Satu minggu berlalu sejak makan malam itu dan Elva pun makin menunjukkan eksistensinya dengan hasil pekerjaan yang gemilang. Bukan hanya bisa berbahasa Prancis, saat harus menjamu klien dengan bahasa Inggris pun, Elva sama mahirnya. Kehadiran Elva sebagai asistennya benar-benar membantu pekerjaan Tama, walaupun Tama masih belum ikhlas mengakuinya. Para klien Tama juga terlihat kagum pada Elva, apalagi penampilan Elva juga sudah jauh lebih baik dengan blouse-blouse dan rok yang elegan, tidak lagi setelan nenek-nenek seperti sebelumnya. Samuel sendiri yang mendengar cerita tentang asisten Tama itu pun ikut kagum."Kali ini kau benar-benar tidak salah pilih! Aku sudah mendengar banyak cerita dan aku tidak sabar untuk bertemu langsung dengannya," kata Samuel saat video call. "Dia tidak sehebat itu sampai harus ditemui secara langsung. Tapi kapan kau akan pulang, hmm?" "Minggu depan. Aku terkejut karena banyak orang yang mencariku." "Sangat banyak, Samuel. Tapi jangan dipikirkan! Nik
Elva menghentikan mobilnya di parkiran restoran yang begitu ramai malam itu. Tatapannya terus mencari sosok Tama yang begitu cepat ia temukan karena Tama sendiri mempunyai postur yang tinggi dan gagah, sehingga sangat eye catching. Tidak sendiri, Tama bersama pria tampan lainnya yang Elva kenali sebagai Louis Sagala, kakaknya Samuel. "Wah, dia memang tampan. Satu keluarga benar-benar bibit unggul," gumam Elva, sebelum ia langsung keluar dari mobilnya. Elva merapikan penampilannya lagi, sebelum ia melangkah menghampiri Tama dengan begitu anggun. Tak tak tak Bahkan suara sepatu hak tinggi Elva begitu elegan. Elva masih melangkah sambil tersenyum tipis, saat akhirnya Refi melihatnya duluan. Senyuman Elva pun makin lebar saat Tama dan Louis juga ikut melihatnya. Apalagi saat melihat tatapan Tama begitu terpesona padanya. "Pak Tama! Pak Refi!" panggil Elva sambil berlari kecil mendekat. "Hei hei, jangan berlari! Kau tidak biasa memakai hak tinggi, aku takut nanti kau jatuh!" seru R
"Baiklah, ini mengejutkan mendengarmu bisa berbahasa Prancis, Elva," kata Tama saat mereka sudah duduk di mobil dan berada dalam perjalanan pulang kembali ke kantor. Elva dan Tama duduk di jok belakang, sedangkan dua orang yang lain duduk di depan, salah satunya menyetir mobil. "Ah, sudah kubilang aku pernah kuliah di Prancis," sahut Elva sambil tersipu. "Aku takjub sekali saat kau bicara bahasa Prancis, Elva! Benar-benar fasih dan aksennya seperti orang Prancis sungguhan," seru salah seorang teman yang duduk di depan. "Benar! Kalau bukan karena Elva, mungkin kita masih butuh perjuangan untuk mendapatkan proyek itu. Pak Julien terlihat sangat menyukaimu, Elva!" Semua orang memujinya sampai Elva hanya bisa terus tersenyum sambil melirik Tama. Tama sendiri tidak mengatakan apa-apa lagi dan hanya diam mendengarkan dua orang anak buahnya memuji Elva setinggi langit. Mereka pun akhirnya tiba kembali di kantor dan secara mengejutkan, Pak Julien meneleponnya, mengundang Tama dan Elva
"Kau terlambat, Cassa!" pekik Dera saat akhirnya Cassa tiba di rumahnya malam itu. "Maafkan aku! Aku akan langsung berdandan," sahut Cassa sumringah. Cassa pun segera berdandan seperti dirinya yang biasanya dan ia tidak berhenti tertawa malam itu. Ia terlihat lebih ceria, apalagi barang dagangannya terjual begitu cepat. "Selamat malam, Dunia! Aku bahagia sekali malam ini!" tulisnya di story media sosialnya malam itu setelah menyelesaikan livenya. Dalam waktu singkat, postingan itu mendapatkan banyak like dan Cassa yang melihatnya makin bahagia. "Oh, aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak bisa tidur. Atau lebih baik aku belajar saja untuk rapat besok." Cassa masih tetap antusias saat malam sudah semakin larut. Ia belajar dengan serius hingga tertidur dan keesokan harinya, ia kembali masuk kerja dengan semangat yang menggebu. Dua kehidupan yang ia jalani saat ini mulai terasa cukup melelahkan karena ia harus terus bekerja tanpa jeda istirahat, tapi entah mengapa ia sedang bera
Tama pulang dari kantornya setelah lembur malam itu. Hari ini, ia tidak lembur terlalu lama karena ia sudah berjanji akan pulang lebih cepat pada Gio. Tama pun lega saat melihat asisten jeleknya sudah pulang, jadi ia tidak perlu melihat wanita itu malam ini. Tama langsung melajukan mobilnya pergi dari kantor dan ia sengaja berbelok ke gang lebar yang lebih sepi agar bisa tiba lebih cepat. Namun, Tama mengernyit saat melihat sebuah mobil berhenti di tengah jalan. Samar-samar ia bisa melihat seorang wanita tampak kebingungan di sana. Awalnya, ia belum mengenali wanita itu sebagai Elva, tapi semakin melihatnya, Tama menahan napasnya sejenak saat menyadarinya. "Sial! Padahal sudah senang karena tidak perlu melihatnya, mengapa mendadak dia muncul di sini? Ada apa dengan mobilnya?" "Ck, aku benar-benar tidak tahu dia naik mobil ke kantor. Kalau memang dia cukup kaya, mengapa tidak punya uang untuk memperbaiki penampilannya?" geram Tama sambil terus berdecak. Sejenak ia mempertimbangka
"Apa kau percaya ini, Refi? Dia pasti mengerjakannya dengan bantuan robot AI atau apa pun itu! Atau ada karyawan yang membantunya? Coba cek CCTV atau apa pun!" Tama terus mengomel di ruang kerjanya, ia masih tidak terima karena Elva berhasil lolos ujiannya kali ini. "Ya ampun, jangan absurd, Tama! Sekalipun memakai robot AI, dia harus memasukkan promptnya. Kau pikir robot AI bisa muncul seperti manusia dan membantumu memeriksa semua berkas fisik itu?" "Apa pun itu, Refi! Ini masih tidak masuk akal!" "Sudahlah, Tama! Berhentilah seperti ini! Kau sudah mendapatkan asisten yang terbaik. Kekurangannya hanya di penampilan, jadi ya sudah! Penampilan itu bisa diubah! Tinggal kau bawa saja dia ke salon maka dia akan menjadi cantik!" Tama tertawa kesal. "Untuk apa aku membawanya ke salon? Untuk apa aku mengeluarkan uang dan menjadikannya cantik kalau dia bukan siapa-siapa?" "Kalau kau tidak mau menjadikannya cantik ya berarti kau harus menerima penampilannya yang sekarang!" Tama terdiam