Hari-hari berlalu, namun rasa cemas yang menggelayuti Sienna tidak juga hilang. Semakin dalam dia terlibat dengan Adrian Voss, semakin berat langkahnya. Pekerjaan yang awalnya ia anggap sebagai tantangan profesional kini mulai terasa seperti beban emosional yang mengikatnya. Meskipun dirinya mencoba menenangkan pikirannya, setiap pertemuan dengan Adrian semakin membuat garis antara profesionalisme dan perasaan pribadi semakin kabur.
Pada suatu pagi yang cerah, Sienna menerima panggilan tak terduga. Adrian mengundangnya untuk makan siang, sesuatu yang jarang dia lakukan. Biasanya, pertemuan mereka selalu berkaitan dengan pekerjaan atau perkara hukum yang mendesak, namun kali ini terasa berbeda. Hatinya berdebar, dan meskipun dia mencoba untuk tidak terbawa suasana, ada bagian dari dirinya yang merasa senang. Makan siang dengan Adrian—mungkin ini kesempatan untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya. Sienna memutuskan untuk mengenakan pakaian yang sederhana namun elegan, memilih gaun hitam yang memberi kesan profesional sekaligus feminin. Begitu dia tiba di restoran yang telah ditentukan—sebuah tempat mewah di jantung kota—dia langsung merasakan atmosfer yang berbeda. Restoran itu dipenuhi dengan orang-orang kelas atas, namun ada keheningan yang aneh ketika Sienna melangkah masuk. Tidak ada keramaian yang berlebihan, hanya ketenangan yang mendalam. Dan di tengah-tengah kerumunan itu, Adrian berdiri, mengenakan jas gelap yang semakin menambah aura karismatiknya. Saat Adrian melihatnya, senyum tipis terukir di wajahnya, dan dia memberi isyarat agar Sienna mendekat. Ada sesuatu dalam tatapan itu—sesuatu yang sulit dijelaskan, seolah-olah mereka sudah saling mengenal jauh lebih lama daripada yang sebenarnya. "Ms. Laurent," ujar Adrian, suara lembut namun penuh kuasa. "Terima kasih telah datang." Sienna duduk di hadapannya, mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar tak menentu. "Tuan Voss," balasnya dengan tenang, meskipun dia merasa ada ketegangan yang tak bisa dia hindari. "Ada yang ingin Anda bicarakan?" Adrian memandangnya, menatapnya dengan mata yang seolah menembus jauh ke dalam dirinya. "Sienna, saya tahu kita sudah banyak berbicara tentang pekerjaan. Tapi saya ingin kita melangkah lebih jauh dari itu. Saya ingin Anda tahu lebih banyak tentang saya. Tentang apa yang terjadi di dunia saya." Sienna menunduk sejenak, mencoba mengumpulkan pikirannya. Sejak pertama kali bertemu Adrian, dia tahu bahwa pria ini memiliki banyak rahasia. Sesuatu yang tersembunyi di balik persona sukses dan karismatiknya. Namun, meskipun ia mencoba untuk tidak terlibat lebih dalam, ada kekuatan tak terlihat yang menariknya untuk tetap berada di dekatnya. "Tapi, Tuan Voss," Sienna mulai, suara agak gemetar meski dia berusaha untuk tetap tegas. "Saya sudah cukup tahu tentang dunia Anda. Saya tahu itu tidak sederhana. Anda bukan hanya seorang pengusaha, Anda juga punya... banyak pihak yang terlibat. Dunia ini jauh lebih kompleks daripada yang bisa saya bayangkan." Adrian tersenyum, seolah menikmati ketegangan dalam kata-kata Sienna. "Anda benar. Dunia saya tidak sederhana. Dan saya rasa Anda mulai memahami bahwa dunia ini juga mempengaruhi lebih dari sekadar pekerjaan kita. Apa yang saya lakukan—apa yang terjadi di sekitar saya—itu semua saling terkait. Anda akan semakin banyak belajar tentang saya, Sienna. Tentang apa yang saya