Tama tidak bisa tidur malam itu, sama sekali tidak bisa tidur. Tama membolak-balikkan tubuhnya, tapi ia tetap merasa tidak nyaman sampai akhirnya ia memilih berkutat dengan ponselnya. Ia membuka media sosial Cassa untuk melihat semua tentang wanita itu. "Cassa ... Cassa ...." "Sial, apa maksudnya ini? Apa dia sudah gila? Dia menyamar sebagai wanita jelek, lalu bekerja di kantor, membuatku kesal, dan menatap aku dengan cara yang berbeda! Sial!" Tama terus mengumpat dan tidak bisa menerimanya. Ini sangat aneh. Saat pria lain pasti senang mengetahui wanita yang disukainya ternyata adalah wanita yang sangat cantik, tapi anehnya perasaan Tama tidak seperti itu. Entahlah! Tama tidak bisa menjelaskan perasaannya, apalagi saat ia melihat video-video Cassa yang ternyata wanita itu suka sekali melakukan eksperimen sosial. Seketika Tama pun merasa hanya menjadi bahan eksperimen dari wanita itu. Dan Tama merasa perasaannya sedang dipermainkan saat itu sampai ia ingin menangis. Ini konyol
Elva sama sekali tidak menyangka akan ada scene seperti ini. Ia tahu ayahnya adalah salah satu klien dari Louis dan Samuel, tapi ia tidak pernah berpikir akan terlihat oleh ayahnya. Namun, detik ini benar-benar menjadi detik yang mencekam untuknya saat ayahnya ada tepat di hadapannya dan langsung mengenalinya dalam satu kali tatap. "Cassa? Kau juga di sini? Dan kacamata apa yang kau pakai itu?" Elva langsung membeku di tempatnya dengan perasaan yang tidak karuan saat tatapan semua orang mendadak terarah padanya. Ia membisu, tidak bisa mengatakan satu patah kata pun. "Ah, Anda mengenal Elva, Pak Vanno? Ini asisten Tama," seru Louis tidak yakin. Vanno lansung menoleh ke arah Louis. "Elva? Asisten Pak Tama? Ada apa ini? Ini Cassa, anakku!" "Ah, mungkin Anda salah, Pak Vanno. Wanita ini memang adalah Elva, asistennya Tama," timpal Samuel juga sambil berusaha tetap santai. "Benar, Pak. Elva ini sudah bekerja bersama Tama selama hampir dua bulan," imbuh Hanna. Vanno membelalak kaget
"Selamat menyusul, Tama! Haha!" Louis dan Samuel begitu gencar menggoda Tama, tapi Hanna dan Nadine terus menenangkan mereka karena sungkan pada Elva. "Ya ampun, sudah! Kasihan Elva canggung sekali. Maaf ya, Elva! Kalau mereka sudah berpesta ya memang seperti ini. Mereka akan saling menggoda seperti remaja," seru Hanna. Elva ikut tersenyum dan mengangguk. "Tidak apa, aku mengerti." "Haha, lihatlah, kalian membuat Elva malu!" seru Nadine juga. Semua orang pun masih terus tertawa sambil lanjut berpesta, sedangkan Tama mendekati Elva. "Jangan dengarkan mereka! Mereka keterlaluan menggodamu!" "Eh, tidak apa, Pak. Aku tidak merasa tersinggung atau apa pun." Tama terdiam sejenak, mempertimbangkan untuk bicara atau tidak. "Hmm, itu ... kau ... kau belum punya kekasih, Elva?" tanya Tama absurd. Dan lagi-lagi Tama merutuki mulutnya. Ia terus mempertimbangkan bicara atau tidak. Hatinya bilang tidak usah bertanya, tapi mulutnya mendadak meledak sendiri. Elva sendiri yang mendengarnya
"Wedding kiss yang heboh sekali. Haha. Sekali lagi selamat untuk kalian, Refi dan Susan." "Haha, Susan ini membuatku malu. Dia menciumku heboh sekali!" protes Refi. "Tapi kau juga suka kan?" Susan tersenyum gemas. Semua yang mendengarnya terkikik. Semua orang memberikan selamat sekali lagi pada Refi dan Susan setelah pemberkatan nikah berakhir. Mereka lanjut menjamu para undangan makan bersama. Refi pun membawa Susan bersamanya untuk dikenalkan pada semua anggota keluarganya. Begitu juga Susan melakukan hal yang sama. Louis juga menemani Refi menyapa beberapa klien yang diundang. Mereka begitu sibuk dengan tawa dan obrolan yang hangat. Sementara Tama sendiri sudah gelisah menatap sekelilingnya. Elva juga diundang, tapi sampai pemberkatan nikah selesai, wanita itu belum muncul juga. Tanpa ia ketahui, Elva masih menjadi Cassa dan ia harus live tadi saat pemberkatan nikah dilakukan. Selesai live, Cassa pun langsung berdandan dengan gaunnya. Ia tidak sempat mengeriting rambutnya d
"Jangan dengarkan ucapan Gio, dia suka ngawur." Tama mendadak salah tingkah di depan Elva, padahal Elva tidak bertanya apa-apa. Gio pun tidak pernah menyebut nama Elva. Elva sendiri hanya mengangguk malu. "Tidak apa, Pak. Tapi aku baru tahu ternyata Anda lucu sekali, padahal di kantor, Anda terlihat menyeramkan." "Ah, bukankah kita tidak boleh menilai seseorang dari penampilannya kan? Ya begitulah aku!" Elva mengangguk dan kembali tersenyum. Baru saja Tama ingin bicara lagi, tapi Gio sudah berlari menghampiri Elva. "Kak Elva, ayo main sama Gio!" "Eh, mau main apa, Gio?" "Ayo temani Gio saja!" Gio langsung menarik Elva bersamanya sampai Tama rasanya kecewa sendiri melihat Gio mengambil Elva darinya. "Dasar anak kecil sialan! Tidak lihat apa aku sedang mengobrol dengan Elva?" gumam Tama kesal. Namun, mendadak Tama mematung lagi melihat bagaimana reaksi Elva saat menemani Gio bermain. Elva berlari kecil saat Gio memintanya berlari. Elva tertawa saat Gio tertawa. Elva juga ber
"Ajak Elva ke pesta di rumah baruku hari Minggu besok, Tama." "Apa? Untuk apa aku mengajak Elva?" "Biar lebih ramai.""Keluargamu saja sudah terlalu ramai, Samuel. Tidak usah mengajaknya!" Beberapa hari sudah berlalu sejak Samuel kembali bekerja dan Samuel makin melihat kedekatan Tama dengan Elva. Sebagai seorang sahabat, Samuel pun berusaha makin mendekatkan mereka karena memang sudah waktunya Tama mendapatkan pasangan. Hanna sendiri juga terus meminta Samuel mengenalkan wanita untuk Tama. "Hei, aku yang punya pesta dan aku mau mengundang Elva, jadi kau harus datang membawanya besok." "Ya ampun, kau ada-ada saja, Samuel!" Tama mengomel, tapi jantungnya juga berdebar kencang karena untuk pertama kalinya, keluarga Samuel yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri akan melihat Elva. Tapi baiklah, Tama akan mengenalkan Elva sebagai asistennya. Toh, sama seperti Refi yang juga selalu ikut Louis dalam setiap acara keluarga. Tama pun mencari waktu siang itu dan mengajak Elva b