Share

Gairah Terlarang CEO
Gairah Terlarang CEO
Author: Menook We

Bab 1. Ebony Black

"Rapikan ranjang itu dengan sempurna. Ganti spreinya dengan sprei ebony black." Suara bariton menitahkan. Menunjuk ranjang besarnya yang tampak berserakan. Jauh sekali dari kata rapi karena tiga ujung sprei tersingkap hampir ke tengah. Membulatkan kedua mata wanita cantik di depannya.

"Ya?" spontan Sandra. Wanita cantik nan polos yang baru saja diterima kerja sebagai asisten pribadi dengan gaji tinggi. "Eb-ebony Black?" batin Sandra. Kondisi tubuhnya sudah semakin bergetar tak karuan. Karena sikap dingin Sean yang tak pernah menunjukkan keramahan, membuatnya ketakutan.

"Apa itu Ebony Black?" Sandra masih membatin.

Namun hanya mendapatkan lirikan tajam dari Sean yang masih berdiri tegap di hadapannya, mengintimidasi.

"I-Iya." Gugup Sandra, lebih baik bicara iya saja, meskipun ia sama sekali tak mengerti mengenai warna apa yang dimaksud oleh Sean. "Ebony black?" apa itu?" lagi lagi Sandra membatin, tak berani bertanya. Beberapa kali meremas jemari tangannya sendiri.

"Pastikan kamar selalu rapi disaat berantakan." Lanjut Sean menginformasikan.

"Ba-baik Pak,"

"Bos. Panggil aku Bos." Sahut Sean. "Apa kamu melihatku sebagai pria tua?"

"Tampan Bos." Jawaban spontan Sandra. Ia membulatkan mata, menyadari kesalahannya dalam berbicara. "Mak-maksud saya, muda."

"Nggak akan ada Asisten rumah tangga yang akan masuk ke dalam kamarku selain kamu."  lanjut Sean tak menanggapi jawaban Sandra. Kembali mendengar sahutan spontan asisten pribadinya.

"Kenapa begitu?" tanya Sandra.  Membekap mulutnya segera, mendapatkan tatapan nyalang dari sang majikan baru. "Ba-baik, Bos." Kembali memilih untuk menganggukkan kepalanya patuh.

"Jangan pernah membantah apapun tiap ucapan dari Bos Sean. Atau kamu akan menyesalinya." Pesan laki laki berbadan tegap beberapa saat yang lalu. Sang bodyguard Sean, kembali terngiang di kepala Sandra yang sedang berusaha untuk tetap bisa bersikap tenang diantara kondisi tubuhnya yang gemetar.

"Iya, Bos" Tambahan jawaban Sandra. Ia harus mengiyakan apapun perintah dari bos barunya, tak boleh mendebat, ataupun banyak bertanya. Apalagi menolak.

"Lima menit. Kamu harus bisa merapikan semuanya dalam waktu lima menit." Titah Sean.

"Lima menit Bos?" tersentaknya hati Sandra. "Kok cuma lima-" Protes Sandra memotong kalimatnya sendiri.  Ia merutuki lamisnya bibir yang kenapa tak mau diam dan bilang iya saja.

"Baik," pasrah Sandra.  Meskipun hatinya menangis, merasa bingung harus mencari warna sprei hitam yang seperti apa, saat ia tak tahu apa apa. "Lima menit?" batin Sandra menelan salivanya pelan.

Bagaimana bisa ia menyelesaikannya dalam waktu lima menit? juga ebony? apa itu ebony?" Sandra mengalihkan pandangan, mencari keberadaan almari yang harus dia tuju terlebih dahulu.

"Kenapa kamu diam dan hanya menoleh begitu?" protes Sean.

"Cari almari Bos," Jawab Sandra. Kemudian dibuat berjingkat oleh sentakan suara Sean yang tak sabar.

"Ayo cepat!".

"Ba...baik, Bos." Jawab cepat Sandra. "Haiss!" gumamnya pelan. Akan melangkah dan berlari, namun tertahan oleh suara Sean.

"Tunggu!"

Membalikkan cepat badan Sandra, kembali menghadap ke Bos besarnya. "Kenapa Bos?"

