"Ah, akhirnya aku bisa melepaskan sepatu hak tinggi ini!" Samuel dan Nadine akhirnya kembali ke kamar hotel mereka larut malam itu. Bahkan, setelah makan-makan berakhir, saudara dan teman-teman Samuel masih memaksanya minum bersama. Samuel tidak mabuk, hanya saja, ia minum alkohol cukup banyak. "Akhirnya pesta ini selesai juga! Tapi besok pagi kita masih harus menjamu sangat banyak orang." "Aku tidak tahu kalau undanganmu begitu banyak dari segala penjuru dunia. Pesta ini besar sekali sampai aku sulit bernapas, Samuel. Sungguh, aku lebih suka pesta sederhana di mana aku bisa bersembunyi." "Haha, bersamaku kau tidak akan bisa bersembunyi, Nadine. Kau tidak lihat bagaimana Hanna juga lelah karena dikenalkan pada semua orang tadi? Begitulah wanita di keluarga kami yang tidak akan bisa bersembunyi." Hanna memang juga digandeng oleh Louis berkeliling. Banyak yang sudah mengenal Hanna sebagai istri Louis, tapi ada juga yang belum karena memang Louis dan Hanna tidak pernah mengadakan p
"Sekali lagi selamat ya, Samuel, Nadine!" Semua orang memberikan selamat pada Samuel dan Nadine setelah pemberkatan nikah berakhir.Namun, pesta belum berakhir dan semua orang pun lanjut dalam jamuan makan malam bersama."Terima kasih semua. Ayo, sayang!" ajak Samuel karena Nadine pasti lelah berdiri sejak tadi.Nadine pun akhirnya bisa duduk dan rasanya lega sekali. Kakinya benar-benar lelah karena seharian memakai sepatu hak tinggi. "Kau lelah, sayang? Mau aku pijati?" bisik Samuel mesra. "Ya ampun, tidak usah! Malu dilihat orang!" "Haha, mengapa malu? Kita sudah menjadi suami istri, Sayang." "Tapi tidak pijat memijat juga, Samuel!" "Ah, aku tahu, kau mau dipijati di kamar saja, hmm?" goda Samuel. Nadine membelalak dan mendadak merinding membayangkan Samuel memijatinya di kamar. "Kau nakal sekali!" geram Nadine gemas. Samuel tergelak dan mereka tertawa bersama dengan begitu mesra. Tidak lama kemudian, Pak Himawan dan istrinya datang menyapa. "Pak Samuel dan Nadine, sekali
Sebuah papan besar bertuliskan "The Wedding of Samuel and Nadine" terpampang di pintu masuk ke taman sebuah hotel berbintang, yang sudah disulap menjadi tempat resepsi outdoor sore itu.Dekorasi mewah dengan bunga-bunga hidup berjejer di sepanjang pintu masuk dan sepanjang jalan menuju altar. Hiasan bunga hidup juga memenuhi meja dan kursi yang tersusun rapi untuk para tamu undangan.Aura kebahagiaan terpancar dari semua tamu undangan yang sudah mulai datang dan memenuhi acara tersebut. Mereka bersiap untuk menjadi saksi menyatunya dua hati yang akan mengucap janji setia sehidup semati itu.Samuel sendiri sudah berada di salah satu ruang VIP sambil menunggu dipanggil memasuki venue acara. "Apa aku sudah keren, hah?" Samuel terus memperbaiki penampilannya di depan cermin. Semua saudaranya mengelilinginya dan terlihat bangga karena adik kecil mereka akhirnya akan melepas masa lajangnya. "Kau sudah sangat keren, Samuel! Aku tidak menyangka akhirnya kau menikah juga," seru Moreno, kaka
Semua orang menyambut bahagia lamaran Samuel pada Nadine. Widya begitu terharu sampai tidak bisa berhenti menangis, sedangkan Sena terus menenangkan calon besannya itu dan sudah heboh sendiri memikirkan persiapan pernikahan. Sementara Samuel dan Nadine sendiri sedang sangat menikmati status baru mereka yang sekarang sudah bertunangan. "Selangkah lagi, Sayang," seru Samuel. "Kau selalu suka membuat kejutan, Samuel." "Tapi kau suka kan?" Nadine tersipu. "Tidak akan pernah ada waktu yang tepat kalau menunggu kita siap, Nadine. Kesiapan itu juga harus dibentuk. Dan kita akan sama-sama bersiap untuk menyongsong lembaran baru dalam hidup kita." Nadine mengangguk dan ia pun bersiap memulai lembaran baru itu. Tanpa menunggu lama, semua anggota keluarga mulai sibuk mempersiapkan pernikahan. Samuel sendiri sebenarnya sudah menyerahkan semuanya pada wedding planner karena ia benar-benar tidak mengerti apapun soal detail acara, apalagi rejeki calon pengantin sedang sangat mengalir deras.
"Selamat, Louis dan Hanna!" Pagi itu, semua berkumpul di rumah baru Louis dan Hanna. Mereka akan mengadakan acara syukuran dan doa bersama. Hari itu, secara resmi keluarga Louis akan menempati rumah baru mereka. "Terima kasih semua sudah datang!" seru Hanna yang menggendong Grace bersamanya sambil menyapa semua orang. "Ah, Grace lucu sekali! Mana Ethan?" seru Adrianna. "Louis sedang menggendongnya." "Ethan! Oh, tampan sekali! Makin lama makin gembul dan tampan!" puji Adrianna melihat Ethan yang makin subur di umurnya yang ke sembilan bulan itu. "Tentu saja makin tampan seperti Papanya!" Louis menyombongkan dirinya. "Yang benar saja! Dia mirip Hanna, makanya tampan!" omel Adrianna. Louis pun ikut mengomel, sedangkan yang lain langsung tertawa. Rumah besar itu begitu hangat dengan dekorasi yang manis dan membuat semua orang merasakan suasana keakraban itu. Tidak lama kemudian, Samuel juga datang ke rumah itu membawa Nadine dan Widya bersamanya. Mereka juga membawa Bik Har unt
"Kau sudah mau berangkat, Hanna?" "Sudah, Ma. Aku akan berangkat bersama Susan dan Nadine. Titip anak-anak, Ma!" "Kau tenang saja! Cucu-cucu Mama aman di sini!" "Baiklah, aku pergi dulu, Ma!" seru Hanna berpamitan. Louis dan Hanna sudah mulai sibuk melengkapi rumah barunya yang akan mereka tempati bersama kedua bayi kembar mereka. Setelah sempat tertunda cukup lama, akhirnya keluarga mereka akan pindah tidak lama lagi. Hari itu, Louis masih sibuk bersama Samuel dan Refi, jadi Hanna pergi ke sana bersama dua sahabat terbaiknya, Susan dan Nadine. Nadine yang baru pertama kali melihat rumah baru Hanna pun membelalak lebar. "Wah, rumah ini besar dan bagus sekali, Hanna! Aku terkejut sekali melihat rumah-rumah para orang kaya!" pekik Nadine. Susan terkikik mendengarnya. "Bukan hanya kau yang terkejut, Nadine! Saat melihat rumah keluarga Pak Xander saja aku sudah terkejut, lalu rumah Hanna yang ini. Bahkan, dulu rumah Bu Indira juga tidak kalah besar. Tapi akhirnya setelah meliha