Share

Bab 3. Tak Kapok

Satu jam lamanya Intan berpikir antara maju dan mundur. Selama itu pula tidak ada tanda-tanda kepulangan dari Agung. Hingga akhirnya jari lentiknya mentransfer uang lima ratus ribu kepada joki pinjol.

[Sudah saya transfer, Kak. Ini buktinya!] Intan mengirim pesan beserta bukti transfer pada jasa pinjol.

[Baik, Kak, akan kami proses. Mohon menunggu sebentar.] balas joki itu dengan cepat.

Intan kembali menunggu sambil harap-harap cemas. Dia takut kalau dia tertipu lagi. Tak sampai sepuluh menit joki itu kembali mengirim pesan kepada Intan.

Inti dari pesan itu adalah keharusan memilih paket yang isinya jumlah uang yang akan cair. Paket itu mulai dari satu setengah juta rupiah hingga dua belas juta. Menurut joki itu uang yang ditransfer itu hanyalah sebagai deposit yang nantinya akan ditransfer kembali saat uang yang dijanjikan cair.

[Memangnya harus deposit, ya, Kak? Saya sudah tidak punya uang lagi, Kak. Tolong saya, Kak!] Intan kembali mengiba dan merengek kepada joki pinjol.

[Mohon maaf, Kak, kami tidak bisa membantu mencairkan dana tanpa Kakak deposit lebih dahulu. Tenang saja, Kak, karena nantinya uang deposit itu akan dikembalikan bersamaan dengan dana yang sudah kakak pilih. Kami real 100% amanah, Kak. Jadi Kakak tidak perlu khawatir. Bisa Kakak lihat testimoni dari para nasabah kami sebelumnya.]

Penjelasan dari joki pinjol itu begitu menyakinkan hingga Intan mentransfer kembali uang satu setengah juta rupiah yang sebelumnya dia dapat dari sisa pinjaman lima ratus ribu tadi.

[Sudah, Kak.] Tulis Intan pada pesan berikutnya.

[Baik, Kak. Silahkan tunggu satu hingga dua jam, ya, Kak. Nanti saya akan kabari lagi jika sudah selesai.] balas si Joki.

Sembari menunggu kabar dari si joki Intan kembali berselancar di dunia maya. Lebih tepatnya berselancar ke hal-hal yang berkaitan dengan pinjaman online.

Pikiran Intan makin kacau karena sudah lebih dari satu jam dia belum juga mendapat kepastian. Namun beberapa menit kemudian joki itu mengirim pesan pada Intan.

[Alhamdulillah dananya sudah cair dengan total tiga puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah, Kak. Untuk dapat melakukan pencairan dana, Kakak hanya perlu deposit lagi dana sebesar tujuh juta rupiah. Dana itu nantinya akan langsung ditransfer lagi ke rekening Kakak.]

Intan syok dan dia sadar kalau dia sudah kena tipu. Dia menangis tanpa suara. Tangannya gemetar dan kepalanya menjadi berdenyut. Sungguh malang nasib Intan. Alih-alih ingin melunasi hutang tapi dia malah kena tipu.

[Apa tidak bisa langsung ditransfer saja ke rekening saya, Kak? Toh nanti uangnya itu juga akan kembali ke saya. Mohon maaf saya sudah tidak ada uang lagi. Apalagi uang sebesar itu, Kak.] Intan mencoba untuk negosiasi siapa tahu bisa dan dia tidak ditipu. Walaupun sebenarnya Intan sudah yakin dia ditipu.

[Tidak bisa, Kak. Itu sudah menjadi syarat untuk pencairan dana agar bisa ditransfer ke rekening Kakak. Coba dulu cari uangnya, Kak. Kita tunggu sampai malam ini.]

Sudah pukul sebelas malam. Intan sudah pasrah dan ikhlas harus kehilangan uang dua juta hanya dalam hitungan jam saja. Bukannya berkurang tapi hutangnya kini semakin bertambah karena keb*dohannya.

[Terima kasih, ya, Kak, sudah menipu saya. Semoga uang dari saya berkah untuk Kakak dan tim. Tapi perlu Kakak tahu jika saya tidak ikhlas sampai m*ti sekalipun. Semoga kalian semua akan menerima ganjaran yang setimpal.] Pesan terakhir yang Intan kirimkan ke joki itu sebelum akhirnya Intan memblokir nomor joki tersebut.

