Terlalu lelah dan beban pikiran menyelimuti kepalanya, membuat Keenandra terdiam tanpa suara saat memasuki rumahnya. Sambutan Aletta tak digubrisnya. Jangankan membalas, melirik saja pun enggan. Aletta yang mulai terbiasa dengan perlakuan ini tak akan mempermasalahkannya. Tidak mengapa, asal suaminya malam ini pulang ke rumah. "Aku sudah siapkan air hangat. Kamu mau makan malam?" tanya Aletta bersemangat. Senyumnya sudah mengembang sempurna di bibirnya yang tipis. "Ehm..." respon Keenandra singkat. "Aku tunggu di bawah." Keenandra masuk ke dalam kamar mandi. Di sana sudah tersedia air hangat yang biasa disiapkan oleh istrinya saat pulang kerja. Tanpa ragu, ia masuk ke dalam bak mandi tersebut. Keenandra memejamkan matanya sejenak. Rasa hangat dan nyaman hampir membuatnya tertidur. Saat ia membuka matanya, sekelebat bayangan Amira muncul di hadapannya. Amira membawakan setumpuk bunga dan sebotol wine kesukaannya. Tak hanya itu, Amira dalam lamunannya membuat dirinya bergairah deng
Tokk tokk "Menunggu lama?" Amira muncul dari balik jendela mobil Andrinof yang terparkir di halaman rumahnya. Andrinof membuka kaca mobil lalu menggelengkan kepalanya. "Maaf ya, tadi aku ada sedikit pekerjaan. Mau jalan sekarang?" "Kalau kamu mau tunda nanti sore, tidak masalah." Amira membuka pintu mobil lalu masuk. Setelah duduk dan memasang sabuk pengaman, ia menutup jendela mobil. Tangannya lincah menyalakan pemutar musik membuat bibirnya ikut bersenandung lagu yang tengah dimainkan. "Ah, maaf. Aku lancang—" "No problem, aku suka lagunya." Andrinof menjalankan kendaraannya perlahan keluar dari dalam kompleks perumahan Amira. Sangat sepi, mungkin semua penghuninya sedang liburan. Menoleh sejenak ke sisi kiri, ia tersenyum melihat Amira begitu sibuk memoles bibirnya dengan lipbalm. Selanjutnya, dalam gerakan lambat di dalam kepalanya, Amira terlihat begitu cantik saat menaikkan lengannya mengikat rambutnya yang panjang. Model rambut kesukaan Amira ternyata sangat sederhana. Ha
Cemburu, satu kata itu terus berputar-putar di kepala Keenandra. Sejak dirinya melihat secara langsung bagaimana nyamannya Amira duduk berdua dengan Andrinof, sejak itu pula dirinya terus terbakar api cemburu yang sangat dahsyat. Kecemburuan itu bertambah saat Amira yang tak sadar akan kehadirannya di tempat itu terus saja menempeli Andrinof. Bahkan sampai film selesai pun, tangan mereka tak beranjak dari genggaman nyamannya. "Kak, mau kemana?" Aletta memanggil Keenandra yang melangkah cepat mengikuti langkah kedua orang di depannya menuju ke parkiran mobil. Rupanya, Andrinof akan mengajak Amira untuk makan malam di resto kesukaannya yang tak jauh dari mall. "Kamu pulang naik taksi atau ikut aku?" bentak Keenandra yang membuat nyali Aletta menciut. "A-aku ikut." Aletta berlari tergopoh-gopoh mengikuti Keenandra yang masuk ke dalam mobil. Tak memerlukan waktu lama, mobilnya sudah berada di halaman mall tepat berada di belakang dua mobil sedan yang mengantri keluar. Keenandra menge
"Lepaskan aku!" Amira kembali memberontak. Keenandra tak mengindahkan teriakan mantan kekasihnya itu. "Aku mau—" Brakk "Diam!" bagaikan disihir, Amira terdiam seketika. Keenandra membuka pakaiannya hingga menyisakan celana panjang. Dadanya yang tegap terlihat keras dan banyak urat menonjol di sana. Amira terkesiap menyaksikan pemandangan itu. Tidak, ia tidak mau melayani nafsu mantan kekasihnya itu saat ini. Amira perlahan turun dari ranjang, mengendap-endap melewati tubuh besar Keenandra. Tak bisa dibohongi, pria itu malah menyeringai menyaksikan Amira turun dari ranjang. Dengan satu kali tarikan, Keenandra berhasil membawa Amira kembali jatuh di atas ranjang. Apa sulitnya menangkap tubuh mungil itu. "Lepaskan! Lepaskan aku!" Keenandra menindih tubuh mungil Amira. Kali ini tak ada lagi celah jalan keluar. Mata Amira berkaca-kaca memohon dengan sangat agar Keenandra mau memaafkannya atau pergi dari rumahnya tanpa melakukan hubungan intim. "Kamu sudah membuatku kecewa. Mana jan
