Share

Bab 7

Penulis: Liya Amoura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 23:00:41

Dinda terengah-engah, detak jantungnya masih berdesir ketika ia duduk di kursinya dengan tergesa-gesa. Dengan mata yang masih memancarkan rasa terkejut, dia mencoba menormalkan napasnya. 

Anita, yang duduk di sebelahnya menoleh dengan kacamata yang ia angkat sedikit dari hidungnya. "Lo kenapa, Din? Kayak abis dikejar setan aja."

Dinda mengatur nafasnya sekali lagi, dan menjawab, "Lebih dari itu, Nit." 

Anita mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud dari kata-kata Dinda. "Hah?" respons Anita, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.

Dinda hanya menggeleng cepat. "Bukan apa-apa kok!" ucapnya, dengan cengiran.

Tepat saat itu, Bu Merry, kepala divisi mereka datang dengan rambut bob hitamnya yang selalu terawat.

Ia menghampiri keduanya dengan langkah yang ringan. "Pagi anak-anakku," sapa Bu Merry dengan suara ceria, yang kontras dengan suasana hati Dinda saat itu.

Mendengar sapaan itu, Dinda dan Anita langsung menoleh. "Pagi Bu Merry," sahut mereka hampir bersamaan. 

Bu Merry kemudian duduk di kursinya yang berada tepat di depan mereka, dengan senyuman yang tak pernah lepas, serta tangan yang tampak menaruh tas kesayangannya di atas meja.

 "Seneng banget kayaknya, Bu," tanya Dinda yang jadi penasaran.

Dengan senyuman yang masih terpancar, ia pun membagikan kabar gembira kepada mereka. "Ibu baru saja dapat promosi kenaikan jabatan, dan tentu setelah ibu tidak menjabat di divisi ini, salah satu dari kalian semua punya kesempatan untuk naik dan menggantikan saya," ujarnya dengan nada penuh antusias. 

Dinda dan Anita, dua karyawan yang telah lama bekerja di bawah pengawasan Bu Merry, saling bertukar pandang penuh kegembiraan sebelum serentak mengucapkan, "Selamat ya, Bu!"

"Iya, makasih ya..." balasnya.

Sayangnya, percakapan itu harus terpotong karena deringan ponsel. 

Bu Merry segera meraih telepon genggam yang berada di atas meja kerjanya. 

"........"

"Iya, Pagi Pak."

"......."

"Baik, Pak, saya akan segera ke ruang meeting," sahut Bu Merry dengan suara yang tegas namun tetap ramah.

Setelah menutup sambungan, Bu Merry kembali memandang Dinda dan Anita. "Maaf, Dinda, Anita, Ibu harus ke ruang meeting sekarang. Doakan semoga semuanya berjalan lancar ya," katanya sambil mengumpulkan beberapa berkas penting dari meja kerjanya. 

"Semangat, Bu!" kata Anita.

Dengan langkah pasti, Bu Merry meninggalkan ruangan tersebut, meninggalkan Dinda dan Anita yang masih terpaku memikirkan peluang baru yang mungkin bisa mereka raih.

Tiba-tiba Anita menyenggol lengan Dinda dengan lembut. "Din, menurut lo kira-kira siapa yang bakal gantiin posisinya Bu Merry di divisi ini?" 

Dinda menarik napas, dengan jari-jarinya yang lentik mengetuk dagu secara ritmis. "Em, mungkin Pak Yanto, dia kan senior di divisi ini," jawabnya setelah berpikir.

Anita mengernyitkan dahi, tampak ragu dengan jawaban itu. "Iya sih, tapi gue gak yakin soalnya kan Pak Yanto kadang suka gegabah," sahutnya, dengan suara rendah. 

Dinda menatap Anita. "Terus menurut lo, siapa?" 

Tanpa ragu, Anita menunjuk ke arah Dinda, seraya tersenyum penuh arti. "Lo, lo orangnya gesit, cekatan, terus kreatif. Lo pasti bakal dapat rekomendasi dari Bu Merry buat naik jabatan."

Dinda terkejut, dengan pipinya yang  memerah. "Ah, mana mungkin..."

"Mungkin aja kok," senyum Anita.

Di ruang meeting, yang dipenuhi oleh beberapa perwakilan dari berbagai divisi. Tampak mata mereka tertuju pada Bu Merry yang melangkah maju menuju ujung meja, tempat William, sang presdir duduk dengan postur tubuh yang tegap.

Dengan santun, Bu Merry menyerahkan map berisi dokumen penting kepadanya, "Ini laporan terakhir saya, Pak, silahkan Anda cek."

William, mengangguk kecil, menerima dokumen tersebut dan mulai membukanya, dan meneliti laporan tersebut sambil sesekali mengangguk puas. 

