Share

Lingerie Biru

Author: Ririichan13
last update Last Updated: 2025-09-19 20:14:09

Suasana di ruangan tetap hening, hanya bunyi detik jam yang beradu dengan detak jantung Gabby yang terdengar.

Nada mendesah pelan sebelum akhirnya beranjak dari duduknya.

"Mbak mau keluar dulu, beli makan. Kamu mau makan apa, Ar?" tanya Nara berbasa-basi.

"Apa aja, Mbak," jawabnya pelan.

Nada mengangguk, lalu segera keluar dari ruangan itu.

Begitu keluar, ia tak langsung menuju kantin rumah sakit yang berada di bawah, melainkan duduk sebentar di kursi panjang ruang tunggu.

Ia merogoh saku blazernya, mencari ponselnya dan mengeluarkannya dengan tangan yang gemeter.

Ia menatap ponselnya cukup lama sebelum akhirnya ia menekan nomer Marvel dan menelponnya.

Tutt ... Tutt ...

Suara itu berakhir, menandakan panggilannya tak diangkat.

Namun, ia tak menyerah, ini baru satu kali dan ia akan mencobanya lagi.

Tuut… tuut…

Tapi sayangnya, masih sama. Marvel tak kunjung mengangkatnya.

Nara menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

"Mungkin, ini memang bukan jalannya," lirihnya pelan sebelum kembali memasukkan ponselnya ke saku blazernya.

Ia segera bangkit, memilih untuk segera ke kantin dan mencari makanan untuknya dan juga sang adik.

Begitu hendak kembali, barulah ponselnya kembali bergetar.

Nara bergegas mengambilnya dan begitu melihat nama Marvel yang terpampang di sana, jantungnya kembali berdegup kencang. Dan setelah beberapa saat, barulah ia menekan tombol hijau dengan gemetar.

"Se--selamt malam, Pak ..."

["Malam. Ada apa, Nara? Maaf tadi saya sedang ada urusan."] Suara Marvel terdengar santai dari sana.

Nara menahan napasnya sejenak. Air matanya hampir pecah lagi, tapi kali ini ia menahannya kuat-kuat.

“Saya … saya setuju dengan tawaran Bapak.”

Sejenak hening. Lalu suara tawa ringan Marvel terdengar.

[“Akhirnya kamu sadar juga, Nara. Kenapa kamu lamban sekali mengambil keputusan ini, sih?!"] suara Marvel terdengar sedikit merajuk dari sana.

Sementara Nara, hanya bisa diam sambil menggigit bibir bawahnya hingga nyaris berdarah.

["Baiklah, kita ketemu malam ini, jam 22.00 di Hotel XX. Aku akan segera memesan kamar, dan akan ku kirim padamu atas nama siapa kamar itu di pesan. Ingat, jangan sampai terlambat!"]

Klik.

Telpon pun dimatikan secara sepihak. Nata kembali menatap layar ponselnya denhan tangan yang bergetar. Bahkan hampir saja membuat plastik makanannya terjatuh, jika ia tak buru-buru menguasai keadaannya.

"Tidak! Aku tidak salah, aku melakukan semuanya demi Gabby. Meskipun ... maafin ibu, Nak ...,"

***

Jam di ponselnya menunjukan pukul 21.55 saat Nara tiba di lobby Hotel XX.

Jantungnya berdetak lebih cepat, bukan hanya karena rasa bersalah, namun juga karena rasa takut.

Ia melangkah perlahan menuju meja resepsionis. Seorang perempuan muda menyapa dengan senyuman ramah.

"Selamat malam, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya dengan ramah.

"Malam, Kak. Sa--saya mau ke kamar atas nama Lourens, Kak," ucapnya terbata.

Sang resepsionis mengangguk sebentar lalu segera melihat ke arah komputernya. Dan tak lama, ia pun memberikan sebuah kartu akses kepadanya.

"Kamar atas nama Lourens ada di lantai 8 nomer 804 ya, Bu. Ibu bisa naik di lift yang sebelah kanan sana ya," ucapnya memberi arahan.

Nada mengangguk singkat lalu seger melangkah menuju lift yang di tuju.

Di dalam lift, pikirannya kembali berkecamuk. Apa yang dilakukannya kali ini adalah benar? Atau ...

