Share

Bab 4. Reuni

Penulis: Kai Chang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-05 13:40:13

"Kenapa pria itu bisa berada di sini?" Clara tidak bisa menahan emosinya saat melihat Alexander.

Jantung Clara berdesir dan pikirannya langsung terbawa kembali ke malam itu, tragedi yang tak pernah ia lupakan sejak satu bulan lalu.

"Dia adalah CEO kita, Tuan Alexander Emanuel," bisik Dariel dengan senyum tipisnya.

Clara hanya menelan ludah pelan menahan emosinya, mengingat papan nama Penthouse itu. 

Suasana ruang rapat tampak sunyi hanya dipecah oleh suara langkah kaki mereka yang terdengar semakin dekat.

Clara merasa jantungnya berdegup kencang, seperti ingin keluar dari dadanya. Ia tahu bahwa saat ini dia harus tetap tenang dan mengendalikan diri agar tidak membuat situasi semakin buruk.

Tiba-tiba saja rasa mual kembali menghampiri Clara. Dengan langkah terburu-buru dia ingin segera ke toilet, karena kecerobohannya, kakinya tersandung dengan kaki meja, sehingga tubuhnya menabrak Alexander yang berjalan tepat di depannya, pandangannya bertemu langsung dengan mata tajam milik Alexander. 

Alex merasa tidak asing dengan tatapan wajah Perempuan yang ada di depannya ini. Bahkan, tatapan Alexander seolah-olah sedang memindai setiap inci wajah Clara.

Manik biru milik Clara sekilas mengingatkannya dengan kejadian malam itu. Mata mereka saling terkunci dalam sebuah tatapan intensif yang membuat jantung Clara berdegup kencang. 

Namun, bukan Alexander Emanuel namanya jika tidak mau bersentuhan dengan wanita asing. Alexander segera melepaskan tubuh mungil Clara yang membeku di pelukannya dengan gugup karena saat ini menjadi pusat perhatian di dalam ruangan rapat tersebut.

"Apakah kau selalu berjalan tanpa menggunakan matamu?" Alexander mengangkat alisnya sejenak,

Clara sangat panik tapi sedikit lega karena Alexander tidak menyadari siapa dirinya.

"Maaf, Tuan Alex. Saya tidak bermaksud …"

"Berhati-hatilah!" seru Alex dengan tatapan yang mengintimidasi.

"Baik, Tuan. Saya minta maaf sekali lagi." Clara tampak sangat menyesal dan malu dengan apa yang baru saja terjadi.

Semua mata menatapnya seolah dirinya sedang menggunakan trik kuno untuk merayu seorang pria dengan berpura-pura jatuh padanya. Padahal semua itu terjadi karena kecerobohannya. 

Tanpa menghiraukan Clara yang masih tertunduk ketakutan, Alexander berjalan dengan kepala tegaknya menuju kursi kebesarannya untuk memimpin rapat tahunan perusahaan AM Group.

Clara buru-buru pergi ke toilet yang berada di dalam ruang meeting itu karena dirinya merasa sangat tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya saat ini.

Meeting tahunan perusahaan pun dimulai. Ruangan yang sebelumnya ramai dengan percakapan dan tawa, kini menjadi hening saat rapat dibuka dengan presentasi dari CEO perusahaan tentang visi dan misi perusahaan ke depan. Clara dengan canggung kembali ke tempat duduknya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Dariel yang tampak penasaran ketika Clara kedapatan berkali-kali mengusap leher belakangnya karena cemas yang melandanya.

"S-saya ti-tidak ada masalah Pak," jawab Clara sedikit gugup saat melihat wajah Alexander yang tampak serius mempresentasikan perusahaannya.

"Hmm, baiklah. Persiapkan dirimu. Setelah sambutan Tuan Alex, kaulah yang akan maju mempresentasikan hasil kerja devisi kita dalam satu tahun ini," tutur Dariel menasehati Clara.

Clara menganggukkan kepalanya pelan dan mulai mempelajari grafik pertumbuhan perkembangan perusahaannya.

