hmm hmm hmm~
Dion terdiam sejenak. โNaura lebih banyak menghabiskan waktu dengan bosnya. Aku yakin itu anak Reval. Bukan anakku.โ Lastri tidak percaya dengan apa yang ia dengar. โDion! Istri kamu baru saja mengandung anak pertama kalian, dan alih-alih bersyukur, kamu malah menuduhnya?!โ Dion menutup matanya sejenak. โBu, aku tidak menuduh. Seminggu ini Naura tidak pulang ke rumah. Dia tidur bersama Reval, Bu. Bagaimana aku bisa yakin jika anak itu adalah anakku, Bu?โ Lastri terdiam. Dion melanjutkan. โAku melihat semuanya. Mereka selalu bertemu diam-diam, berbicara dengan cara yang berbeda. Dan lebih dari itu ....โ Dion mengusap wajahnya dengan kasar. โNaura berubah sejak saat itu, Bu. Sejak dia mendapatkan uang untuk membayar operasi ibu. Dia yang mulai terlihat gelisah, pikirannya sering melayang. Dan malam ini, ketika dokter mengumumkan kehamilannya, aku melihat sesuatu di matanya.โ Lastri mempersempit matanya. โApa yang kamu lihat?โ Dion menatap ibunya lurus-lurus. โKeraguan.โ Dion me
Dion mengerjap, matanya membesar. โCallista?โ Wanita itu tersenyum miring, lalu dengan anggun memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan. โApa kabar kamu, Dion? Sudah lama aku tidak melihatmu.โ Dion melepaskan tangannya perlahan, membiarkan Callista berdiri tegak kembali. Matanya mengamati wanita itu dengan penuh kewaspadaan. Callista masih seperti dulu. Berpenampilan mewah, tubuhnya dibalut gaun hitam ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Parfum mahalnya masih tercium kuat, mengingatkan Dion pada masa-masa yang ingin ia lupakan. โAku pikir kamu masih di luar negeri,โ gumam Dion. Callista menyeringai. โAku pulang beberapa bulan lalu. Kau tidak tahu?โ Dion menggeleng. โTentu saja kamu tidak tahu. Aku tidak menghubungimu.โ Callista melipat tangan di depan dadanya. โKamu terlalu sibuk dengan istrimu, kan?โ Dion menatap Callista tajam. Wanita itu terkekeh pelan. โKamu ingat, Dion? Waktu itu kamu membawa kabur uangku.โ Dion mengepalkan tangan. โAku tidak punya pilihan.โ โDan
Callista berusaha menarik tangannya, tetapi genggaman Dion terlalu kuat. โLepaskan aku! Ini tidak termasuk dalam kesepakatan kita!โ Dion terkekeh, matanya berkilat dengan sesuatu yang sulit diartikan. โKata siapa?โ Callista mendelik, wajahnya mengeras. โAku tidak pernah menawarkan diriku, Dion. Aku hanya ingin menyelesaikan urusan denganmu, bukan melayani keinginan kotormu.โ Dion menyipitkan matanya. โOh, jadi kamu berani menentangku?โ Callista berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berpacu lebih cepat. Ia tahu Dion, mengenalnya lebih baik daripada siapa pun. Jika pria itu sudah menunjukkan sisi gelapnya, maka tidak ada gunanya melawan dengan keras kepala. Tetapi Callista bukan wanita lemah. Ia menarik napas panjang, mencoba melepaskan tangannya dengan sedikit lebih lembut. โDion, dengarkan aku. Aku tidak mau ada masalah. Kita sudah punya kesepakatan, bukan?โ Dion tidak bergeming. Matanya menatap Callista dengan penuh penilaian sebelum bibirnya melengkung dalam sen