Ting!

Pintu lift terbuka begitu tiba di lantai 8. Dengan langkah perlahan ia mulai menyusuri angka-angka di sana, mencari kamar nomer 804.

Saat tiba di depan pintu kamar, ia berdiam sejenak, menarik napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan sebelum akhirnya ia men-tap kartu itu.

Dengan perlahan, Nara membuka pintu itu dan sedikit terkejut saat melihat Marvel yang sudah berada di sana, seolah menunggunya meskipun saat itu posisi lelaki itu membelakanginya.

"Masuklah," ucap Marvel pelan namun penuh ketegasan.

Nara mengangguk pelan, lalu masuk dengan perlahan. Matanya menyapu setiap inci detail dari ruangan itu.

Ruangan mewah bernuansa putih dan hitam, dengan aroma lavender yang menenangkan. Namun, sayangnya kemewahan itu tetap saja kalah dengan pesona lelaki yang berada di depannya.

Dengan kemeja putih polos yang tangannya di gelung sampai ke siku, pesona Marvel terasa mendominasi.

Hati Nara kembali berdesir. Antara takut, putus asa dan juga ... sekelebat bayangan masa lalu kembali mengusiknya.

Gegas, ia menggeleng pelan, menepis pikiran itu jauh-jauh.

Marvel berbalik dengan perlahan, ekspresinya tetap sama, datar, tenang dan dingin.

Nara menunduk pandangannya, seolah tak kuat menatap wajah Marvel yang begitu mendominasi. Padahal, jika di kantor, ia sudah biasa melihat wajah Marvel, namun tidak dengan malam ini.

Marvel berjalan mendekat, langkahnya pelan dan juga tidak terburu-buru bahkan suara sepatunya nyaris tak terdengar di atas lantai marmer itu.

Hingga tanpa sadar, jarak keduanya kini hanya berbeda dua langkah saja.

Marvel berhenti di sana, mengangkat tangannya dan meletakkannya di atas kepala Nara. Dengan gerakan perlahan, ia mengambil anak rambut yang terjatuh dan menyelipkannya ke belakang daun telinga.

Tak hanya itu, ia membelai pipi Nara dengan pelan hingga akhirnya tepat di bawah dagu dan langsung menengadahkannya, agar wanita itu membalas menatap dirinya.

"Kamu terlambat lima menit," bisiknya pelan. "Tatap saya, Nara."

Nara hanya mengangguk. Dengan takut, ia membalas tatapan lelaki itu. Mata hitam yang tajam bagai elang, mampu membuat Nara seolah terbius.

Tatapan itu menusuk tepat di jantungnya, membuat sesuatu yang berdesir hebat dan terasa ... familiar.

"Jangan terlalu kaku, Nara, rileks saja," bisiknya kembali.

Lagi-lagi, Nara hanya bisa mengangguk dan tak lama Marvel pun menarik wajahnya sedikit menjauh.

"Aku punya sesuatu untukmu, tunggu sebentar," ucap Marvel seraya berbalik.

Ia melangkah menuju meja kecil yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Dan setelah itu, ia kembali membawa sebuah kotak berwarna hitam dengan pita berwarna merah di atasnya.

“Apa ini?” tanya Nara sambil menatap kotak itu dengan ekspresi bingung.

“Buka saja,” balas Marvel singkat.

Nara mengangguk, lalu merobek pita itu dengan tangan yang bergetar.

Dan saat ia membukanya, matanya langsung membola.

"I--ini apa, Pak?" tanya Nara seraya mengambil barang yang ada di dalamnya.

Nara menjembrengkan kain yang ada di dalamnya. Sebuah kain berwarna biru muda yang bentuknya seperti mini dress namun begitu transparan bahkan terlihat seperti sebuah saringan tahu.

Nara benar-benar tak tahu itu baju apa, karena ia memang tak pernah melihatnya sebelumnya.

"Itu lingerie namanya, dan aku ... ingin kau memakainya," ucap Marvel.

Nara tersentak, antara ragu dan juga malu. Apa iya, ia harus memakai baju seperti itu?