Dengan langkah pelan, Clara berjalan menuju meja presentasi setelah sambutan dari CEO-nya sudah selesai. Dalam balutan setelan blazer hitam elegan, ia terlihat sangat profesional tapi saat dia berjalan melewati CEO, dia begitu gugup takut jika pria itu mengingat kejadian malam yang memalukan itu. 

Alexander, CEO yang terkenal dengan dinginnya, duduk tegak di kursi utama ruang konferensi, tangan bersilang di meja mahogany. Mata tajamnya memantau setiap gerakan wanita muda itu saat menyajikan presentasinya. Ekspresi wajahnya tetap tak berubah, namun matanya terfokus pada layar presentasi

Alex memperhatikan bagaimana Clara presentasi, ia mencoba mengingat kembali siapa Wanita yang tidur bersamanya.

Pada saat Clara memberi penjelasan tentang grafik pertumbuhan, Alex meremas ujung pena peraknya. Tanpa sadar, Clara menggaruk lembut bagian belakang telinga, sebuah tanda kecemasan saat dia mendapati sorot tajam dari Alexander. Meskipun intonasi suaranya tetap tenang, bibirnya mungkin sedikit menegang ketika ia mempresentasikan kinerja Devisinya selama satu tahun ini.

"Tuan Alexander, apakah ada masalah dengan presentasi saya?" tanya Clara merasa gugup saat dirinya menyadari arti tatapan Alex kepadanya.

"Lanjutkan," jawab Alex, tetapi intonasinya mengisyaratkan bahwa ia mencari kejanggalan.

Clara melanjutkan presentasinya dengan menjelaskan tentang inovasi-inovasi baru yang berhasil diciptakan oleh tim marketingnya. Mulai dari kampanye iklan kreatif hingga kerjasama strategis dengan influencer ternama di dunia maya.

"Apakah yang lainnya ada pertanyaan?" tanya Clara saat dia benar-benar sudah menyelesaikan presentasinya.

Semua anggota rapat diam karena sangat kagum dengan setiap detail presentasi yang disampaikan oleh Clara. Setelah benar-benar tidak ada pertanyaan lagi, Clara kembali duduk di ujung meja, berusaha menghindari pandangan CEO yang duduk di seberangnya. Ketika CEO memandang ke arahnya, Clara dengan canggung menyelipkan senyum kecil, berharap agar tidak terlihat gugup.

Alexander mencatat semua pengajuan dari setiap devisi. Setelah presentasi dari tiap-tiap devisi sudah selesai, Alexander memberikan apresiasinya kepada devisi Marketing dengan menambahkan bonus tahunan.

Tentu saja hal ini membuat Dariel selaku Manager pemasaran sangat bahagia. Bonus yang diberikan oleh Alexander tidak hanya sekedar penghargaan atas kinerja semua anak buahnya, tetapi juga sebagai bentuk motivasi agar mereka terus bekerja keras dan mencapai target-target perusahaan.

“Saya menyukai kinerja Clara dan dedikasi yang sudah dia berikan kepada perusahaan ini." Mendengar pujian tersebut, Clara merasa bangga dan sedikit terkejut dengan pernyataan Alex.

"Untuk itu," lanjut Alexander sambil melihat ke arah Clara dengan tatapan tajam, "saya akan menaikkan jabatannya menjadi sekretaris pribadi saya." Keputusan tersebut membuat anggota rapat terkejut. 

Mereka tidak menyangka bahwa Clara akan mendapatkan promosi yang lebih tinggi dari sekedar manager pemasaran. Dariel heran, kenapa Alexander malah ingin menjadikan Clara sebagai sekretaris pribadinya tapi dia tak bisa melawan keputusan Alex.

Namun, ada satu orang yang tidak senang dengan keputusan tersebut yaitu Clara sendiri. Wajahnya berubah masam karena dia tidak mau terus berdekatan dengan Alexander.

Baginya, Alexander adalah sosok yang telah merampas keperawanannya tanpa seizinnya. Meskipun insiden itu terjadi atas kecerobohannya, namun dia tidak bisa membenarkan perlakukan Alexander kepadanya malam itu.