"Kamu tadi bilang apa?"

"Ha?"

"Kamu tadi bilang apa!" sentak Sean.

"Kenapa Bos?" jawab spontan Sandra. Selalu dibuat senam jantung oleh Seaan yang suka sekali menyentaknya.

"Sebelum itu!"

Membuang pandangan Sandra. "Sebelum itu?" frustasinya Sandra, ia benar benar lupa dan tak bisa bepikir.

"Sebelum itu saya bilang apa ya Bos?"

"Ck!" mendeliknya Sean.

Menjingkatkan kembali Sandra, mundur ke arah belakang.

"Pergi cepat!"

"I-iya Bos." Sandra kemudan berlari, akan menuju ruangan yang terhubung dengan kamar. Mungkin disana tempatnya.

Seiring dengan mengayunnya langkah  Sean. Hendak duduk di atas kursi yang tersedia, sambil menggeser geser layar ponsel, akan mengecek harga saham di dalamnya.

Sama sekali tak tahu mengenai membulatnya kedua mata Sandra. Ia baru saja membuka salah satu pintu almari besar berwarna putih. Sudah disuguhi dengan banyaknya pakaian, juga celana berwarna hitam semua.

Namun tak hitam sempurna, melainkan ada yang sedikit keabu abuan ataupun sedikit kecoklatan. Hanya sedikit. Karena yang pasti gelap semuanya.

"Terserahlah." gumam Sandra. Tak ingin terpaku hanya karena sebuah warna baju. Karena tugasnya sekarang bukanlah itu. "Sprei? dimana sih letak sprei?" Sandra semakin frustasi. Kenapa pekerjaan pertamanya harus seperti ini. Tertekan sekali.

"Empat menit!" terdengar suara Sean berteriak.

Kian memompa ritme jantung Sandra yang tergesa. Baru saja menemukan almari untuk sprei di samping almari baju. Namun sayangnya ia tak bisa bernapas lega. Karena permintaan warna dari Sean yang tak kunjung dia dapatkan.

Tapi bagaimana bisa dia dapatkan? jika arti dari warna ebony black saja dia pun masih belum mengetahuinya.

"Sepuluh!" Sean kembali berteriak.

"Sembilan!" lanjut Sean menghitung mundur detik menuju habisnya waktu.

Kian mempercepat degupan di jantung Sandra yang semakin ketakutan. Masih dikuasai oleh rasa bingungnya. Segera mengambil asal salah satu sprei berwarna gelap.

"Astaga... kenapa susah sekali sih ini diambilnya." Gumam Sandra. Kian dibuat frustasi oleh  tekanan yang terjadi.

Jantungnya bergejolak sebagai tanda dari rasa takutnya merajai hati. Hingga membuat jemari tangannya gemetar. Hanya untuk mengambil salah satu sprei dari tumpukan saja bingung sendiri.

"Lemot sekali sih kinerjamu!" sentak Sean tiba tiba, sudah  berada di pintu penghubung diantara kamar dan juga ruangan ganti. Sungguh berhasil menjingkatkan tubuh Sandra yang segera menolehkan kepalanya cepat.

"Maaf maaf, Bos." Ucap Sandra tak kalah  cepatnya, diantara gerakan tangannya masih menarik kuat salah satu lipatan sprei di dalam almari. Secara acak, tanpa melihat warna ataupun motifnya. Membuatnya  tak sengaja menarik tumpukan yang paling bawah, dan...

"Aaaah!" pekik Sandra. Merasa terdorong oleh tarikan kuatnya sendiri, hingga membuat tubuhnya oleng ke arah belakang, sebelum akhirnya terjatuh dan terjungkal di atas lantai. Menyingkapkan dress floral coklat selutut yang dipakainya.

"Maaf, maaf, Bos." Sama sekali tak mengetahui, mengenai terpampangnya kulit paha putih mulus yang sedari tadi tertutup rapi. Tampak nyata di pandangan Sean yang dia buat terpaku. Membeku di tempat.

"Diam!" titah tegas Sean. Menghentikan gerakan tubuh Sandra yang akan beranjak bangun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status