Share

Bab 4. Reuni

"Kenapa pria itu bisa berada di sini?" Clara tidak bisa menahan emosinya saat melihat Alexander.

Jantung Clara berdesir dan pikirannya langsung terbawa kembali ke malam itu, tragedi yang tak pernah ia lupakan sejak satu bulan lalu.

"Dia adalah CEO kita, Tuan Alexander Emanuel," bisik Dariel dengan senyum tipisnya.

Clara hanya menelan ludah pelan menahan emosinya, mengingat papan nama Penthouse itu. 

Suasana ruang rapat tampak sunyi hanya dipecah oleh suara langkah kaki mereka yang terdengar semakin dekat.

Clara merasa jantungnya berdegup kencang, seperti ingin keluar dari dadanya. Ia tahu bahwa saat ini dia harus tetap tenang dan mengendalikan diri agar tidak membuat situasi semakin buruk.

Tiba-tiba saja rasa mual kembali menghampiri Clara. Dengan langkah terburu-buru dia ingin segera ke toilet, karena kecerobohannya, kakinya tersandung dengan kaki meja, sehingga tubuhnya menabrak Alexander yang berjalan tepat di depannya, pandangannya bertemu langsung dengan mata tajam milik Alexander. 

Alex merasa tidak asing dengan tatapan wajah Perempuan yang ada di depannya ini. Bahkan, tatapan Alexander seolah-olah sedang memindai setiap inci wajah Clara.

Manik biru milik Clara sekilas mengingatkannya dengan kejadian malam itu. Mata mereka saling terkunci dalam sebuah tatapan intensif yang membuat jantung Clara berdegup kencang. 

Namun, bukan Alexander Emanuel namanya jika tidak mau bersentuhan dengan wanita asing. Alexander segera melepaskan tubuh mungil Clara yang membeku di pelukannya dengan gugup karena saat ini menjadi pusat perhatian di dalam ruangan rapat tersebut.

"Apakah kau selalu berjalan tanpa menggunakan matamu?" Alexander mengangkat alisnya sejenak,

Clara sangat panik tapi sedikit lega karena Alexander tidak menyadari siapa dirinya.

"Maaf, Tuan Alex. Saya tidak bermaksud …"

"Berhati-hatilah!" seru Alex dengan tatapan yang mengintimidasi.

"Baik, Tuan. Saya minta maaf sekali lagi." Clara tampak sangat menyesal dan malu dengan apa yang baru saja terjadi.

Semua mata menatapnya seolah dirinya sedang menggunakan trik kuno untuk merayu seorang pria dengan berpura-pura jatuh padanya. Padahal semua itu terjadi karena kecerobohannya. 

Tanpa menghiraukan Clara yang masih tertunduk ketakutan, Alexander berjalan dengan kepala tegaknya menuju kursi kebesarannya untuk memimpin rapat tahunan perusahaan AM Group.

Clara buru-buru pergi ke toilet yang berada di dalam ruang meeting itu karena dirinya merasa sangat tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya saat ini.

Meeting tahunan perusahaan pun dimulai. Ruangan yang sebelumnya ramai dengan percakapan dan tawa, kini menjadi hening saat rapat dibuka dengan presentasi dari CEO perusahaan tentang visi dan misi perusahaan ke depan. Clara dengan canggung kembali ke tempat duduknya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Dariel yang tampak penasaran ketika Clara kedapatan berkali-kali mengusap leher belakangnya karena cemas yang melandanya.

"S-saya ti-tidak ada masalah Pak," jawab Clara sedikit gugup saat melihat wajah Alexander yang tampak serius mempresentasikan perusahaannya.

"Hmm, baiklah. Persiapkan dirimu. Setelah sambutan Tuan Alex, kaulah yang akan maju mempresentasikan hasil kerja devisi kita dalam satu tahun ini," tutur Dariel menasehati Clara.

Clara menganggukkan kepalanya pelan dan mulai mempelajari grafik pertumbuhan perkembangan perusahaannya.

Dengan langkah pelan, Clara berjalan menuju meja presentasi setelah sambutan dari CEO-nya sudah selesai. Dalam balutan setelan blazer hitam elegan, ia terlihat sangat profesional tapi saat dia berjalan melewati CEO, dia begitu gugup takut jika pria itu mengingat kejadian malam yang memalukan itu. 