"Tidak, ini tidaklah benar. Aku hanya ingin menjadi manager pemasaran, bukan sebagai sekretarisnya," lirih Clara sangat tertekan dengan keputusan Alex.

Saat rapat berakhir, Clara bernapas lega, berusaha menyelinap keluar sebelum CEO-nya menyadarinya. Namun, Alexander tampaknya bisa menangkap gerakan mencurigakan Clara.

"Besok, datanglah ke ruanganku." Alex memerintah Clara yang baru saja ia angkat sebagai sekretaris pribadinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Sang CEO   Bab 98. Sikap aneh Kakek Mia

    Clara merasa risih ketika lelaki tua itu terus memandang ke arahnya. "Kakek, apakah ada yang salah dengan saya?" tanya Clara segera menutupi bagian dadanya dengan sweater yang dia pakai.Kakek Mia memaksakan senyum, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang melanda hatinya. "Tidak. Boleh Kakek melihat kalungmu lebih dekat?"Clara mengangguk sambil mencopot kalungnya dan menyodorkan kalungnya. "Ini, Kek. Ini adalah kalung peninggalan ibu. Ibu selalu bilang ini sangat berharga."Kakek Mia memegang liontin itu dengan tangan gemetar, matanya berkaca-kaca. "Di mana ibumu mendapatkannya?"Clara mengerutkan kening, merasa aneh dengan reaksi Kakek Mia. "Katanya ini pemberian dari nenekku. Aku tidak pernah bertemu nenek, dia meninggal sebelum aku lahir. Ibu juga sudah meninggal beberapa tahun yang lalu."Kakek Mia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang berdebar. "Clara,

  • Gairah Sang CEO   Bab 97. Liontin itu?

    "Tentu saja, Clara. Kau merasa keberatan ketika ada wanita lain yang melihat tubuhku," jawab Alexander dengan wajahnya yang tenang."Tapi jangan lakukan hal sekejam itu, Tuan. Kasihan dengan Mia," jawab Clara terlihat sedih."Clara, dia sangat kejam. Dia bahkan akan mencelakai dirimu dan anak kita dengan memberimu racun yang langka. Dia juga menjebakku dan membuatmu bersedih. Kau masih bisa mengasihinya?" protes Alexander heran melihat reaksi istrinya."Aku tidak akan membiarkan Mia menghancurkan hidupku dan membuatmu bersedih, jika aku tidak memberinya hukuman," lanjut Alexander dengan tegas.Clara hanya bisa diam, dia tidak bisa lagi mencegah suaminya. Beberapa hari kemudian, Alexander berdiri di luar gedung tempat Mia disekap. Dia memasuki gedung tersebut dan memastikan jika Markus melakukan tugasnya dengan baik. Benar saja, di sana dia melihat Mia sudah kehilangan penglihatannya."Mia. Ini cukup untuk membuatmu menyesal sudah bermain api denganku, Mia," ujar Alexander dengan nada

  • Gairah Sang CEO   Bab 96. Jebakan membawa petaka

    "Ini tidak mungkin! Alexander?!" desis Clara dengan suara bergetar.Clara masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Alexander, pria yang selama ini dianggapnya sebagai sosok baik dan setia, kini terlihat tidur dengan Mia, wanita yang selama ini membuat Clara gelisah. Dia mencoba menolak kenyataan yang ada di hadapannya.Selma, merasa harus segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini. "Ini tidak mungkin! Alexander?!" desis Clara dengan suara bergetar, mencoba untuk menampik apa yang dia lihat.Selma terdiam sejenak, lalu dengan tegas berkata, "Clara, tetap tenang. Aku akan mengurus ini."Selma bergegas meninggalkan Clara seornagbdiri di rumah sakit, dan segera pergi menuju Penthouse putranya.Ketika Selma tiba di penthouse tersebut dengan wajah tegang dan langkah cepatnya, ia segera masuk tanpa permisi. Dan disanalah dia melihat pemandangan yang membuat hatinya hampir copot dari tempatnya: Alexander tertidur hanya dengan memakai bocer pendek dan Mia baru saja selesa