"Saya selalu puas dengan hasil kerja keras kamu selama ini," ujarnya dengan suara yang berat dan penuh pengakuan.

Setelah beberapa saat memeriksa dokumen tersebut, ia pun menutupnya. Jemarinya saling bertaut, seakan menimbang sesuatu yang penting. Dengan pandangan yang tajam, ia bertanya, "Apa kamu memiliki kandidat untuk menggantikan posisimu?"

Mendengar pertanyaan itu, Bu Merry mengangguk dengan yakin. Dari tas kerjanya, ia mengeluarkan dokumen lain yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Dengan hati-hati, ia menyerahkan dokumen tersebut kepada sang presdir. "Di sini ada 3 kandidat yang saya rasa mampu untuk melanjutkan apa yang telah saya mulai," jelasnya, penuh keyakinan.

William menerimanya, dan ketika ia hendak membuka map tersebut, tiba-tiba saja ia merasa nyeri pada bagian belakang kepalanya.

"Akan saya periksa nanti," katanya yang kemudian menyerahkan dokumen tersebut pada Dani yang berdiri di belakangnya, lalu dengan gerakan pelan ia sedikit mengusap belakang kepalanya, membuat Bu Merry bertanya.

"Apa Anda baik-bakk saja, Pak?" Bu Merry tampak sedikit khawatir.

William mengangkat sebelah tangannya. "Saya baik-baik aja."

Setelah hampir satu jam berada di ruangan itu, akhirnya meeting pun berakhir, dan Bu Merry pun kembali ke tempatnya.

Bersambung,

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gara-gara Patah Hati Berakhir Dinikahi Bos Sendiri    Bab 13

    Dinda mengabaikan uluran tangan dari William, dan lebih memilih Santi yang membantunya. William yang merasa tak enak, segera menarik tangannya kembali.Bu Merry segera menghampiri William. "Maaf Pak, atas insiden kecilnya."William merapikan jasnya dan berdehem. "Saya tidak ingin hal ini terulang lagi."Mereka semua mengangguk, dengan Bu Merry yang melirik tajam ke arah Shella dan Randy.Detik kemudian Andi berjalan ke arah William. "Mari Pak, saya antarkan ke kursi Bapak."William mengangguk kecil, dan berlalu dari hadapan mereka menuju sederet kursi yang berada tepat di depan panggung megah.Sedangkan Mitha, segera menyiapkan minuman untuk beliau. "Diminum, Pak."William mengambil segelas anggur, dan meminumnya, sesekali ia melirik ke arah Dinda yang mash terpaku, dengan senyuman miringnya."Din! Lo apa-apaan sih!? Bisa-bisanya lo nolak Pak Will?" seru Santi yang setengah berbisik.Seketika Dinda tersadar, dan ia menatap Santi dengan raut yang sulit diartikan."Pak Will harus nahan

  • Gara-gara Patah Hati Berakhir Dinikahi Bos Sendiri    Bab 12

    William menatap pantulan dirinya di dalam cermin, mengatur posisi dasi kupu-kupunya agar terlihat lebih sempurna. Dengan gerakan yang terampil, ia memastikan setiap detail tuxedonya terlihat rapi dan elegan. "Dani, Mitha, apakah semua persiapan untuk malam ini telah selesai?" tanya William, penuh antisipasi. Mereka berdua yang tengah berdiri di sampingnya, menjawab hampir bersamaan, "Sudah Pak."William mengangguk dengan puas. "Baguslah! Kita berangkat ke sana sekarang," ujarnya dengan nada tegas.Sementara itu, di sebuah pesta yang meriah, dua wanita berpakaian dres elegan terlihat sedang berbincang dengan akrab. Masing-masing dari mereka memegang segelas anggur, dengan beberapa dessert yang memenuhi meja di sebelahnya. "Dinda..." panggil seseorang, membuat wanita bergaun biru dongker itu menoleh, senyumannya yang lebar perlahan meluntur kala ia melihat Shella dan Randy yang berjalan menghampirinya, dengan tangan yang saling bertautan. Santi bergumam pelan. "Ngapain sih mereka ke s