hadapi setiap hari." Sienna merasa seolah-olah terperangkap dalam kata-kata Adrian, dan meskipun dia mencoba untuk tetap tegas, hatinya mulai tergerak. Ada sesuatu yang membuatnya merasa ingin tahu lebih banyak—mengenai pria yang duduk di depannya, mengenai dunia yang dia tawarkan. Tapi ada juga perasaan ragu yang terus menghantuinya, meragukan apakah ini benar-benar keputusan yang tepat. Mereka berbicara lebih banyak tentang bisnis, tetapi percakapan itu terasa berbeda. Kata-kata yang lebih dalam, lebih pribadi, mulai muncul, menyentuh sisi-sisi yang belum pernah mereka bahas sebelumnya. Adrian berbicara tentang masa lalunya, tentang bagaimana dia bisa mencapai posisi yang sekarang dia nikmati, dan tentang tekanan yang datang bersamanya. Setiap cerita yang dia bagikan membuat Sienna semakin memahami betapa rumit dan gelap dunia yang dia masuki. Ketika makan siang hampir berakhir, Adrian menatapnya dengan penuh intensitas. "Saya tahu Anda sudah banyak berpikir tentang kita, Sienna. Tentang apa yang mungkin terjadi antara kita. Saya ingin Anda tahu bahwa apa pun yang Anda pilih, saya akan mendukung keputusan Anda. Tapi saya juga ingin Anda tahu satu hal—saya tidak akan membiarkan Anda pergi begitu saja. Terlalu banyak yang terikat dalam ini." Sienna menghela napas, menatap Adrian yang kini tampak lebih serius. "Adrian, saya... Saya tidak tahu apakah saya siap untuk terlibat lebih jauh. Saya sudah cukup jauh, dan saya tidak ingin terperangkap dalam sesuatu yang lebih besar dari saya." Adrian tersenyum tipis, seolah dia sudah tahu jawabannya. "Sienna, kadang-kadang kita tidak pernah siap. Tapi itu tidak menghalangi kita untuk melangkah ke depan." Makanan di meja mereka sudah habis, namun ketegangan itu tetap ada, tergantung di udara. Sienna merasa jantungnya berdebar lebih cepat, dan dia tahu, untuk pertama kalinya, bahwa pertemuan ini bukan hanya tentang pekerjaan. Adrian benar-benar menguji batas-batasnya, dan ia mulai merasa terjebak dalam jaring yang semakin kuat. Setelah makan siang selesai, mereka berpisah. Adrian meninggalkan restoran dengan langkah yang penuh keyakinan, sementara Sienna berdiri, masih merenung. Ada perasaan hangat yang menyelimuti hatinya, namun juga ada perasaan ketakutan yang semakin membesar. Setiap langkah yang dia ambil, setiap pilihan yang dia buat, akan mengarah pada jalan yang tak bisa dia hentikan. Adakah jalan mundur? Saat Sienna berjalan keluar dari restoran, dia menoleh ke belakang, melihat sosok Adrian yang semakin jauh. Untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa dia telah terjebak dalam dunia yang lebih besar dan lebih berbahaya daripada yang bisa dia bayangkan. Dunia yang Adrian ciptakan untuknya—dunia yang kini lebih sulit untuk dia tinggalkan.Matahari baru saja naik saat Sienna terbangun dengan perasaan gelisah. Semalam, setelah pembicaraan mereka dengan Clara, pikirannya tak bisa berhenti berputar. Jika Marcus benar-benar merencanakan sesuatu yang lebih besar, maka Adrian dalam bahaya—dan itu berarti dia juga dalam bahaya.Adrian masih tertidur di sampingnya, dadanya naik turun dengan tenang. Sienna menatapnya sejenak, mengingat semua yang telah mereka lalui. Dia telah berusaha keras untuk menjauh dari kehidupan Adrian yang penuh intrik, tetapi kenyataannya, semakin dia mencoba keluar, semakin dalam dia terperangkap.Dengan hati-hati, dia bangkit dari tempat tidur dan menuju ke dapur untuk membuat kopi. Namun, sebelum dia sempat menyeduhnya, ponselnya bergetar di atas meja.Nomor tak dikenal.Sienna mengernyit, tetapi tetap mengangkatnya."Halo?"Suara berat di ujung sana terdengar dingin. "Kau harus menjauh darinya, Sienna."Jantungnya mencelos. "Siapa ini?""Kau tahu siapa. Jangan membuat segalanya lebih sulit dari yang