  • Gairah Sang CEO   Bab 95. Clara keracunan

    Clara duduk di meja makan, memegang perutnya yang terasa kram hebat. Wajahnya pucat dan keringat dingin mulai membasahi dahinya. "Aku merasa sangat tidak enak badan," katanya lemah kepada Selma, ibu mertuanya, yang duduk di seberang meja.Selma memandang Clara dengan khawatir. "Kamu kenapa, Clara? Kamu terlihat sangat pucat," ujarnya sambil bangkit dan mendekati Clara. "Sepertinya kamu harus dibawa ke dokter."Saat itu, Mia memberikan segelas air kepada Clara. "Clara, minumlah ini. Mungkin kamu akan merasa lebih baik," katanya dengan senyum simpul.Namun Alexander menampik tangan Mia dan segera menggendong tubuh Clara ke luar untuk diperiksakan oleh dokter. "Aku akan membawanya ke rumah sakit sekarang juga," katanya dengan suara tegas. Mia berusaha membantu mengangkat Clara, namun Selma menolak bantuannya. "Jangan sentuh dia, Mia. Aku sudah mencurigaimu sejak awal." Mia terkejut. "Apa maksud Tante Selma? Kenapa Tante mencurigai aku?" Sepeninggal Clara dan Alexander, Selma menatap Mia

  • Gairah Sang CEO   Bab 94. Kewaspadaan Selma

    Siang itu, Selma, melangkah keluar dari lift menuju penthouse mewah Alexander. Pintu terbuka, memperlihatkan pemandangan indah kota dari jendela besar di ruang tamu. Namun, yang menarik perhatian Selma adalah suara tawa dari dapur. Dia berjalan mendekat, dan alangkah terkejutnya dia ketika melihat Mia, dengan apron terikat di pinggangnya, sedang memasak di dapur Alexander."Mia? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Selma dengan nada tegas, matanya menyipit curiga.Mia menoleh dengan senyum ramah yang biasa ia tunjukkan. "Oh, Selamat sore, Tante Selma. Saya hanya memasak makan siang. Ada yang bisa saya bantu?"Selma melangkah masuk, menatap Mia dengan sorotan tajam. "Kenapa kamu tinggal di sini bersama Alexander? Di mana Clara?"Mia tersenyum lebih lebar, tetapi matanya tetap dingin. "Clara sedang di kamarnya, apakah Tante tidak tau, jika Clara itu pemalas? Selama satu Minggu Saya disini, Sayalah yang mengurus rumah sementara dia bermalas-malasan."Selma merasa ada yang tidak beres. D

  • Gairah Sang CEO   Bab 93. Hari Pertama Mia di Rumah Alexander

    Pada hari pertama Mia tinggal di rumah Alexander, suasana di rumah itu terasa sedikit berbeda. Clara menjadi lebih protektif terhadap Alexander. Dia merasa perlu melindungi saudara laki-lakinya dari segala hal yang mungkin bisa membuatnya tidak nyaman.Pagi itu, Mia bangun lebih awal dan memutuskan untuk membuat sarapan spesial untuk Alexander. Dia merasa senang bisa memberikan sesuatu yang istimewa untuk orang yang baru saja dia kenal ini. Dengan langkah ringan, Mia bergegas ke dapur dan mulai mencari-cari resep pancake favoritnya yang pernah dia lihat di internet.Sementara itu, Alexander turun dari lantai atas dengan langkah malas. Matanya masih setengah tertutup karena kantuk namun senyum tipis tetap menghiasi wajah tampannya ketika aroma harum pancake menyambut hidungnya begitu masuk ke dapur. Dia melihat Mia dengan tatapan penuh tanda tanya saat gadis itu sibuk mengaduk adonan pancake dengan penuh semangat."Selamat pagi!" sapu Mia riang sambil tersenyum lebar, adonan tepung sed

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status