Kurebahkan badanku diatas kasur empuk yang tak kutemukan di rumah, aku mulai berniat untuk mengirimkan gambar yang barusan aku terima dari Mas Pras kepada suamiku tapi bulir bening yang semenjak tadi kutahan akhirnya turun juga dari mataku. Kuratapi lagi betapa hidupku hancur karena mengenal seorang Aksara Diningrat, andai Ibu masih ada mungkin aku sudah memeluknya hari ini dan akan diusapkannya kepalaku dengan tangannya yang lembut. Ibu aku rindu masa kecilku, masa dimana hanya PR matematika yang membuatku pusing. [Mas ini kamu ya? Senang ya karokean sama mantan istri atau jangan-jangan masih nikah ya kalian? Jangan sampai aku nekad kirim gambar ini ke Bapak ya!] Aku segera kirim pesan itu kepada Mas Aksa, sudah seharusnya orang seperti itu kuberi ancaman dari dulu. Kita lihat apalagi alasan dia kali ini? [Apaan sih, Dek. Itu cuma kebetulan ketemu dan kami cuma nostalgia karokean aja, lagian kita rame-rame kok perginya nggak berduaan aja. Udah nggak usah macem-macem kirim gambar in
Aku menghabiskan sisa waktu liburan bersama keluarga Tante Mela tanpa berkabar dengan suamiku, memang benar pada akhirnya kita tidak saling peduli saja jadi membuat hidupku tak banyak fikiran seperti kemarin-kemarin. Aku harus mulai meregangkan otakku, membuang fikiran negatifku dan mungkin sekalian harus juga mencari pelarian agar pikiranku tak melulu soal Aksara Diningrat.Aku diantarkan oleh Tante Mela langsung kerumah mertuaku karena katanya dia ingin memberikan oleh-oleh untuk mertuaku, untung saja Tante Mela tak minta langsung ke rumah karena tau sendiri rumah yang aku tinggalkan hanya kepada Mas Aksa pasti sekarang bentuknya melebihi seperti kapal pecah. Keburukan Mas Aksa kali ini terselamatkan lagi.“Ini Tante Mela, nggak nginep dulu aja sehari disini? Biar nanti Ibu ajakin ke restoran di baturaden yang baru itu loh.” Ibu mertuaku memang selalu royal pada saudara-saudaraku yang datang.“Waduh, makasih Ibu. Kapan-kapan saja ya karena ini saja liburannya sudah terlalu lama. Ini
Setelah pembicaraan itu, aku segera pamit pulang ke rumahku. Sekarang aku lebih siap menghadapi cucian segunung, sampah sekeranjang ataupun lantai yang lengket karena tidak disapu dan di pel berhari-hari. Oke aku sudah siap! Dengan semangat empat lima aku membuka kunci pintu rumah. Taraaa….Ternyata rumahnya masih rapih kawan-kawan, apakah Mas Aksa sedang kerasukan jin baik? Aku tak percaya, ku putari sekali lagi dari ruang tamu ke dapur, dari dapur ke ruang tamu, kamar mandi, gudang dan juga kamar tingkat diatas. Semua rapih sama seperti sebelum kami berangkat ke Jogja. Jadi yang kudapat dari hasil memutari rumahku adalah, Mas Aksa belum pulang ke rumah semenjak dia balik dari Jogja sendiri. Kemana dia pergi coba? Ibu mertuaku saja bilangnya dia tak mampir-mampir ke rumahnya.Apakah pemikiranmu sama seperti pikiranku sekarang kawan? Pasti sama kan? Instingku mengatakan jika Mas Aksa menginap dirumah sundal itu. Pasti sudah pasti tak akan bisa lagi Mas Aksa mengelak atas semua ini, ke
Mau Curhat Sedikit [Tadi pagi suamiku kasih jatah hari ini sepuluh ribu rupiah, lalu kata dia ini harus cukup untuk segalanya hari ini, tapi jangan tahu tempe lagi, tahu tempe lagi.] [Sedangkan bayi dalam kandunganku selalu kelaparan minta jajan. Kira- kira masak apa ya lur biar suamiku bisa makan enak tapi aku juga bisa jajan, lalu aku disuruh nabung juga sama suami katanya buat biaya persalinan nanti.] Aku pencet tombol send pada beranda media sosialku ketika suamiku sudah berangkat kerja dan lagi- lagi dia hanya memberiku jatah sepuluh ribu yang harus cukup untuk segalanya hari ini. Daripada kufikir sendiri lebih baik aku tulis saja di media sosialku barangkali saja mereka punya solusi selain makan tahu tempe yang kata suamiku dia bilang bosan sehingga aku dikata istri yang bodoh. Selang beberapa menit bunyi notifikasi di hpku ramai sekali. Beberapa dari mereka malah menghujat suamiku yang pelit. Tapi beberapa dari mereka ada yang memberikan solusi juga aku harus masak apa ha