Alexander, CEO yang terkenal dengan dinginnya, duduk tegak di kursi utama ruang konferensi, tangan bersilang di meja mahogany. Mata tajamnya memantau setiap gerakan wanita muda itu saat menyajikan presentasinya. Ekspresi wajahnya tetap tak berubah, namun matanya terfokus pada layar presentasi

Alex memperhatikan bagaimana Clara presentasi, ia mencoba mengingat kembali siapa Wanita yang tidur bersamanya.

Pada saat Clara memberi penjelasan tentang grafik pertumbuhan, Alex meremas ujung pena peraknya. Tanpa sadar, Clara menggaruk lembut bagian belakang telinga, sebuah tanda kecemasan saat dia mendapati sorot tajam dari Alexander. Meskipun intonasi suaranya tetap tenang, bibirnya mungkin sedikit menegang ketika ia mempresentasikan kinerja Devisinya selama satu tahun ini.

"Tuan Alexander, apakah ada masalah dengan presentasi saya?" tanya Clara merasa gugup saat dirinya menyadari arti tatapan Alex kepadanya.

"Lanjutkan," jawab Alex, tetapi intonasinya mengisyaratkan bahwa ia mencari kejanggalan.

Clara melanjutkan presentasinya dengan menjelaskan tentang inovasi-inovasi baru yang berhasil diciptakan oleh tim marketingnya. Mulai dari kampanye iklan kreatif hingga kerjasama strategis dengan influencer ternama di dunia maya.

"Apakah yang lainnya ada pertanyaan?" tanya Clara saat dia benar-benar sudah menyelesaikan presentasinya.

Semua anggota rapat diam karena sangat kagum dengan setiap detail presentasi yang disampaikan oleh Clara. Setelah benar-benar tidak ada pertanyaan lagi, Clara kembali duduk di ujung meja, berusaha menghindari pandangan CEO yang duduk di seberangnya. Ketika CEO memandang ke arahnya, Clara dengan canggung menyelipkan senyum kecil, berharap agar tidak terlihat gugup.

Alexander mencatat semua pengajuan dari setiap devisi. Setelah presentasi dari tiap-tiap devisi sudah selesai, Alexander memberikan apresiasinya kepada devisi Marketing dengan menambahkan bonus tahunan.

Tentu saja hal ini membuat Dariel selaku Manager pemasaran sangat bahagia. Bonus yang diberikan oleh Alexander tidak hanya sekedar penghargaan atas kinerja semua anak buahnya, tetapi juga sebagai bentuk motivasi agar mereka terus bekerja keras dan mencapai target-target perusahaan.

“Saya menyukai kinerja Clara dan dedikasi yang sudah dia berikan kepada perusahaan ini." Mendengar pujian tersebut, Clara merasa bangga dan sedikit terkejut dengan pernyataan Alex.

"Untuk itu," lanjut Alexander sambil melihat ke arah Clara dengan tatapan tajam, "saya akan menaikkan jabatannya menjadi sekretaris pribadi saya." Keputusan tersebut membuat anggota rapat terkejut. 

Mereka tidak menyangka bahwa Clara akan mendapatkan promosi yang lebih tinggi dari sekedar manager pemasaran. Dariel heran, kenapa Alexander malah ingin menjadikan Clara sebagai sekretaris pribadinya tapi dia tak bisa melawan keputusan Alex.

Namun, ada satu orang yang tidak senang dengan keputusan tersebut yaitu Clara sendiri. Wajahnya berubah masam karena dia tidak mau terus berdekatan dengan Alexander.

Baginya, Alexander adalah sosok yang telah merampas keperawanannya tanpa seizinnya. Meskipun insiden itu terjadi atas kecerobohannya, namun dia tidak bisa membenarkan perlakukan Alexander kepadanya malam itu.

"Tidak, ini tidaklah benar. Aku hanya ingin menjadi manager pemasaran, bukan sebagai sekretarisnya," lirih Clara sangat tertekan dengan keputusan Alex.

Saat rapat berakhir, Clara bernapas lega, berusaha menyelinap keluar sebelum CEO-nya menyadarinya. Namun, Alexander tampaknya bisa menangkap gerakan mencurigakan Clara.

"Besok, datanglah ke ruanganku." Alex memerintah Clara yang baru saja ia angkat sebagai sekretaris pribadinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status