Sienna melangkah keluar dari restoran, perasaan yang campur aduk menggelayuti setiap langkahnya. Matahari tengah condong ke barat, menyinari kota dengan warna oranye yang hangat, namun hatinya justru dipenuhi oleh kabut keraguan. Setiap kata yang diucapkan Adrian terus berputar-putar di kepalanya, mengusik rasa tenang yang selama ini ia banggakan. Ada sesuatu yang menarik, dan sekaligus menakutkan, dalam cara Adrian berbicara—seolah dia sedang merancang sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan bisnis.
Adrian sudah berhasil menanamkan benih kebingungannya lebih dalam. Meskipun Sienna berusaha mengabaikan sensasi yang menggoda di dalam dirinya, semakin sering mereka bertemu, semakin sulit rasanya untuk menarik diri. Adrian bukanlah sosok yang mudah dihindari. Dia terlalu memikat, terlalu berkuasa. Sienna tahu, di luar kecerdasan dan kekuatan pengaruh yang dimiliki pria itu, ada sisi gelap yang bahkan dirinya belum bisa sepenuhnya pahami. Ketika mobilnya melaju di jalanan kota, Sienna mencoba menenangkan pikirannya, berusaha tidak terlalu terlarut dalam perasaan yang mulai ia rasakan. Pekerjaan masih menunggu, kasus-kasus yang harus diselesaikan, klien-klien yang mengandalkan keahliannya. Tapi, meskipun ia mencoba untuk kembali fokus, bayangan wajah Adrian terus mengganggu. Cara dia memandangnya, cara dia berbicara tentang masa lalu dan kekuasaannya—semuanya terasa seperti undangan yang tak bisa ditolak. Setiba di apartemennya, Sienna duduk di ruang tamu, memandangi langit yang semakin gelap. Dia menghela napas panjang, mencoba mencerna segalanya. Keinginan untuk berlari dari perasaan ini sangat kuat, namun di sisi lain, ada dorongan yang lebih besar, sebuah daya tarik yang semakin tak terhindarkan. Ada semacam magnet yang menariknya untuk lebih dekat dengan Adrian, seolah ia tidak bisa menahan diri untuk tidak terlibat lebih jauh. Seiring berjalannya malam, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk—dan meskipun ia tahu siapa pengirimnya, tetap saja, ada ketegangan yang menyergap dirinya. Dengan hati yang berdebar, Sienna membuka pesan itu. "Saya tahu Anda sedang memikirkan semuanya. Jangan khawatir, Sienna. Kita akan berbicara lagi besok. Saya ingin Anda tahu, Anda tidak bisa mundur lagi. Dunia saya tidak memberi ruang untuk itu." Pesan singkat yang tajam, namun begitu penuh makna. Sienna merasa semakin terperangkap dalam permainan ini. Apa yang sebenarnya Adrian inginkan darinya? Apakah dia benar-benar menginginkan hubungan yang lebih mendalam, ataukah ini hanya sebuah permainan kekuasaan belaka? Perasaan takut bercampur dengan rasa tertarik, dan Sienna merasa semakin bingung dengan perasaannya sendiri. Namun, dalam kedalaman keraguannya, ada sesuatu yang lebih dalam lagi. Sebuah suara dalam dirinya yang merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, inilah saatnya untuk melangkah ke dalam dunia yang selama ini dia hindari. Mungkin dunia yang penuh dengan kekuasaan, pengaruh, dan bahaya itu memang seharusnya menjadi tempatnya. Keesokan harinya, Sienna kembali menerima panggilan dari Adrian. Kali ini, bukan hanya pesan singkat, tetapi sebuah ajakan langsung untuk bertemu. Sienna tahu, ini bukan hanya tentang pekerjaan lagi. Ini adalah sesuatu yang lebih pribadi. Sesuatu yang bisa mengubah segalanya. "Sienna," suara Adrian terdengar tenang di seberang telepon. "Saya ingin Anda datang ke rumah saya hari ini. Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan. Hal-hal yang lebih penting dari sekadar pekerjaan." Sienna merasa darahnya berdesir mendengar kata-kata itu. Ada nada dalam suara Adrian yang membuatnya merinding. "Tuan Voss," jawabnya, berusaha tetap tenang. "Apa yang harus saya bawa?" "Anda sendiri," kata Adrian, dengan nada yang tak memberi ruang untuk pertanyaan lebih lanjut. "Hanya diri Anda." Pesan itu jelas—ini bukan pertemuan biasa. Sienna menutup telepon dengan perasaan campur aduk, antara rasa cemas dan penasaran. Ini bukan lagi soal pekerjaan atau kasus hukum. Adrian ingin membawanya ke dalam dunia yang lebih gelap, lebih dekat dengan kehidupan pribadi yang selama ini ia tutup rapat-rapat. Dan meskipun ada rasa takut yang menggelayuti dirinya, ada juga rasa ingin tahu yang sulit untuk dibendung. Setelah beberapa jam yang