Kedua mata Naura melirik jam digital di atas nakas. 01.45 AM. Malam sudah sangat larut. Naura menyingkap selimut, menurunkan kakinya ke lantai. Hawa dingin segera menyergap kulitnya, tetapi bukan itu yang mengganggunya. Ada perasaan tidak nyaman yang menekan dadanya, sebuah firasat yang sulit dijelaskan. Ia bangkit dan berjalan ke arah pintu, membuka perlahan. Koridor rumah gelap, hanya ada sedikit cahaya dari lampu di ruang tengah. Nafasnya tertahan saat menatap sekeliling. Rumah terasa terlalu sepi. โMas Dion?โ panggilnya pelan, suara seraknya nyaris tenggelam dalam keheningan malam. Tidak ada jawaban. Naura melangkah ke dapur, berharap suaminya ada di sana untuk mengambil minum seperti yang sering dilakukan. Namun, dapur kosong. Tidak ada jejak Dion di sana. Tidak ada gelas yang diletakkan di meja. Bahkan kulkas masih tertutup rapat, tidak menunjukkan tanda-tanda baru saja digunakan. Dadanya mulai terasa berat. Nafasnya tersendat. Matanya kemudian melirik ke arah
Naura sontak sedikit menjauhkan kepalanya. Ada sesuatu yang terasa janggal. Ia menarik napas pelan, mencoba meredakan kegelisahan dalam hatinya. โKenapa mendadak, Mas?โ tanya Naura menatap Dion melalui cermin. Dion tersenyum samar. โNggak ada alasan khusus, Sayang. Aku hanya ingin menebus waktu yang terbuang. Selama ini aku terlalu sibuk dengan urusan kerja, sampai lupa membahagiakanmu.โ Naura mengerutkan kening. Sejak kapan Dion sibuk kerja? Setahu Naura, Dion lebih sering menghilang tanpa kabar. Malam-malam pulang larut atau bahkan tidak pulang sama sekali. Sekarang, tiba-tiba berbicara soal liburan berdua? Naura menatap bayangan suaminya di cermin. Ada sesuatu yang tidak bisa ia pahami dari sikap Dion pagi ini. โJadi bagaimana? Kamu mau kan?โ Dion berbisik lagi, tangannya kini bergerak naik, menyentuh bahu Naura dengan lembut. Naura mengangguk pelan, meskipun hatinya dipenuhi tanda tanya. โKita lihat nanti saja, Mas. Aku juga perlu mempersiapkan semuanya. Selain itu, aku be
Naura menarik napas dalam, mencoba mengontrol gejolak yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia menatap Dinda dengan ekspresi setenang mungkin. Dinda menatap Naura dengan mata berbinar, tampak begitu bersemangat menceritakan gosip yang tengah hangat diperbincangkan di kantor. โNona Callista.โ Kata itu seperti palu godam yang menghantam dada Naura. Seketika, suara di sekitarnya memudar. Udara yang tadi bisa ia hirup dengan leluasa kini seakan menipis, menyisakan rongga kosong di dadanya. Callista? Tangannya mencengkeram tali tas lebih erat, berusaha menstabilkan dirinya yang tiba-tiba merasa limbung. Seharusnya ia tidak terkejut. Callista memang selalu berada di sekitar Reval, dan wanita itu bukan orang asing di kehidupan mereka. Tapi mendengarnya langsung seperti ini โฆ tetap saja membuatnya sesak. โNaura, kamu kenapa?โ suara Dinda membuyarkan lamunannya. Naura segera menampilkan senyum tipis. โEm, tidak apa-apa kok, Din. Aku masuk dulu ya?โ Ia melangkah cepat menuju lift, berhara
Naura merasakan aliran darahnya seakan berhenti sesaat. Callista? Ia menatap layar ponselnya sekali lagi. Nama yang tertera di sana memang Reval, tetapi suara yang ia dengar jelas milik Callista. Dinda yang masih berdiri di sampingnya menatap penuh tanya, tetapi Naura terlalu sibuk mengendalikan napasnya yang tiba-tiba terasa berat. โHalo? Naura?โ suara Callista kembali terdengar, kali ini lebih lembut, tetapi menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Naura menelan ludah. โIya, aku Naura.โ Sejenak, tidak ada suara di seberang sana. Hanya terdengar embusan napas Callista sebelum akhirnya wanita itu kembali berbicara, kali ini dengan nada yang lebih dalam. โAku ingin bertemu denganmu.โ Naura mengernyit. โBertemu denganku? Untuk apa?โ Dinda kini semakin penasaran, matanya menatap Naura penuh keingintahuan, tetapi Naura mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Dinda menunggu. โAda sesuatu yang harus aku bicarakan denganmu,โ ujar Callista. โAku rasa โฆ ini penting.โ Naura menghe
