Hai semua, maafkan kemarin libur sehari ya. Hari ini mulai up lagi seperti biasa. Selamat membaca semua 🩷🩷
"Akhh!" Suara bisikan di belakangnya langsung membuat Cassa menoleh dan memekik kaget. Ia pun langsung bisa melihat seorang pria dengan baju serba hitam, persis seperti pengendara motor yang tadi mengikutinya. Wajah pria itu tampan dengan rambut yang ditatap rapi, tapi Cassa merinding tidak karuan melihatnya. Napasnya pun sampai tersengal saking takutnya. "Kau ... kau siapa?" tanya Cassa terbata. Ia sudah berdiri bersandar di mobilnya saking takutnya. "Hei, jangan takut padaku, Cassa! Jangan takut! Aku tidak berniat buruk." Cassa menggeleng. "Tapi aku tidak mengenalmu! Siapa kau dan apa maumu mengikutiku seperti ini?" Pria itu tersenyum dan menjadikan wajah tampan itu makin tampan. Garis wajahnya tegas dan sangat terawat. Setampan artis-artis, tapi ada aura psikopat yang membuat Cassa ingin segera kabur dari sana. "Ah, aku ini calon kekasihmu, Cassa. Aku sangat menyukaimu. Aku terus mengirimkan pesan cinta padamu, tapi kau tidak pernah membalasnya. Karena itu, aku mau mengataka
Cassa tidak bisa berhenti tersenyum memikirkan Tama yang membuatnya tergila-gila, apalagi Cassa sempat menyadari kalau pria itu memperhatikan bibirnya tadi. "Ah, akhirnya ada bagian tubuhku yang diperhatikan juga olehnya!" seru Cassa saat membaringkan tubuh di ranjangnya malam itu. "Bagian tubuh apa itu? Apa ternyata dia adalah pria yang mesum? Dia memperhatikan dadamu? Atau pantatmu?" tanya Dera penasaran. "Ya ampun! Kau yang mesum! Mengapa kau berpikir dada atau pantat? Bahkan selama bekerja dengan Tama, dia sangat menjaga pandangannya, menjaga tangannya, dan menjaga sikapnya. Oh ...." "Lalu bagian tubuh apa yang dia perhatikan?" "Bibirku! Haha, aku yakin dia pasti membayangkan rasanya menciumku ...." Cassa terkikik seperti orang gila. "Dasar sinting! Aku belum pernah melihatmu segila ini sebelumnya!" "Karena tidak ada yang bisa membuatku segila ini! Hanya Tama dan aku makin cinta, Dera! Bagaimana ini ...." Lagi-lagi Elva memeluk gulingnya dan terus tersenyum membayangkan mem
Satu minggu berlalu sejak makan malam itu dan Elva pun makin menunjukkan eksistensinya dengan hasil pekerjaan yang gemilang. Bukan hanya bisa berbahasa Prancis, saat harus menjamu klien dengan bahasa Inggris pun, Elva sama mahirnya. Kehadiran Elva sebagai asistennya benar-benar membantu pekerjaan Tama, walaupun Tama masih belum ikhlas mengakuinya. Para klien Tama juga terlihat kagum pada Elva, apalagi penampilan Elva juga sudah jauh lebih baik dengan blouse-blouse dan rok yang elegan, tidak lagi setelan nenek-nenek seperti sebelumnya. Samuel sendiri yang mendengar cerita tentang asisten Tama itu pun ikut kagum."Kali ini kau benar-benar tidak salah pilih! Aku sudah mendengar banyak cerita dan aku tidak sabar untuk bertemu langsung dengannya," kata Samuel saat video call. "Dia tidak sehebat itu sampai harus ditemui secara langsung. Tapi kapan kau akan pulang, hmm?" "Minggu depan. Aku terkejut karena banyak orang yang mencariku." "Sangat banyak, Samuel. Tapi jangan dipikirkan! Nik
Elva menghentikan mobilnya di parkiran restoran yang begitu ramai malam itu. Tatapannya terus mencari sosok Tama yang begitu cepat ia temukan karena Tama sendiri mempunyai postur yang tinggi dan gagah, sehingga sangat eye catching. Tidak sendiri, Tama bersama pria tampan lainnya yang Elva kenali sebagai Louis Sagala, kakaknya Samuel. "Wah, dia memang tampan. Satu keluarga benar-benar bibit unggul," gumam Elva, sebelum ia langsung keluar dari mobilnya. Elva merapikan penampilannya lagi, sebelum ia melangkah menghampiri Tama dengan begitu anggun. Tak tak tak Bahkan suara sepatu hak tinggi Elva begitu elegan. Elva masih melangkah sambil tersenyum tipis, saat akhirnya Refi melihatnya duluan. Senyuman Elva pun makin lebar saat Tama dan Louis juga ikut melihatnya. Apalagi saat melihat tatapan Tama begitu terpesona padanya. "Pak Tama! Pak Refi!" panggil Elva sambil berlari kecil mendekat. "Hei hei, jangan berlari! Kau tidak biasa memakai hak tinggi, aku takut nanti kau jatuh!" seru R
"Baiklah, ini mengejutkan mendengarmu bisa berbahasa Prancis, Elva," kata Tama saat mereka sudah duduk di mobil dan berada dalam perjalanan pulang kembali ke kantor. Elva dan Tama duduk di jok belakang, sedangkan dua orang yang lain duduk di depan, salah satunya menyetir mobil. "Ah, sudah kubilang aku pernah kuliah di Prancis," sahut Elva sambil tersipu. "Aku takjub sekali saat kau bicara bahasa Prancis, Elva! Benar-benar fasih dan aksennya seperti orang Prancis sungguhan," seru salah seorang teman yang duduk di depan. "Benar! Kalau bukan karena Elva, mungkin kita masih butuh perjuangan untuk mendapatkan proyek itu. Pak Julien terlihat sangat menyukaimu, Elva!" Semua orang memujinya sampai Elva hanya bisa terus tersenyum sambil melirik Tama. Tama sendiri tidak mengatakan apa-apa lagi dan hanya diam mendengarkan dua orang anak buahnya memuji Elva setinggi langit. Mereka pun akhirnya tiba kembali di kantor dan secara mengejutkan, Pak Julien meneleponnya, mengundang Tama dan Elva
"Kau terlambat, Cassa!" pekik Dera saat akhirnya Cassa tiba di rumahnya malam itu. "Maafkan aku! Aku akan langsung berdandan," sahut Cassa sumringah. Cassa pun segera berdandan seperti dirinya yang biasanya dan ia tidak berhenti tertawa malam itu. Ia terlihat lebih ceria, apalagi barang dagangannya terjual begitu cepat. "Selamat malam, Dunia! Aku bahagia sekali malam ini!" tulisnya di story media sosialnya malam itu setelah menyelesaikan livenya. Dalam waktu singkat, postingan itu mendapatkan banyak like dan Cassa yang melihatnya makin bahagia. "Oh, aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak bisa tidur. Atau lebih baik aku belajar saja untuk rapat besok." Cassa masih tetap antusias saat malam sudah semakin larut. Ia belajar dengan serius hingga tertidur dan keesokan harinya, ia kembali masuk kerja dengan semangat yang menggebu. Dua kehidupan yang ia jalani saat ini mulai terasa cukup melelahkan karena ia harus terus bekerja tanpa jeda istirahat, tapi entah mengapa ia sedang bera