"Dan satu lagi, diluar kantor, jangan pernah memanggil saya Bapak, tapi panggil saya Kakak, paham?" tanyanya kembali.

Nara mengangguk pelan, tanda mengerti. Lalu, kembali menatap baju yang ada di depannya. Wajahnya sedikit memanas, dan darahnya berdesir apalagi saat melihat tatapan tajam Marvel yang seolah mengulitinya hidup-hidup.

"Pakailah! Aku ingin melihat kau memakainya," ucap Marvel. Suaranya dalam dan seperti sebuah perintah.

Nara mengangguk kembali, dan langkahnya mulai mundur, berniat untuk mencari kamar mandi. Namun sayangnya, baru saja hendak pergi, tangannya langsung di cekal oleh Marvel saat itu juga.

"Tidak! Aku ingin kau memakainya disini, Nara," ucapnya datar dan tajam.

"Di-- disini? Apa Kakak gila?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Operasi Gabby 2

    Nara mendesah pelan, bukan waktunya memikirkan Marvel sekarang. Sebaiknya, ia kembali menuju ruang perawatan, Gabby dan Arka pasti sudah menunggunya di sana.Dan benar saja, begitu ia tiba disana, Gabby sudah berganti pakaian memakai baju operasi, sementara Arka menemaninya di ranjang itu sambil bermain mobilan.Begitu melihat sang ibu di sampingnya, Gabby menoleh pelan, dan sebuah pertanyaan pun muncul dari bibir polosnya."Ibu, apa nanti Ayah akan datang setelah aku operasi seperti yang ibu bilang?"Nara terdiam. Pertanyaan itu lebih tajam daripada sebuah pisau. Dengan susah payah, ia pun memaksa untuk tersenyum dan mengelus rambut putranya."Bismilah, semoga saja ya, Nak. Karena, ayah pernah bilang, kalau Gabby udah sembuh, pasti ayah akan segera pulang. Ayah sama ibu kan kerja buat kesembuhan Gabby," ucap Nara dengan sedikit gemetar.Gabby hanya mengangguk, berharap bahwa ucapan sang ibu benar adanya. Sementara Arka, menatap sang kakak dengan heran.Nara hanya tersenyum masam dan

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Operasi Gabby

    Udara malam Kota Jakarta terasa begitu dingin dan menusuk kulit. Tapi sayangnya, dinginnya udara malam, sama sekali tak mampu mendinginkan hati Nara yang panas.Apalagi, kilatan bayangan masa lalu itu perlahan muncul kembali di otaknya saat mencium aroma kamar dan tubuh Marvel.Nara kembali menghembuskan napas panjang begitu ia tiba di rumah sakit."Bismillah, aku harus terlihat biasa saja di depan Arka dan Gabby," ucapnya menguatkan dirinya.Dengan langkah pasti, ia pun kembali ke lantai tiga.Begitu masuk ruangan, nampak Gabby yang masih terlelap. Posisinya masih sama seperti saat ia tinggalkan tadi. Tak ada yang berubah, tenang dan damai.Sementara di sofa, Arka juga tertidur dengan posisi duduk memangku buku. Sepertinya, adiknya itu baru saja menyelesaikan PRnya dan langsung ketiduran sebelum sempat membereskannya.Arka sendiri saat ini sudah kelas 2 SMK, tinggal dua tahun lagi ia lulus, karena itu sebisa mungkin Nara tak ingin sang adik putus sekolah.Sebelum menuju ranjang Gabby

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Apa Yang Kamu Inginkan?

    Marvel menyunggingkan bibirnya lalu menggeleng dengan tegas."Tidak, tapi aku memang ingin melihatnya. Lakukan dan akan aku berikan uangnya nanti," ucapnya kembali.Mata Nara kembali membola. Ingin rasanya menolak dan kabur, tapi sayangnya, nyalinya tak sekuat itu.Dengan tangan gemetar, ia membuka kancing blusnya satu per satu. Meskipun malu, ia sudah terlanjur masuk, jadi tak mungkin untuk mundur. Sementara di sana, tatapan Marvel terus tertuju padanya, seolah tak ingin bergeser sedikit pun.Dan setelah beberapa saat, lingerie itu akhirnya terpasang sempurna di tubuhnya. Gegas, ia menutup area dada dan bawahnya dengan kedua tangannya. Ia benar-benar malu meskipun kain tipis itu menutupi kulitnya.Marvel kembali mendekat, kali ini tanpa jarak lagi. Bahkan, hembusan napas dan detak jantungnya pun bisa Nara dengar dengan jelas.Tak lama, jemarinya mulai menyusuri wajah, dagu dan juga juga bibir Nara. Darah Nara kembali berdesir hebat, apalagi saat mencium aroma mint dari tubuh lelaki