Ervan menelan ludah. Ia berdeham dengan canggung. Dinda masih belum bisa berpikir dengan jernih. Wajahnya terasa panas, dan ia bisa merasakan jari-jari Ervan masih dengan lembut menopang punggungnya. โA-aku ... aku baik-baik saja,โ gumam Dinda pelan. Namun, tubuhnya masih dalam dekapan Ervan. Dan itu membuatnya semakin salah tingkah. Ervan menyadari hal itu dan segera melepaskan Dinda dengan gerakan hati-hati. โMaaf. Aku refleks.โ Dinda buru-buru berdiri tegak dan merapikan bajunya, berharap Ervan tidak menyadari betapa panasnya wajahnya saat ini. โT-tidak, tidak apa-apa. Terima kasih ... kalau saja tadi kamu tidak menangkapku, mungkin aku sudah babak belur.โ Ervan tersenyum kecil, tetapi matanya masih menyiratkan sisa keterkejutan. โAku kebetulan lewat dan melihatmu hampir jatuh. Instingku langsung bergerak.โ Dinda mengangguk kikuk, merasa bodoh karena tidak tahu harus berkata apa. Sementara itu, Ervan juga tampak sama canggungnya. Ia menggaruk tengkuknya, sesuatu yang selalu
Naura duduk di sudut ruangan, kepalanya bersandar pada dinding kayu yang mulai lapuk. Tangannya masih terikat, tapi ia tak mau menyerah begitu saja. Pikirannya terus berputar mencari celah. Ia harus keluar dari sini sebelum Dion benar-benar menghancurkan segalanya. Dari luar, terdengar suara langkah kaki mendekat. Pintu terbuka, dan pria bertopeng yang tadi datang kembali, kali ini tanpa nampan makanan. โHari ini kau akan dipindahkan,โ katanya singkat. Naura menelan ludah. Dipindahkan? Ke mana? Pria itu berjalan mendekat, menarik tali yang mengikat tangannya, lalu menyeretnya berdiri. โAyo.โ Naura tahu ia tak bisa melawan dalam kondisi seperti ini. Tapi, jika dia dipindahkan ke tempat yang lebih jauh, peluangnya untuk selamat akan semakin kecil. โTuhan, bantu akuโฆโ Saat mereka melewati lorong sempit yang gelap, Naura memperhatikan sekelilingnya. Matanya menangkap sebilah pisau kecil tergeletak di atas meja kayu di sudut ruangan. Tanpa berpikir panjang, ia menjatuhkan tubuhnya
โPaman Riko?โ Reval merasakan amarah membakar seluruh tubuhnya. Ia mengepalkan tangan, nyaris melayangkan pukulan ke wajah Dion, tetapi pria itu dengan santai menjauh, mengangkat ponselnya lebih tinggi. โTenang, Reval. Kalau kau menyentuhku, aku bisa saja menyuruh Riko melakukan sesuatu yang lebih buruk pada Naura,โ katanya dengan seringai puas. Reval mengertakkan giginya. โApa yang kau inginkan?โ Dion menoleh ke Callista dan tertawa kecil. โGampang. Akui bahwa anak dalam kandungan Callista adalah milikmu, nikahi dia, dan aku akan melepaskan Naura,โ katanya santai. Reval mencibir. โMimpi.โ Callista mendekat dengan tatapan penuh kemenangan. โReval, kau tahu kau tidak punya pilihan, kan?โ ujarnya manja, tangannya berusaha menyentuh dada Reval. Reval menepisnya kasar. โKalian pikir aku bisa percaya pada kalian? Bahkan jika aku menuruti permintaan kalian, tidak ada jaminan Naura akan selamat.โ Dion terkekeh. โTentu saja ada jaminannya. Tapi kalau kau membangkangโฆโ Ia memutar vide