Ting tong Bel pagi membuyarkan lamunan Amira di atas ranjang. Ia belum sepenuhnya membuka mata, kepalanya sakit akibat sulit tidur. Seingatnya, ia baru memejamkan mata pukul tiga subuh tadi. Belum ada reaksi dari Amira, kini dirinya hanya terdiam sembari menaikkan tangannya ke atas. Persis seperti kucing yang baru bangun tidur. Ting tong Amira bergegas bangun. Ia berlari menuju kamar mandi lalu membersihkan diri sejenak. Lima menit kemudian, dirinya sudah berdiri di depan pintu rumah sambil memutar kunci. "Ya?" Amira menyapa si pengganggu paginya. "Selamat pagi, Amira." rupanya Andrinof yang datang dengan senyum cemerlangnya. Amira tak menyangka akan mendapat kejutan di pagi ini. Apalagi Andrinof membawa sarapan pagi yang tak diduga oleh Amira. "Heh, pagi sekali ke sini. Ayo masuk." Andrinof mengikuti langkah Amira masuk ke dalam rumah. Tak ada yang istimewa, rumah Amira adalah rumah sederhana yang dibalut dengan nuansa modern minimalis. Tak ada lukisan atau benda kuno yang dip
"Mau kemana?" Aletta menghadang jalan Keenandra. "Mama mau makan siang di rumah. Aku juga sudah masak cukup banyak." "Apa hubungannya dengan aku?" ketus Keenandra. "Mereka ingin datang dan berbincang dengan kita. Kan sudah satu bulan kita menikah, kita—" "Pembicaraan kalian tak lebih hanya sekitar anak. Iya kan?" tuduh Keenandra yang dibalas anggukan kecil oleh Aletta. "Kenapa? Ingin pernikahan ini membuahkan hasil?" "Kita bisa bicarakan dulu, kak. Kalau kamu memang belum ingin punya anak, kita bisa tunda sampai semuanya siap." Keenandra terkekeh mendengar penjelasan Aletta. Bukan karena kalimatnya yang lucu, tapi isinya yang membuat telinganya bergidik geli. "Anak? Kamu pikir pernikahan kita adalah pernikahan yang aku inginkan?" Aletta terdiam. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan karena berulang kali Keenandra selalu saja mengungkit tentang pernikahan mereka. "Andaikan aku ingin anak pun, aku ingin anak itu berasal dari Amira." "Kak, tapi kan kita—" "Maaf, Aletta. Sampai kap
Mengadu, bukan hal yang sulit bagi Aletta. Inginnya, kali ini ia mengadukan segala keluh kesahnya pada sang mertua yang sering datang ke rumahnya. Namun, dirinya tak berani. Bukan karena takut pada ancaman Keenandra tapi juga takut dengan kekuatan yang dimiliki Amira. Aletta tahu suatu rahasia yang dipegang oleh keluarga besarnya. Ia tak ingin Amira datangalu mengacak-acak semua di depan semua orang. Maka, lebih baik ia diam dan mengunci rapat segala hal yang telah dilakukan oleh Keenandra. Lagipula, suaminya tak pernah berbuat kasar padanya. "Ada apa?" Sonia melambaikan tangan di hadapan Aletta yang kini tengah melamun. "Ada sesuatu dengan suamimu?" Aletta menggelengkan kepalanya. "Lalu, kenapa anak mama diam saja?" "Tidak ada apa-apa, Ma. Kak Keenan akhir-akhir ini sering ada pekerjaan mendadak. Katanya, dia ada projek akhir tahun," keluhnya. Berita tadi tak sepenuhnya bohong, memang Keenandra pernah bilang padanya jika banyak sekali pekerjaan hingga akhir tahun. "Oh, itu bagus.
Hampir satu jam lamanya Amira membolak-balik lemari pakaian miliknya. Gaun indah yang sempat ia ambil, dikembalikannya lagi dan itu terus berulang hingga dengusan frustasi keluar dari bibirnya. Tak lama berselang, ia mendapatkan notifikasi dari ponselnya. Citra mengirimkan sebuah pesan padanya. "Pakai gaun warna biru navy," gumam Amira membaca pesan yang dikirimkan oleh Citra. Amira pun segera mencari gaun berwarna biru navy yang dimaksud oleh Citra. Katanya, ada di lemari kedua sebelah kanan. Gaun yang baru dipesan beberapa minggu lalu oleh Citra dan sampai di tangannya dua hari sebelum acara. "Ah, gaun ini? Cantik. Pintar juga Citra pilih gaunnya." Amira mematut dirinya di depan cermin. Warna gaun yang cantik dipadu dengan polesan bibir berwarna merah terang dan model rambut tertata ke atas membuat Amira semakin cantik layaknya ratu sejagad yang sedang mengikuti perlombaan. Selesai dengan riasannya, Amira melirik arloji kecil yang tersemat di pergelangan tangannya. Matanya men