Share

Gadis Polos

Sialan! Perempuan sialaaann!!

Dorongan yang menggebu-gebu seketika menghilang. Menyisakan rasa sakit yang menyesakkan dada.

"Kenapa, Sayang?" tanya Angela dengan wajah polosnya. Ia tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba marah.

Dengan hati-hati Sebastian mengangkat tubuh Angela lalu kembali membaringkannya ke atas tempat tidur.

"Mungkin aku sudah gila. Bisa-bisanya aku berharap lebih."

Saat melihat pria itu membalikkan badan hendak pergi, Angela panik. Dengan cepat tangannya menyambar lengan Sebastian, mencegahnya pergi.

Terdengar helaan nafas berat dari Sebastian, ia menoleh ke arah tangannya yang dipegang erat oleh Angela, "Sebaiknya kamu istirahat, Angela."

"Temani aku, Garvin. Please..."

Emosi Sebastian kian memuncak. Ia sangat muak mendengar nama Garvin. Dengan emosi yang meluap, ia membalikkan badannya, hendak memaki wanita yang ada di depannya. Namun saat matanya menatap manik mata berwarna coklat milik Angela, kemarahannya lenyap. Bagaimana mungkin ia tega memarahi wanita menyedihkan ini?

"Tidurlah, Angela." Ujarnya lemah.

Saat Sebastian baru saja melangkah, ia mendengar suara tangisan Angela.

"Temani aku... aku mohon..."

Perasaan cinta memenangkan perdebatan sengit dalam hatinya. Ia tidak tega meninggalkan Angela yang membutuhkan kehadirannya. Sambil menghela nafas panjang ia kembali mendekati Angela, dengan lembut menyelimuti tubuh Angela dan duduk di sampingnya.

Dengan penuh kelembutan ia mengusap kepala Angela hingga perlahan mata wanita itu kembali terpejam dan suara nafasnya terdengar teratur.

Mata sebastian menatap wanita itu sendu, "Mengapa sulit sekali bagimu menerima kehadiranku, Angela? Aku yang selalu ada di dekatmu, bahkan di saat mengerikan itu..."

Ia tidak menyangka kehidupan pernikahannya menjadi tahap tersulit dalam hidup. Saat menyadari Angela dan Garvin akan menikah dulu, ia sudah merelakan mimpinya untuk menikah. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan menikah hingga kematian menjemputnya.

Namun kini, lihatlah. Wanita ini berada di depannya sebagai istrinya. Hanya sebagai status, Angela hanya menuruti desakan dari keluarganya.

Andai wanita itu tahu, Sebastian pun tidak ingin menikahi Angela. Karena ia sadar, Angela membenci dirinya, pilihan menikah dengannya bagaikan menjalani kehidupan penuh taburan pecahan kaca. Sangat menyakitkan.

Tapi dia tidak punya pilihan, janji yang sudah terlanjur terucap dan bagaimana mungkin ia tega melihat Angela sendirian melawan keluarganya?

Ia tahu jika keluarga Angela menginginkan pernikahan mereka hanya demi keuntungan diri mereka sendiri. Mahar berupa cincin berlian The vivid pink, cincin langka yang sengaja ia belikan untuk Angela kini jatuh ke tangan Ibu Tirinya. Dia tidak mengerti, mengapa Angela hanya diam saja saat keluarganya mengambil semua miliknya?

Ia menikah untuk menyelamatkan Angela dan Angela menganggap ia menikahi dirinya hanya karena nafsu semata.

Tidak bisakah Angela menaruh kebenciannya sebentar dan benar-benar melihat ke dalam hatinya?

Andai Angela tahu, ia sudah jatuh cinta kepadanya jauh sebelum ia bertemu dengan Garvi.n Saat pertama kali Sebastian melihatnya pada acara ulang tahun BCB Royal Bank, dengan gaun warna hitamnya yang sangat mempesona.

Saat melihat Angela, Sebastian baru sadar, ia bukannya tidak menyukai wanita, tapi memang belum ada wanita yang membuatnya tertarik hingga ia bertemu Angela.

Hanya tertarik, ia tidak berpikir jauh saat itu. Ia sendiri tidak menyangka bahwa kecerobohannya pada waktu selanjutnya akan menimbulkan trauma yang mendalam pada Angela.

Angela membius tatapan Sebastian hanya fokus mengarah pada gadis itu. Senyum manisnya, rambut indahnya dan cara tertawanya yang bagai meninggalkan efek candu.

"Permisi, boleh saya tanya dimana letak toilet?"

Itu adalah kalimat pertama yang Angela ucapkan. Saat itu sempat berfikir bahwa Angela hanya menggodanya, bagaimana mungkin menanyakan letak toilet kepada Pemilik Perusahaan?

Namun melihat wajah pucat Angela saat Ayahnya menegurnya karena menanyakan letak toilet pada Sebastian membuat pria itu tahu, Angela hanya seorang gadis polos.