Pagi itu, sinar matahari yang lembut menyelinap melalui tirai kamar Adrian dan Sienna. Setelah sekian lama menghadapi berbagai badai dalam kehidupan mereka, hari-hari terasa lebih damai. Adrian telah meninggalkan dunia bisnis gelapnya dan menyerahkan perusahaannya kepada orang kepercayaannya. Kini, dia bisa menikmati kehidupan yang lebih tenang bersama Sienna.Sienna menggeliat di tempat tidur, merasakan kehangatan Adrian di sisinya. "Kau sudah bangun?" gumamnya dengan suara serak.Adrian tersenyum, mengusap rambutnya yang berantakan. "Aku sudah bangun sejak tadi. Aku hanya ingin menikmati momen ini lebih lama."Sienna tertawa kecil, lalu menatapnya dalam. "Siapa sangka kita akan sampai di titik ini?"Adrian menariknya ke dalam pelukan. "Aku selalu tahu bahwa aku ingin menghabiskan hidupku denganmu, Sienna."Namun, kedamaian mereka tak bertahan lama. Ponsel Sienna berbunyi, memecah kehangatan di antara mereka. Dia mengambilnya dan melihat nama di layar. Marcus.Sienna menegang. Dia me
Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Matahari baru saja muncul di ufuk timur, memancarkan cahaya keemasan yang menyinari kota. Dia menoleh ke samping dan melihat Adrian masih terlelap. Wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan ketegasan yang sama seperti biasa.Persidangan hari ini akan menjadi titik balik bagi mereka berdua. Jika Adrian terbukti bersalah, dia bisa kehilangan segalanya—bisnisnya, kebebasannya, bahkan mungkin hubungannya dengan Sienna. Tetapi jika dia menang, ini akan menjadi awal baru yang telah lama mereka impikan.Sienna menghela napas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur dan menuju dapur. Saat dia sedang menyiapkan kopi, Adrian muncul dari belakang dan melingkarkan lengannya di pinggangnya."Kau sudah bangun?" suaranya serak, masih terbawa sisa kantuk.Sienna mengangguk. "Aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku terlalu banyak berpikir."Adrian mengecup puncak kepalanya. "Apa kau siap?"Sienna menatapnya, mencoba mencari keteguhan dalam sorot matanya. "Aku
Sienna terbangun dengan perasaan gelisah. Matanya menatap layar ponselnya yang masih menunjukkan pesan terakhir yang ia terima tadi malam:“Adrian baru saja bertemu dengan Kiera di The Royale Club.”Dia menggigit bibirnya, mencoba menenangkan pikirannya. Ini bukan pertama kalinya dia menghadapi situasi di mana Adrian berhubungan dengan wanita dari masa lalunya, tapi kali ini berbeda. Kiera bukan hanya ancaman bagi hubungan mereka, tetapi juga musuh yang mencoba menjatuhkan Adrian dengan cara apa pun.Sienna menghela napas, mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya bangkit dan bersiap untuk menghadapi hari.Saat dia keluar dari kamar, suara langkah kaki Adrian terdengar dari dapur. Pria itu tampak tenang seperti biasanya, seolah tidak ada yang terjadi.“Kau tidur nyenyak?” tanya Adrian sambil menyeduh kopi.Sienna menatapnya, mencari tanda-tanda kebohongan di wajahnya. “Aku mendengar kau bertemu dengan Kiera tadi malam.”Adrian mengangkat alisnya, kemudian meletakkan cangkirnya di meja.
