Nina tertegun, sepertinya Nathan sangat kesal dengan kejadian barusan, maklum ia belum terbiasa dengan kehidupan anak-anak kost, yang suka bergurau seenak mulut mereka.“Nathanny kamu jangan ambil hati kejadian tadi, mereka Cuma bercanda,” Nina meyakinkan.“Becanda? Itu sudah pelecehan, nyiul-nyiulin kamu, memang kamu burung?” Nathan masih terlihat emosi.“Ya ampun Nathanny, cowok-cowok kalau lagi pada ngumpul ya memang begitu, tapi mereka nggak pernah berlaku kurang ngajar kok sama aku atau cewek-cewek lain yang ngekost di situ,” kilah Nina.“Pokoknya nggak bisa, kamu harus pindah dari sana.” Nathan bersikeras.Nina menghela napas, “aku harus pindah kemana, menurutku lingkungan di situ cukup baik, mereka bertetangga dengan baik, saling peduli dan saling membantu, aku sudah lama tinggal di situ.”“Kamu tenang saja, aku yang akan atur semuanya,” ujar Nathan, ia segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi asistennya. Nathan mengintruksikan Emi untuk segera mencarikan appartement siap
Nathan menatap Nina dengan rasa penasaran yang besar, sedangkan Nina tersenyum, ia mengalihkan tatapannya ke arah dinding-dinding kaca patri dengan ornamen-ornamen mewah tersebut. Nina menghela napas, “dia sangat special untukku, karena dialah yang mengantarkan aku ke dunia ini.” “Maksudmu, orang tuamu?” sela Nathan. Nina mengangguk, ia menjawab tanpa menoleh, “Mama.” Nathan menghela napas, “sayang, apa Mama kamu sering ke mari?” tanya Nathan, ia memang belum banyak tahu tentang keluarga Nina. “Ya, hampir setiap hari,” jawab Nina sambil tersenyum. “Ha? Setiap hari makan di sini?” Nathan bingung, sekaligus takjub. “Tentu makan di sini, karena Mama yang meracikan makanan untuk tamu-tamu di sini.” Nina tersenyum, ia kembali ke tempat duduknya, sebelum Nathan bertanya lagi ia menceritakan jika mendiang Mamanya dulu adalah salah satu chef ternama di negeri ini, dan ia menjadi chef utama atau executive chef di restauran ini. Nathan terkejut, ia kembali memastikan benarkah mamanya Nina
Nathan segera merengkuh Nina ke pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu. Nathan dan Om Jhon terdiam, mereka mengerti saat ini Nina kembali terguncang akan peristiwa yang menimpa sang Mama. “Sayang, jangan seperti ini, aku yakin Mama tidak ingin melihatmu sedih,” Nathan berusaha membujuk Nina. “Benar, Nina. Katy sudah bahagia di sana, jangan buat dia sedih.” Terdengar helaan napas panjang Om Jhon, mata lelaki itu memerah. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk membujuk Nina, karena ia sendiri pun merasakan hatinya berkeping-keping, sakit yang teramat dalam ketika mendapati sahabat yang sangat dicintainya telah pergi. Om Jhon menepuk bahu Nina pelan, lalu lelaki paruh baya itu beranjak meninggalkan Nina dan Nathan, ia yakin pemuda itu pasti bisa membujuk dan menenangkan Nina, karena ia sendiri juga tidak tahu harus berbuat apa. Nathan membiarkan gadis itu menangis di pelukkannya, ia hanya mengelus gadis itu penuh kasih sayang, berusaha memberikan ketenangan. Semua di luar eks
Hari ini Nina bangun cepat seperti hari-hari kerja biasa, padahal saat weekend begini ia biasanya bangun siang. Setelah mandi dan berpakaian Nina segera ke dapur hendak membuat sarapan, namun ternyata sang Tante sudah berada di sana. Tante Sophia pun terkejut, karena hari sabtu begini biasanya Nina bakalan bangun siang, tapi mengapa sekarang sudah bangun pagi-pagi. “Pagi Tante,” sapa Nina. Sang Tante menjawab sambil menatap keponakannya dengan heran. “Tante kenapa? Ada yang salah?” tanya Nina juga ikut heran. “Hari ini kan Sabtu, Nin. Kamu lupa ya?” tanya Tante Sophia, ia berpikir pasti keponakannya ini ngelindur, saking semangatnya kerja sampai lupa hari. “Iya, Tante, Nina tahu, emang kenapa?” jawab Nina sambil tersenyum, ia segera menuang susu hangat ke dalam gelas. “Oh, kirain Tante lupa, memang mau ke mana? tumben hari Sabtu bangun pagi,” tanya sang Tante penasaran. “Mau ke kantor, Tan.” Nina