penuh dengan perasaan bergejolak, Sienna akhirnya memutuskan untuk pergi. Keputusannya terasa seperti langkah terakhir yang akan mengubah hidupnya. Dia mengenakan gaun hitam sederhana, tanpa aksesoris mencolok, hanya untuk memastikan bahwa dirinya tetap terlihat profesional, meskipun ada gejolak yang lebih dalam yang terjadi dalam dirinya. Begitu sampai di rumah Adrian, Sienna merasa seolah memasuki dunia yang benar-benar berbeda. Rumah itu megah, dengan pemandangan kota yang spektakuler dari setiap sudut. Segalanya terkesan sempurna, namun ada sesuatu yang mengintimidasi tentang tempat ini. Keheningan yang menyesakkan, dan aura kekuasaan yang seakan melingkupi setiap dinding dan ruangan. Adrian menunggunya di ruang tamu yang luas, berdiri dengan punggung tegak, mengenakan setelan hitam yang semakin menegaskan karismanya. Begitu Sienna melangkah masuk, dia bisa merasakan pandangan tajam Adrian yang tak pernah melepasnya. "Selamat datang, Sienna," ujar Adrian dengan suara yang penuh dengan misteri, namun juga kehangatan yang tidak bisa diabaikan. "Saya tahu Anda mungkin ragu, tapi percayalah, keputusan yang Anda buat hari ini akan mengubah segalanya." Sienna menatapnya, mencoba untuk tetap menjaga kontrol atas dirinya. Namun, dalam setiap gerakan dan kata yang keluar dari Adrian, dia bisa merasakan ketegangan yang semakin meningkat di antara mereka. Perasaan takut dan tergoda bertarung di dalam dirinya, dan dia tahu bahwa pertemuan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya. "Adrian," Sienna mulai, suaranya sedikit gemetar meskipun dia berusaha tetap tegar. "Apa yang sebenarnya Anda inginkan dari saya?" Adrian melangkah mendekat, jaraknya kini sangat dekat. "Apa yang saya inginkan, Sienna, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tapi saya ingin Anda berada di sini, dengan saya. Anda sudah masuk ke dunia saya, dan dunia itu tidak bisa Anda tinggalkan begitu saja." Sienna terdiam, tatapannya terkunci pada mata Adrian yang dalam dan penuh rahasia. Dia tahu, dia sudah terjebak—dalam permainan yang jauh lebih besar dari apa yang bisa dia kendalikan. Dunia yang penuh dengan hasrat, pengkhianatan, dan ketegangan yang semakin mengikatnya. "Apakah Anda siap?" tanya Adrian, suara itu begitu lembut namun penuh intensitas. Sienna tidak bisa menjawab. Apa yang bisa dia katakan? Ketika dia menatap mata Adrian, yang bisa dia rasakan hanya satu hal: keterikatan yang tak terelakkan.Matahari baru saja naik saat Sienna terbangun dengan perasaan gelisah. Semalam, setelah pembicaraan mereka dengan Clara, pikirannya tak bisa berhenti berputar. Jika Marcus benar-benar merencanakan sesuatu yang lebih besar, maka Adrian dalam bahaya—dan itu berarti dia juga dalam bahaya.Adrian masih tertidur di sampingnya, dadanya naik turun dengan tenang. Sienna menatapnya sejenak, mengingat semua yang telah mereka lalui. Dia telah berusaha keras untuk menjauh dari kehidupan Adrian yang penuh intrik, tetapi kenyataannya, semakin dia mencoba keluar, semakin dalam dia terperangkap.Dengan hati-hati, dia bangkit dari tempat tidur dan menuju ke dapur untuk membuat kopi. Namun, sebelum dia sempat menyeduhnya, ponselnya bergetar di atas meja.Nomor tak dikenal.Sienna mengernyit, tetapi tetap mengangkatnya."Halo?"Suara berat di ujung sana terdengar dingin. "Kau harus menjauh darinya, Sienna."Jantungnya mencelos. "Siapa ini?""Kau tahu siapa. Jangan membuat segalanya lebih sulit dari yang
Pagi itu, sinar matahari yang lembut menyelinap melalui tirai kamar Adrian dan Sienna. Setelah sekian lama menghadapi berbagai badai dalam kehidupan mereka, hari-hari terasa lebih damai. Adrian telah meninggalkan dunia bisnis gelapnya dan menyerahkan perusahaannya kepada orang kepercayaannya. Kini, dia bisa menikmati kehidupan yang lebih tenang bersama Sienna.Sienna menggeliat di tempat tidur, merasakan kehangatan Adrian di sisinya. "Kau sudah bangun?" gumamnya dengan suara serak.Adrian tersenyum, mengusap rambutnya yang berantakan. "Aku sudah bangun sejak tadi. Aku hanya ingin menikmati momen ini lebih lama."Sienna tertawa kecil, lalu menatapnya dalam. "Siapa sangka kita akan sampai di titik ini?"Adrian menariknya ke dalam pelukan. "Aku selalu tahu bahwa aku ingin menghabiskan hidupku denganmu, Sienna."Namun, kedamaian mereka tak bertahan lama. Ponsel Sienna berbunyi, memecah kehangatan di antara mereka. Dia mengambilnya dan melihat nama di layar. Marcus.Sienna menegang. Dia me
Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Matahari baru saja muncul di ufuk timur, memancarkan cahaya keemasan yang menyinari kota. Dia menoleh ke samping dan melihat Adrian masih terlelap. Wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan ketegasan yang sama seperti biasa.Persidangan hari ini akan menjadi titik balik bagi mereka berdua. Jika Adrian terbukti bersalah, dia bisa kehilangan segalanya—bisnisnya, kebebasannya, bahkan mungkin hubungannya dengan Sienna. Tetapi jika dia menang, ini akan menjadi awal baru yang telah lama mereka impikan.Sienna menghela napas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur dan menuju dapur. Saat dia sedang menyiapkan kopi, Adrian muncul dari belakang dan melingkarkan lengannya di pinggangnya."Kau sudah bangun?" suaranya serak, masih terbawa sisa kantuk.Sienna mengangguk. "Aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku terlalu banyak berpikir."Adrian mengecup puncak kepalanya. "Apa kau siap?"Sienna menatapnya, mencoba mencari keteguhan dalam sorot matanya. "Aku
Sienna terbangun dengan perasaan gelisah. Matanya menatap layar ponselnya yang masih menunjukkan pesan terakhir yang ia terima tadi malam:“Adrian baru saja bertemu dengan Kiera di The Royale Club.”Dia menggigit bibirnya, mencoba menenangkan pikirannya. Ini bukan pertama kalinya dia menghadapi situasi di mana Adrian berhubungan dengan wanita dari masa lalunya, tapi kali ini berbeda. Kiera bukan hanya ancaman bagi hubungan mereka, tetapi juga musuh yang mencoba menjatuhkan Adrian dengan cara apa pun.Sienna menghela napas, mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya bangkit dan bersiap untuk menghadapi hari.Saat dia keluar dari kamar, suara langkah kaki Adrian terdengar dari dapur. Pria itu tampak tenang seperti biasanya, seolah tidak ada yang terjadi.“Kau tidur nyenyak?” tanya Adrian sambil menyeduh kopi.Sienna menatapnya, mencari tanda-tanda kebohongan di wajahnya. “Aku mendengar kau bertemu dengan Kiera tadi malam.”Adrian mengangkat alisnya, kemudian meletakkan cangkirnya di meja.
Sienna membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tubuh Adrian yang masih tertidur di sampingnya. Semalaman mereka berbicara panjang tentang ancaman Marcus dan pengkhianatan dalam sistem hukum yang berusaha menjatuhkan Adrian. Namun, meskipun masalah itu terus menghantui mereka, malam sebelumnya menjadi tempat pelarian di mana mereka hanya memiliki satu sama lain.Sienna menggerakkan jemarinya di atas dada Adrian, merasakan detak jantungnya yang stabil. Namun, saat ia hendak beranjak dari tempat tidur, lengan Adrian melingkar di pinggangnya, menahannya."Jangan pergi dulu," suara berat Adrian terdengar serak karena baru bangun.Sienna tersenyum kecil. "Aku harus ke kantor. Kita masih harus mencari tahu siapa pengkhianat di dalam sistem hukum."Adrian membuka matanya dan menatapnya dengan penuh ketenangan. "Aku tahu. Tapi sebelum itu, aku ingin menikmati pagiku denganmu sebentar lagi."Sienna tertawa kecil sebelum akhirnya menyerah dan membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Adr
Pagi itu, Sienna bangun dengan perasaan berat di dadanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh dokumen yang Ethan berikan kemarin. Kasus Adrian semakin rumit, dan meskipun dia mempercayai Adrian, Sienna tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang dengan kekuatan besar berusaha menghancurkannya.Di sebelahnya, Adrian masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri terlihat lebih tenang saat tidur. Sienna ingin membangunkannya, ingin membahas rencana mereka selanjutnya, tapi dia tahu Adrian butuh istirahat.Sienna bangkit perlahan, berjalan menuju dapur untuk membuat kopi. Namun, saat dia membuka ponselnya, sebuah pesan masuk membuat jantungnya berdebar kencang.“Kau pikir kau bisa menyelamatkannya? Dia akan jatuh, dan kau juga.”Sienna langsung menunjukkan pesan itu kepada Adrian setelah dia bangun.“Ini semakin gila,” kata Sienna dengan nada frustrasi.Adrian mengambil ponselnya, membaca pesan itu, lalu mengerutkan dahi. “Ini bukan hanya ancaman biasa.”“Menurut