โSebenarnya ... ini bukan hal yang penting.โ Naura tidak tahu harus menjawab apa. โNaura, ada apa? Apapun itu, aku akan mendengarkannya.โ Naura menatap Reval, lalu mengambil secarik kertas. โSurat cerai saya sudah resmi. Saya dan Mas Dion โฆ bukan suami-istri lagi.โ Reval menatap surat itu. Rasanya seperti beban besar terangkat dari dadanya. Ia merasa lega dan informasi itu adalah sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu olehnya. Bagaimana mungkin Naura mengatakan bahwa itu tidak penting? Namun, ekspresi Naura masih terlihat berat dan seolah sedang dilanda gelisah yang mendalam. โAda apa lagi?โ tanya Reval lembut. Naura menggigit bibirnya. โSaya mendengar sesuatu dari Bu Lastri belakangan ini.โ Reval mengernyit. โApa?โ Naura menghela napas, lalu menatap Reval dalam-dalam. โCallista. Sebenarnya dia tidak benar-benar tinggal di rumah Mas Dion. Waktu itu dia hanya kebetulan ada di sana saat saya mengajukan cerai dan dia sengaja memanas-manasi saya.โ Reval menegang. โDan
Reval berjalan mondar-mandir di koridor rumah sakit. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang membuatnya merasa tidak tenang. Firasat buruk terus menghantui pikirannya. Ponselnya di saku bergetar. Dengan malas, ia meraihnya dan melihat nama yang tertera di layar. Dahi Reval mengernyit. Setelah beberapa detik ragu, ia akhirnya masuk ke dalam sebuah ruangan. Di sana ia melihat Callista duduk di atas ranjang dengan wajah pucat. Mata wanita itu tampak merah seolah habis menangis. Reval menutup pintu dan berjalan mendekat. โApa yang terjadi? Kenapa kamu yang ada di sini?โ Callista menundukkan kepalanya, menggenggam ujung selimut dengan erat. โAku โฆ aku hamil, Reval.โ Jantung Reval seperti berhenti berdetak sejenak. Ia menatap Callista dengan tatapan tajam. โApa hubungannya denganku? Lalu di mana Naura? Aku ingin bertemu dengannya.โ โTentu saja ada hubungannya denganmu, Reval.โ Callista mengangkat kepalanya, menatapnya dengan mata penuh harap. โIni adalah anakmu.โ Reval m
Ruang tamu dipenuhi keheningan yang menegangkan. Adelia duduk di sofa dengan tatapan dingin, sementara Reval berdiri di depannya, menatapnya dengan penuh ketegasan. โApa kamu bilang?โ suara Adelia meninggi, ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. Reval menarik napas panjang, berusaha menahan emosinya. โAku ingin mama meminta maaf kepada Naura.โ Adelia tertawa kecil, namun tidak ada kehangatan dalam tawanya. โKenapa tiba-tiba kamu meminta hal itu, Reval? Mama tidak merasa punya urusan dengan perempuan itu.โ Reval mengepalkan tangan, berusaha tetap tenang. โKarena mama telah menyakitinya.โ Adelia menyipitkan mata. โJangan membesar-besarkan masalah, Reval. Lagipula, perempuan itu bukan siapa-siapa bagi mama.โ Reval mendekat, menatap ibunya dengan tajam. โBukan siapa-siapa? Dia adalah wanita yang sedang mengandung anakku, Ma!โ Adelia terdiam sesaat. Matanya membulat, tapi ia segera menyembunyikan keterkejutannya dengan tawa sinis. โJadi, itu alasan kamu membelanya mati-matian
PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Dion, meninggalkan jejak kemerahan yang jelas. Kepala pria itu sedikit tergeleng, namun bukan karena sakitnya tamparan itu, melainkan karena keterkejutannya. Callista berdiri di hadapannya dengan mata membelalak, napasnya memburu penuh amarah. โIni semua gara-gara kamu, Dion!โ suara Callista menggema di seluruh ruangan. Dion mengusap pipinya yang perih, ekspresinya berubah dingin. โKenapa kamu menamparku, Callista? Kita melakukannya atas dasar suka sama suka.โ Callista mendengkus kasar. Ia memeluk tubuhnya sendiri, seakan merasa jijik dengan situasi yang sedang terjadi. โSial! Aku hanya ingin bersenang-senang, bukan mendapatkan ini!โ Suaranya bergetar, dan matanya menatap Dion dengan kebencian. Dion menyipitkan mata. โMaksudmu?โ โAku hamil, Dion! Aku mengandung anak sialan ini gara-gara kamu!โ Callista berteriak frustrasi, tangannya terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Dion terdiam sejenak. Pikirannya berputar cepat, menc