Nathan memberi kode pada Nina untuk melihat, Nina mengangguk ia segera berdiri dan berjalan ke arah pintu dan segera membukanya. Seorang wanita yang sudah Nina kenal berdiri tegak sambil membawa map tebal. “Siang Miss. Nina, si bos ada di dalam?” tanya Emi. Nina mengangguk dan mempersilahkan asisten Nathan itu untuk masuk. “Emi, ngagetin aja, kenapa nggak telepon dulu atau kirim pesan.” Nathan menyambut sang asisten dengan kesal. “Hehe, maaf bos, saya sudah telepon berkali-kali dan kirim pesan juga, tapi belum dibuka.” “Hmm, ada apa?” tanya Nathan. “Saya mau laporan ini bos,” ujar Emi sambil menyodorkan berkas, Nathan segera menerimanya. Ia membuka berkas-berkas itu. “Wah sudah jadi, biasanya nunggu seminggu.” Nathan mengomentari. “Kebetulan ini hari Sabtu kantor mereka masih buka, jadi langsung saya bereskan, tinggal menunggu tanda tangan Miss. Nina,” sahut Emi. “Kerja bagus, nanti aku kasih kamu bonus,” sahut Nathan, “sana cepat selesaikan.” “Baik, bos.” Emi segera menghampi
Nathan segera menghubungi asistennya, ia memberitahukan Emi hal tersebut dan memerintahkannya untuk segera bertindak membersihkan kekacauan itu. “Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan kan, Emi?” tegas Nathan, pokoknya malam ini juga harus dibersihkan termasuk tagar trendingnya.” “Siap, bos. Saya paham,” jawab Emi. “Oya satu lagi, segera lacak siapa dalang dibalik kekacauan itu,” perintah Nathan. “Siap, bos. Segera bergerak.” Nathan menghela napas berat, wajahnya berubah menjadi dingin. Siapa yang melakukan itu? Apa Sonya? Tapi tidak mungkin, perempuan itu tidak akan peduli Nathan dekat dengan perempuan manapun. Nathan segera masuk ke kamar mandi, ia tidak ingin Nina melihat kejengkelannya, sebisa mungkin jangan sampai Nina tahu, khawatir gadis itu sedih dan akan menjauhinya. Entah mengapa Nathan selalu ingin bersama gadis itu, rasanya tak ingin jauh darinya. Setelah mandi Nathan kembali membuka ponselnya, ia mengecek jejaring In*t*gr*m, ternyata sudah bersih, foto-foto itu sudah
Di dalam lemari yang ukurannya sedikit lebih kecil itu, tertata rapi tumpukan pakaian pria, disebelahnya juga tergantung beberapa stel jas. Nina tidak habis pikir, apa Nathan juga akan pindah ke mari? Gadis itu geleng-geleng kepala, namun ia segera masuk ke kamar mandi, berendam air hangat pasti bikin rileks. Setelah selesai ia mengenakan baju santai, lalu menyapukan make-up tipis dan menyemprotkan parfume EA Always red femme yang memang sudah disiapkan, Nina merasa segar dan cocok. Hebat sekali Emi itu, semua pilihannya cocok dengan selera Nina. Nina segera mencari Nathan, rupanya pria itu sedang bersantai di balkon, di atas meja kecil di dekatnya tersedia secangkir kopi hangat. “Kenapa berdiri di situ sayang? Ayo sini,” panggil Nathan tanpa menoleh, Nina tertegun namun ia mendekat dan duduk di samping Nathan. “Kok kamu tahu sih, aku berdiri di situ?” tanya Nina heran. “Parfummu sayang, kesegarannya bisa aku ra
Nathan tertegun ia menatap gadis di hadapannya itu dengan bingung. Apa ada yang salah? Tadi gadis muda itu begitu menggebu, membangkitkan gairahnya yang terus menggelora.“Sayang, ada apa?” tanya Nathan bingung.Nina tak menjawab, ia hanya menghela napas pelan, perlahan ia melepaskan tangan Nathan yang masih memeluknya. Gadis itu berdiri, lalu berjalan ke tepi pembatas balkon, dari sana ia bisa melihat pemandangan malam pusat kota yang menakjubkan. Gadis cantik itu berdiri mematung, rambut coklatnya yang ikal tebal dan panjang berkibar ditiup angin malam.Nathan mendekati Nina dan berdiri di belakang gadis itu, ia sungguh bingung apa yang sebenarnya terjadi?“Sayang, sebenarnya ada apa? aku jadi bingung …” ucap Nathan lembut. Nina masih terdiam, namun kemudian gadis cantik itu membalikkan badannya menghadap Nathan, lama ia menatap pria tampan itu sebelum akhirnya berkata, “Nathanny, apa kamu sungguh-sungguh mencintaiku?”Nathan yang juga sedang menatap Nina berkata dengan lembut, “s