  • Gara-gara Patah Hati Berakhir Dinikahi Bos Sendiri    Bab 11

    Di kos,Dinda merebahkan diri di atas tempat tidur yang dipenuhi dengan paper bag berisi belanjaannya. "Capek banget gue, San," ujar Dinda sambil menghela napas berat. Santi yang berada di ujung tempat tidur, menyahuti, "Sama, Din."Dinda kemudian memejamkan matanya, seakan ingin menarik diri sejenak dari kelelahan yang membelenggu. Namun, seketika itu juga, ia membuka mata lebar-lebar dan berkata, "Oh iya, gue mau curhat sama lo, San." Santi dengan rasa penasaran, langsung menoleh ke arah Dinda. "Mau curhat soal apa lo?" tanyanya, mencoba menebak-nebak topik yang akan dibahas. "Soal malam panas lo?" celetuk Santi dengan nada menggoda sambil tertawa kecil. Dinda, yang tidak mengharapkan komentar seperti itu, langsung melemparkan bantal ke arah Santi. "Itu kecelakaan, San!" serunya, wajahnya memerah, campuran antara malu dan juga kesal.Santi hanya bisa tertawa melihat reaksi Dinda. "Iya iya, gue cuma becanda aja, Din. Soalnya gue kepikiran sesuatu."Dinda terduduk di tepi ranjangn

  • Gara-gara Patah Hati Berakhir Dinikahi Bos Sendiri    Bab 10

    Dinda mematikan komputer meja di ruang kerjanya. "Akhirnya selesai juga..." senyum Dinda merekah, sambil meregangkan kedua otot lengannya yang terasa pegal.Matanya melirik ke arah jam tangan, dimana waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore.Segera ia pun mengambil tasnya, dan berpamitan pada yang lain."Guys, gue duluan ya!?" pamit Dinda.Ririn yang berada di sampingnya menoleh dengan kacamata yang sedikit terangkat. "Oke, Din! Hati-hati ya."Dinda mengangguk dan melirik ke arah Anita, yang penampilannya sudah berantakan. "Semangat ya buat lemburnya malam ini," cengir Dinda seraya menyentuh lengannya.Dengan lesu, Anita menganggukkan kepalanya. Sedangkan Pak Yanto dan Bu Merry sudah pulang di 15 menit yang lalu.Dinda beranjak dari tempat duduknya dan melangkah gembira menuju lift. Setelah hari yang panjang, ia tidak sabar untuk bertemu dengan sahabatnya, Santi, sesuai janji mereka.Begitu pintu lift terbuka di lantai dasar, Dinda melangkah cepat menuju pintu keluar, tersenyum lebar saat

  • Gara-gara Patah Hati Berakhir Dinikahi Bos Sendiri    Bab 9

    William meletakkan dokumen yang sedang dipelajarinya di meja kerjanya, sambil menggosok pelipisnya yang mulai berdenyut. Kacamata yang biasa menemaninya bekerja kini tergantung lemas di tangannya. Ruangan kerjanya yang kedap suara seharusnya menjadi benteng dari segala gangguan, namun suara pertengkaran yang melengking dari luar masih mampu menembus masuk. "Sebenarnya ada keributan apa diluar sana?" gumamnya pelan.Dengan rasa penasaran yang mengusik, ia beranjak dari kursi empuknya dan melangkah keluar ruangan.Pemandangan di koridor tidak seperti biasanya. Mitha, sekretarisnya, tampak sedang beradu argumen dengan Rebecca, yang tidak lain adalah mantan kekasihnya. Wajah Mitha merah padam, sementara Rebecca, dengan postur tubuh yang tegap, tampak tidak kalah emosinya."Ada apa ini?!" seru William dengan suara yang cukup keras, seketika memecah pertengkaran yang terjadi.Rebecca, yang menyadari kehadiran William, langsung berbalik dengan senyum yang lebar. Dia melangkah cepat mende

  • Gara-gara Patah Hati Berakhir Dinikahi Bos Sendiri    Bab 8

    Dinda, Anita, dan Rini tengah berada di ruang dapur atau yang mereka sebut sebagai ruang praktik. Ruangan itu penuh dengan aroma tepung dan ragi, serta suara mixer dan oven yang menyala. Dinda yang tengah memanggang roti, mendadak terkejut saat pintu ruang praktik terbuka dengan tiba-tiba.Tampak sosok Bu Merry datang dengan mengenakan jas praktik putihnya yang khas. "Udah selesai Bu, meetingnya?" tanya Dinda sambil tetap fokus pada roti yang sedang dipanggangnya."Udah, tapi ada yang aneh sama Pak Will," jawab Bu Merry sambil mendekat ke oven untuk memeriksa roti yang sedang dipanggang Dinda.Anita yang tengah menguleni adonan di meja seberang mendengar pembicaraan itu dan segera berseru, "Ada Pak presdir juga?"Bu Merry mengangguk, "Iya donk, kan tadi Ibu abis meeting sama semua kepala divisi dan otomatis Pak Presdir juga ikut karena kita lagi bahas perihal penting."Dinda, Anita dan Rini mengangguk dengan mulut yang berbentuk o."Oh iya! Tadi Ibu bilang, ada yang aneh sama Pak W

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status