Lalu bagaimana gadis polos itu bisa berubah menjadi gadis dingin dan menyebalkan seperti ini?

Sebastian menghela nafas panjang. Ia mengusap wajah Angela yang sedang tertidur. Perasaan nyaman membuat matanya perlahan menjadi berat dan hingga akhirnya ia tertidur di kursi samping tempat tidur Angela.

------------------------------------

"Apa kamu sudah gila?! Bagaimana kamu bisa masuk ke kamarku?!"

Suara bentakan Angela terdengar samar, Sebastian melenguh pendek, dalam hatinya berkata, apakah mungkin aku sedang bermimpi?

"Bangun, Brengsek!!"

Oh tidak, ini bukan mimpi.

Sebastian memicingkan matanya, berusaha beradaptasi dengan cahaya terang yang menyambut retina matanya. Saat pandangannya beralih pada wajah Angela yang memerah karena marah dan kedua jarinya memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya, ia sadar, ia terlibat masalah.

"Apa kamu selalu diam-diam masuk ke kamarku seperti ini?!"

Sebastian berusaha tersenyum, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Bagaimana keadaanmu pagi ini?"

Angela sedikit memundurkan kepalanya, matanya menatap ngeri pria di depannya, "A-apa yang sudah kamu lakukan padaku?!"

Tawa Sebastian pecah, mengingat Angela yang tadi malam memohon dirinya untuk menciumnya membuat ia tidak bisa menahan tawa.

"K-kamu tertawa?! Kamu bisa tertawa, hah?!" manik mata Angela melotot marah. Ia segera bangun dari tempat tidur dan terkejut saat menyadari kaitan piyamanya sudah lepas dan hampir saja menunjukkan tubuh polos bagian depannya pada Sebastian.

Emosinya meledak, sambil menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya ia berteriak marah, "Kurang ajar! Kamu laki-laki brengsek, Sebastian!!"

Sebastian mengerutkan keningnya. Ia berusaha menjelaskan. Jari telunjuknya mengarah ke mangkuk besar yang berisi handuk kecil dan bekas mangkuk bubur di atas meja,

"Hey.. aku hanya ingin membantu. Kamu tidak keluar kamar dari pagi dan saat aku masuk..."

"Ya! Itu masalahnya! Kenapa kamu masuk ke kamarku tanpa izin?!" Angela memotong kalimat Sebastian. Nafasnya naik turun dengan cepat, kemarahan menguasai dirinya.

Sebastian berusaha tenang, "Lalu menurutmu, aku biarkan saja kamu kesakitan di dalam kamar?"

"Ya! Aku lebih baik mati daripada harus disentuh olehmu!!"

Mata Sebastian yang semula tenang, fokus menatap kaca jendela tiba-tiba berpindah arah menatap Angela. Seperti seekor harimau yang baru saja dibangunkan dari tidurnya dengan sengaja.

Tepat pada momen krusial seperti itu, Angela justru merasa semakin terpancing, ia menuding wajah Sebastian dengan jari telunjuknya,

"Aku bukan gadis polos seperti dulu yang hanya menurut saat kamu memerintahkanku sesuatu, Sebastian! Demi Tuhan, aku selalu berdoa agar Tuhan menjauhkan hidupku darimu. Tapi lihatlah, kini kamu berdiri depanku?! Di kamarku?!"

"Sudah kubilang berkali-kali Angela, saat itu... kamu hanya salah paham, dan aku...aku..." Sebastian kebingungan mencari kata-kata yang pas. Ia tidak mungkin secara gamblang menjelaskan kondisinya pada wanita itu. Terlebih lagi, wanita itu tidak akan mempercayai ucapannya.

"Lihat, kamu bahkan terbata-bata sekarang. Alasan apalagi yang akan kamu pakai, Sebastian? Jika dulu kamu beralasan bahwa kamu tidak tahu, lalu sekarang apa? Menerobos masuk ke dalam kamar seorang wanita...."

"Kamu istriku, Sasha! Aku berhak berada disini!!" Tanpa sadar Sebastian memotong kalimat Angela. Emosinya ikut terpancing.

"Istri?! Sejak kapan kamu berpikiran bahwa hubungan kita adalah layaknya sepasang suami istri?!"

Sebastian sudah terlanjur kesal dengan sifat egois Angela. Dulu saat ia menuduhnya tanpa alasan yang kuat, Sebastian dapat memakluminya. Namun sekarang, melihat harga dirinya terinjak-injak membuat ia jengah.

Dengan emosi Sebastian membalikkan badannya, ia khawatir jika lebih lama disini, emosinya meledak dan dapat menyakiti Angela.

"Hey! Kita belum selesai bicara! Jawab pertanyaanku, apa yang kamu lakukan di kamarku?!"

Dengan kesal Sebastian menjawab pendek, "Jika kamu sepenasaran itu, lihat saja rekaman CCTV!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status