Sienna membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tubuh Adrian yang masih tertidur di sampingnya. Semalaman mereka berbicara panjang tentang ancaman Marcus dan pengkhianatan dalam sistem hukum yang berusaha menjatuhkan Adrian. Namun, meskipun masalah itu terus menghantui mereka, malam sebelumnya menjadi tempat pelarian di mana mereka hanya memiliki satu sama lain.Sienna menggerakkan jemarinya di atas dada Adrian, merasakan detak jantungnya yang stabil. Namun, saat ia hendak beranjak dari tempat tidur, lengan Adrian melingkar di pinggangnya, menahannya."Jangan pergi dulu," suara berat Adrian terdengar serak karena baru bangun.Sienna tersenyum kecil. "Aku harus ke kantor. Kita masih harus mencari tahu siapa pengkhianat di dalam sistem hukum."Adrian membuka matanya dan menatapnya dengan penuh ketenangan. "Aku tahu. Tapi sebelum itu, aku ingin menikmati pagiku denganmu sebentar lagi."Sienna tertawa kecil sebelum akhirnya menyerah dan membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Adr
Pagi itu, Sienna bangun dengan perasaan berat di dadanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh dokumen yang Ethan berikan kemarin. Kasus Adrian semakin rumit, dan meskipun dia mempercayai Adrian, Sienna tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang dengan kekuatan besar berusaha menghancurkannya.Di sebelahnya, Adrian masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri terlihat lebih tenang saat tidur. Sienna ingin membangunkannya, ingin membahas rencana mereka selanjutnya, tapi dia tahu Adrian butuh istirahat.Sienna bangkit perlahan, berjalan menuju dapur untuk membuat kopi. Namun, saat dia membuka ponselnya, sebuah pesan masuk membuat jantungnya berdebar kencang.“Kau pikir kau bisa menyelamatkannya? Dia akan jatuh, dan kau juga.”Sienna langsung menunjukkan pesan itu kepada Adrian setelah dia bangun.“Ini semakin gila,” kata Sienna dengan nada frustrasi.Adrian mengambil ponselnya, membaca pesan itu, lalu mengerutkan dahi. “Ini bukan hanya ancaman biasa.”“Menurut
Pagi itu, Sienna membuka matanya dan menemukan dirinya sendirian di tempat tidur. Adrian sudah tidak ada di sampingnya. Dia meraih ponselnya dan melihat pesan dari Adrian:"Aku ada urusan sebentar. Jangan khawatir. Aku akan kembali sebelum makan siang."Sienna menghela napas panjang. Setelah kejadian kemarin dengan Kiera, dia masih merasakan kegelisahan di hatinya. Dia percaya pada Adrian, tapi bayangan dari masa lalunya terus menghantui mereka.Setelah bersiap, Sienna memutuskan untuk pergi ke kantornya lebih awal. Setibanya di sana, asistennya, Leah, sudah menunggunya di luar ruangan dengan ekspresi khawatir.“Ada yang harus kau lihat,” kata Leah sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat.Sienna mengambilnya dengan hati-hati dan membuka isinya. Di dalamnya, ada beberapa foto Adrian bersama Kiera di sebuah bar mewah. Dari sudut pengambilan gambar, terlihat seolah-olah mereka sedang berbicara serius, dan ada satu foto di mana Kiera menyentuh tangan Adrian.Darah Sienna mendidih. Dia ta
Pagi itu, Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari menyusup melalui tirai kamar penthouse Adrian, menciptakan kilauan lembut di atas seprai putih. Dia menoleh ke samping, melihat Adrian yang masih tertidur lelap di sampingnya. Wajahnya tampak lebih damai dari biasanya, seolah-olah beban yang selama ini menghantuinya sedikit mereda.Namun, kedamaian itu tak bertahan lama. Suara notifikasi dari ponsel Sienna mengusik pagi mereka. Dia meraih perangkat itu dan melihat sebuah pesan dari nomor tak dikenal:"Apakah kau benar-benar percaya Adrian hanya milikmu? Kau bukan satu-satunya wanita dalam hidupnya."Jantung Sienna berdegup lebih cepat. Dia menelan ludah, mencoba mengabaikan kecemasan yang tiba-tiba menyelimutinya. Pesan anonim itu jelas berniat memecah belah mereka. Tapi siapa? Dan yang lebih penting—apakah ada kebenaran di baliknya?Adrian bergerak di tempat tidur, tangannya secara refleks mencari Sienna. Saat dia menyadari Sienna duduk tegak dengan ponsel di tangan
Pagi pertama setelah pertunangan mereka terasa berbeda. Matahari baru saja menyelinap masuk melalui tirai kamar, menyoroti siluet Adrian yang masih terlelap di sampingnya. Sienna tersenyum, menyentuh pipi pria itu dengan lembut. Ia masih belum sepenuhnya percaya bahwa mereka akhirnya bisa hidup tanpa bayang-bayang ancaman. Sienna bangkit dari tempat tidur, mengenakan kemeja Adrian yang kebesaran, lalu berjalan ke dapur untuk membuat kopi. Saat ia tengah menuangkan susu ke dalam cangkir, sepasang tangan kuat melingkari pinggangnya dari belakang. "Bangun lebih dulu tanpa membangunkanku? Itu tidak adil," gumam Adrian dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Sienna tertawa kecil. "Kau butuh istirahat. Setelah semua yang terjadi, kau pantas tidur lebih lama." Adrian mengambil cangkir kopi dari tangan Sienna, menyesapnya perlahan. "Aku lebih suka bangun denganmu di sisiku." Sienna menatapnya penuh kasih. Ia tahu Adrian bukan tipe pria yang suka mengungkapkan perasaanny