***

Sepanjang malam Intan terjaga. Dia sendirian memikirkan cara agar bisa membayar hutang yang dua hari lagi kena jatuh tempo.

"Kamu b*doh banget, sih, Tan! Bisa-bisanya kena tipu lagi. Dimana akal sehatmu?" umpat Intan untuk dirimu sendiri.

Kumandang adzan subuh mulai terdengar. Bersamaan dengan itu suara motor Agung terdengar. Intan sadar tapi dia enggan untuk menyambut Agung. Pikiran Intan sudah kalut lebih dulu.

Agung masuk ke dalam kamar dengan wajah lesu dan matanya yang merah karena dia juga tidak tidur semalaman. Agung mengambil baju dan segera pergi mandi.

"Tulis semua hutangmu di sini. Nama aplikasi dan jumlahnya," kata Agung sambil memberikan buku dan bolpoin pada Intan.

Setelah memberikan itu Agung keluar kamar untuk mandi. Tujuannya untuk menyegarkan pikirannya. Agung sama sekali tidak menyangka jika istrinya berani dan nekat meminjam uang secara online.

Sudah jauh sebelum hal ini terjadi Agung selalu mengatakan pada Intan agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Dia juga sudah mewanti-wanti Intan agar tidak sembarangan memberikan identitas diri. Tapi nyatanya semua itu tidak didengarkan oleh Intan.

Di satu sisi Agung kecewa dengan Intan. Tapi di sisi lain Agung juga menyadari kesalahannya karena belum bisa memberikan nafkah yang layak untuk istri dan anaknya.

Intan membuka satu per satu aplikasi pinjaman online yang ada di ponselnya. Dia menulis hutangnya sambil menangis. Sikap suaminya langsung berubah kepada dirinya. Padahal saat ini yang Intan butuhkan adalah pelukan dari Agung. Paling tidak Intan merasa ada suaminya yang bisa memberikannya kenyamanan walaupun tidak bisa mencari solusi.

Lima belas menit sudah berlalu. Agung sudah selesai mandi dan Intan menghampiri Agung untuk menyerahkan catatan yang diminta oleh Agung.

Melihat angka dalam catatan itu membuat kepala Agung hampir pecah. Rumah tangga yang sudah dia jalani hampir sepuluh tahun itu nyatanya tak membuat istrinya mau terbuka dengannya.

"Dari semua ini kapan tagihan terdekat?" tanya Agung datar.

Intan menunjuk dua aplikasi yang dia catat. Dia tak berani menatap mata suaminya itu. "Besok tanggal 30, Yah."

"Dua hari lagi? G*la kamu, ya! Hutang sebanyak ini buat apa aja? Gak habis pikir aku sama kamu!" ungkap Agung.

"Ya buat kebutuhan rumah dan biaya hidup, Yah," jawab Intan.

"Kok bisa sebesar ini? Jangan-jangan kamu main j*di?" tuduh Agung.

"Astaghfirullah, Yah! Kok bisa berpikiran begitu? Mana ngerti aku soal begituan," sanggah Intan.

Intan sangat kecewa dengan tuduhan Agung. Padahal dia berusaha membantu Agung walaupun caranya salah. Selama ini jika Intan selalu mengeluh uang kurang Agung tak pernah menanggapinya dengan serius.

Agung juga jarang sekali menghadapi pemilik kontrakan yang marah ketika mereka telat membayar kontrakan. Belum lagi kebutuhan kedua anaknya yang baru berusia lima tahun dan juga dua tahun.

Menjadi istri itu ternyata tidak mudah. Istri harus dituntut bisa segala hal. Bukan hanya bisa mengurus rumah dan juga anak, tapi istri juga harus bisa menyulap uang yang kurang menjadi cukup tanpa mengurangi jatah dari setiap porsi.

"Kamu mau kemana, Yah?" seru Intan saat Agung pergi begitu saja tanpa pamit kepadanya padahal mereka tengah mengobrol.

"Astaghfirullah hal adzim! Ya Allah ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status