Beberapa minggu telah berlalu. Naura berdiri di depan pintu rumah yang dulu ia tinggali sebagai istri Dion. Pintu rumah itu masih sama seperti terakhir kali Naura melihatnya. Cat cokelat tua yang mulai memudar, gagang pintu berwarna perak yang kini tampak lebih kusam. Namun, bagi Naura, rumah ini sudah kehilangan maknanya sejak lama. Tangannya menggenggam erat amplop cokelat berisi surat cerai. Dalam hati, ia menguatkan dirinya. Ia harus menyelesaikan semuanya. Tidak ada lagi alasan untuk bertahan di dalam pernikahan yang telah hancur sejak lama. Dengan napas panjang, Naura mengetuk pintu. Dadanya berdebar, bukan karena ragu, tetapi karena ia ingin semua ini segera berakhir. Tak butuh waktu lama, suara langkah kaki terdengar dari dalam, lalu pintu terbuka. โNaura!โ Suara itu begitu akrab. Hangat. Seakan tidak ada luka yang pernah mengisi kehidupan mereka. Bu Lastri berdiri di ambang pintu dengan mata berbinar, seolah-olah kehadiran Naura adalah sesuatu yang ia rindukan sejak la
Reval menghela napas, lalu menangkup wajah Naura dengan kedua tangannya. โAku mencintaimu, Naura,โ ucapnya serius. โAku tidak akan menikahimu hanya karena tanggung jawab. Aku ingin bersamamu karena aku memang menginginkannya. Lebih dari apapun.โ Naura menatap mata Reval, mencari kepastian di sana. Dan ia menemukannya. Kejujuran. Ketulusan. Tapi tetap saja... โTidak semudah itu, Pak Reval,โ bisiknya. โAda banyak hal yang harus saya pikirkan.โ Reval melepaskan tangannya dari wajah Naura, kemudian menghela napas panjang. โLalu berapa lama lagi kamu mau berpikir?โ tanya Reval dengan nada frustrasi. Naura menunduk, mengusap perutnya yang masih datar. โApa kamu takut?โ tanya Reval lagi. Naura mengangkat wajahnya, menatap Reval dengan mata yang mulai berkaca-kaca. โYa,โ jawabnya jujur. Reval terdiam. Naura menghela napas berat, suaranya lirih ketika berkata, โSaya takut mengambil keputusan yang salah. Takut jika perasaan ini hanya sesaat. Takut jika nanti saya justru menyakiti B
Naura mengangguk cepat. Reval mendesah, lalu melambai pada pelayan. โPesan satu es krim cokelat.โ โTunggu, Pak Reval! Saya maunya yang stroberi.โ Reval terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. โOke, stroberi.โ Tak butuh waktu lama, es krim datang. Naura langsung menyendoknya dengan bahagia, tapi tiba-tiba ia mengernyit. Reval memperhatikan ekspresinya dengan waspada. โKenapa lagi?โ Naura menggigit bibirnya. โSepertinya saya ingin yang cokelat.โ Reval menatapnya selama beberapa detik sebelum akhirnya tertawa lepas. Naura menatapnya kesal. โBapak kenapa tertawa?โ โKamu mulai bertingkah seperti ibu hamil pada umumnya.โ Naura mendelik. โSaya memang hamil, kan?โ Reval mengangkat bahu dengan senyum lebar. โYa, tapi sekarang kamu benar-benar kelihatan seperti bumil yang sering ngidam aneh-aneh.โ Naura mendengkus, tapi diam-diam pipinya merona. Reval memperhatikannya, lalu tanpa sadar mengulurkan tangan dan menyentuh jemari Naura di atas meja. โApa?โ tanya Naura bingung. Reval te