan mainan. Matanya melirik Lio tajam, meski tetap menjaga suaranya agar tidak terdengar terlalu tajam. "Aku datang ke sini hanya sebagai karyawanmu, bukan—""Bukan apa?" potong Lio, suaranya berubah pelan namun tajam. "Bukan wanita yang pernah menghabiskan malam bersamaku?"Wajah Lili langsung memerah. Entah karena malu, marah, atau campuran keduanya. "Aku mohon padamu, jangan bahas hal itu lagi," pintanya dengan suara lirih namun tegas, sambil menyatukan kedua tangannya di depan dada. Ada rasa malu yang membungkus dirinya, rasa bersalah yang belum selesai, dan bayang-bayang malam itu y

  • Gairah Sahabat Suamiku    19. Apa Tugasku?

    Lili melangkah masuk ke dalam ruang kerja milik Lio, sebuah ruang yang lebih pantas disebut mini apartemen daripada sekedar kantor. Ruangan itu luas dan megah, dengan interior modern berbalut warna hitam dan abu-abu. Meja tamu dari marmer hitam mengkilat, sofa panjang berbahan kulit asli, lemari pendingin yang berdiri gagah di sudut ruangan, dan pencahayaan lembut dari lampu gantung mewah membuat ruangan itu terasa terlalu nyaman, atau justru terlalu intim.Ini bukan pertama kalinya Lili masuk ke ruang kerja itu. Tapi kali ini terasa berbeda. Lebih menekan. Lebih mencekam.Pandangan matanya segera menangkap sosok Lio yang tengah duduk santai di kursi kebesarannya, tampak seperti raja di istana kecilnya. Lelaki itu menatapnya lurus, dengan senyum tipis yang hanya membuat jantung Lili berdebar lebih kencang, bukan karena bahagia, melainkan cemas, takut, dan… muak pada dirinya sendiri.Tanpa sadar, Lili memalingkan wajah, berusaha menyingkir dari tatapan yang membuatnya kembali mengingat

  • Gairah Sahabat Suamiku    18. Sama-sama Merasa Bersalah

    Jika Lili bisa, hari ini ia ingin menahan matahari agar tak cepat terbit. Ia berharap waktu berhenti sejenak, memberi kesempatan untuk lari, atau mungkin menghilang sejenak dari dunia ini. Sebab hari ini, ia harus mulai bekerja di kantor Lio, pria yang, jika bisa, ingin ia lupakan seumur hidup. Tapi justru hari ini, ia akan bekerja sebagai sekretaris pribadi pria itu.Dengan gerakan lambat, Lili menatap bayangannya di cermin. Ia sudah mengenakan celana bahan warna krem dan blouse kerja dengan warana senada, rambutnya disisir rapi dan dibiar tergerai. Wajahnya dipoles tipis, cukup untuk terlihat profesional. Tapi matanya, mata itu menyimpan beban dan kegelisahan yang tak bisa disembunyikan oleh bedak dan lipstik.Ia duduk di pinggir tempat tidur, tangan terlipat di pangkuan, memandangi lantai seolah berharap jawabannya ada di sana. "Apa aku tidak usah berangkat kerja?" bisiknya pelan. Ia tidak berbicara pada siapa-siapa, hanya pada dirinya sendiri. Tapi hatinya tahu jawabannya. Ia tid

  • Gairah Sahabat Suamiku    17. Merutuki

    Lili tertidur setelah pulang dari menemui Devi, sahabat baiknya. Entah mengapa, obrolan mereka yang biasanya penuh tawa, tadi justru terasa berat, membuat kepalanya penat. Begitu tiba di rumah, Lili langsung merebahkan tubuhnya ke kasur, berniat hanya memejamkan mata sebentar. Tapi begitu membuka mata kembali, ia terlonjak kaget.Jam dinding yang berada di dalam kamarnya menunjukkan pukul sepuluh malam."Ya ampun, aku ketiduran cukup lama," gumam Lili, setengah berbisik. Ia mengucek matanya, mencoba mengusir kantuk yang masih menguasai matanya. "Pasti Zian marah padaku." ucapnya.Ia buru-buru bangkit dari tempat tidur, menyambar ikat rambut yang tergeletak di nakas, dan berlari keluar kamar. Dalam benaknya, bayangan Zian pulang dalam keadaan lapar, lalu tidak menemukan makanan di meja makan, membuat perasaan bersalah langsung menyelubunginya.Namun, rumah terasa sunyi. Ruang tengah sepi, ruang tamu pun tak ada siapa-siapa. Lili memanggil, "Sayang, kamu di mana?" Suaranya menggema pela

  • Gairah Sahabat Suamiku    16. Diam-diam

    Wajah Lili terlihat pucat dan penuh kegelisahan. Tangannya meremas ujung bajunya sendiri, matanya menerawang jauh ke depan, saran Devi yang baru saja terucap membuat Lili takut."Li, kamu harus jujur pada Zian. Dia suamimu. Kamu tidak bisa terus-terusan hidup dalam kebohongan seperti ini," saran Devi lagi dengan suara pelan namun tegas.Lili menggeleng pelan. "Aku tidak bisa, Vi. Aku... aku takut." ucap lili"Takut? Kenapa takut?" Devi memiringkan kepala, menatap tajam sahabatnya. "Kamu takut Zian bakal ceraiin kamu, kan?" tanya Devi bisa menebak pikiran sang sahabat, karena selama Lili hidup, pria yang dicintainya hanya Zian.Lili hanya diam, lalu menganggukkan kepala pelan. Air matanya mulai menggenang di sudut mata."Kamu tahu, Li, ini semua adalah konsekuensi dari apa yang udah kamu perbuat.""Aku tahu," suara Lili nyaris seperti bisikan, dipenuhi penyesalan. "Aku tahu aku salah. Tapi aku juga tahu satu hal, Vi. Aku tidak bisa hidup tanpa Zian. Dia cinta pertamaku. Satu-satunya l

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status