"Assalamualaikum," kuketok pintu rumah ibu mertuaku."Waalaikumsalam," terdengar ibu mertuaku berjalan menuju ruang tamu dan membukakan pintu untukku."Eh nduk, ayo masuk nak. Ibu lagi nyuci sebentar ya," dengan kepala terangkat dan dada mengembang aku segera masuk, sementara ibu langsung balik badan ingin ke dapur meneruskan cuciannya."Bu, sebentar Farhana boleh ngobrol dulu sama Ibu?" Ku gigit bibirku sambil jemariku sesekali beradu karena gugup.Ibu menghentikan langkahnya kemudian memandangku. Kami berdua akhirnya terduduk di ruang tamu."Bu, boleh Fa bicara tentang mas Aksa?" Ibu mengangguk."Emang kenapa nduk sama Aksa?" "Bu, Fa bingung kenapa ya mas Aksa setiap hari cuma jatahin Fa uang tigapuluh ribu, katanya uang itu harus cukup untuk sehari- sehari dan juga untuk nabung biaya persalinanku," Aku agak terbata menceritakan hal ini pada Ibu mertuaku.Ibu mengernyitkan dahi heran, ibu menghembuskan nafas seperti berat ingin mengeluarkan suaranya."Emang kurang ya nduk? Hemat- h
" Ibuuu ...." Netraku terbuka setelah tak sadarkan diri. Tangisku pecah tak bisa dibendung lagi. Kejadian demi kejadian teringat, diri semakin terisak."Fa, sudah bangun ya, Nduk?" ucap ibu kaget.Entah berapa jam aku terbaring di ruangan ini, ibu nampak setia menemaniku."Bu..., bagaimana bayiku ini, Bu? Semalem darahnya banyak banget," lirihku."Ndak apa- apa ko Nduk. Bayinya masih sehat kata dokter, kamu cuma harus bedrest aja," ucap ibu.Kemudian pintu terbuka, sosok Mas Aksa seketika masuk ke ruanganku."Aksa ambil cuti ya? Ya wes Ibu pulang dulu aja ya biar Aksa yang nemenin kamu Nduk," Ibu seketika merapikan barang- barang yang akan dibawa pulang.Mas Aksa duduk disampingku tetapi wajahnya masih masam seperti kemarin- kemarin."Semalem kamu pulang jam berapa Mas?" Aku penasaran."Ya pas kamu jatuh itu dek. Dek kamu gimana sih janganlah apa- apa cerita ke Ibu. Aku kan jadi dimarahin sama Ibu gara- gara uang sepuluh ribu," Mas Aksa mencebik kesal."Ya Tuhan Mas, istrimu ini habis
"Dokteeer....""Susteeer....""Arghhhh...,mana anak saya?" pembuluh darah di leherku berdenyut.Kupandangi perutku masih membesar, Tuhan terimakasih bayi ini masih diberi kesempatan lagi."Ada apa bu?" seorang suster datang dengan tergopoh- gopoh."Anak saya sus, masih sehat kan dia?" Tanyaku penasaran."Maaf bu, nanti biar dokter yang menjelaskan. Sebentar lagi dia datang, tunggu ya bu," suster itu memperbaiki letak selang infusku lalu pergi meninggalkanku sendiri.Beberapa menit kemudian dokter datang ke ruanganku."Bu mohon maaf sepertinya kemarin ibu pendarahan dan bayi yang ibu kandung mengalami keguguran, namun janinnya belum keluar semua jadi kami harus melakukan tindakan kuret. Suaminya kemana ya bu? Biar nanti Bapak menandatangi surat persetujuannya." dokter menjelaskan dengan seksama."Jadiii ..., dia sudah nggak ada kah dok hikss." Aku terisak sambil memeluk perutku."Iya bu, sabar ya. Semoga Allah segera mengganti kesedihan ibu dengan kebahagiaan," dokter itu kemudian mela
Aku memutuskan untuk tak jadi pergi ke rumah mertuaku, percuma saja pasti aku yang akan dimarahi oleh Ibu.Ting...Gawaiku berbunyi, sebuah pesan whatsup masuk.[Assalamualaikum, Dek ini Mas Pras.]Mas Pras? Mau apalagi suami kakak iparku mengirimi aku pesan. Paling-paling mau berkotbah karena istrinya barusan marah dan protes-protes dihadapanku.Akhirnya kubalas juga pesannya walaupun malas rasanya.[Waalaikumsalam.]Mas Pras mulai mengetik balasannya kembali[Dek, barusan Mbak Retno ke rumahmu ya? Maaf ya dek sama sikap dia ke kamu. Barusan dia curhat panjang lebar sama aku. Ko malah aku yang pusing banget dengernya.][Udah lama sebenernya aku mau ngobrol-ngobrol sama kamu. Akutuh kasian gitu loh dek sama kamu, aku ngerti berada dalam lingkungan keluarga ini seperti apa rasanya.]Waduh, ini nggak salah apa ya seorang Mas Pras merasakan seperti apa yang aku rasakan juga, tuh bener kan bukan cuma aku yang gila terjebak didalam keluarga ini. Aku bales dulu ah ...[Iya, Mas gimana ya ak