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Lingerie Biru

    Suasana di ruangan tetap hening, hanya bunyi detik jam yang beradu dengan detak jantung Gabby yang terdengar.Nada mendesah pelan sebelum akhirnya beranjak dari duduknya."Mbak mau keluar dulu, beli makan. Kamu mau makan apa, Ar?" tanya Nara berbasa-basi."Apa aja, Mbak," jawabnya pelan.Nada mengangguk, lalu segera keluar dari ruangan itu.Begitu keluar, ia tak langsung menuju kantin rumah sakit yang berada di bawah, melainkan duduk sebentar di kursi panjang ruang tunggu.Ia merogoh saku blazernya, mencari ponselnya dan mengeluarkannya dengan tangan yang gemeter.Ia menatap ponselnya cukup lama sebelum akhirnya ia menekan nomer Marvel dan menelponnya.Tutt ... Tutt ...Suara itu berakhir, menandakan panggilannya tak diangkat.Namun, ia tak menyerah, ini baru satu kali dan ia akan mencobanya lagi.Tuut… tuut…Tapi sayangnya, masih sama. Marvel tak kunjung mengangkatnya.Nara menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar."Mungkin, ini memang bukan jalannya," lirihnya pel

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Keputusan Sulit

    Nara memacu motornya dengan kecepatan sedang cenderung tinggi. Setelah mendapat telpon dari Arka, pikirannya langsung kalut dan membayangkan yang tidak-tidak.Ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang, meskipun harus kembali berdebat kecil dengan Marvel karena lelaki itu tak mengijinkannya.Begitu selesai memarkirkan motornya, ia melangkah tergesa menuju lantai tiga, tempat dimana Gabby di rawat.Di depan ruang rawat, Nara bisa melihat jelas Arka sedang berdiri dengan gelisah. Tanpa pikir panjang, ia buru-buru menghampirinya meskipun dengan sedikit terengah."Ar, ada apa? Gabby nggak apa-apa kan?" tanyanya dengan napas yang memburu.Arka menoleh, mencoba tersenyum sebelum akhirnya menggeleng pelan."Tadi ... Gabby sempat kejang, Mbak, dan Mbak diminta segera menemui dokter Setya di ruangannya," ucapnya lirih sambil tertunduk.Nara terdiam sebentar, melongok ke arah kamar pasien, lalu melirik sekilas ke ujung lorong. Ia mendesah pelan, lalu mendorong pintu kamar pasien, memilih untuk ber

  • Gairah Terlarang Sang Presdir    Tawaran Kotor

    “Layani aku malam ini, dan aku akan memberi kamu uang itu secara cuma-cuma," ucap lelaki itu dengan tenang.Meskipun diucapkan dengan tenang, nyatanya, kalimat itu membuat Nara terdiam seketika, seolah jantungnya berhenti berdetak. Bahkan, diatas pangkuannya, jemarinya nampak mengepal kuat menciptakan bekas putih di kulit tangannya.Lalu, dengan tegas ia mengatakan, "Maaf, Pak. Tapi saya datang ke sini untuk meminjam uang bukan untuk menjual diri saya."Marvel menyunggingkan bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang terasa seperti sebuah ejekan dari pada keramahan.Perlahan, ia bangkit dari duduknya, merapikan jas mahalnya lalu menghampiri Nara yang terduduk kaku di sana."Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Nara?" tanyanya pelan, lalu dengan santai mencoba mencolek pipi Nara. Namun sayangnya, langsung di tepis oleh wanita itu."Nara, coba kamu pikirkan baik-baik tawaran saya ini. Kamu butuh uang untuk pengobatan anakmu, dan saya butuh kamu untuk memuaskan hasrat saya. Bukannya itu adil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status