Setelah merusak pesta pernikahan sang mantan, Dinda yang kala itu masih patah hati, melenggangkan kakinya ke sebuah klub. Namun siapa sangka jika hal itu akan membawanya pada masalah yang tidak pernah ia duga, dimana Dinda mendapati dirinya terbangun di keesokan hari dengan seorang pria asing di sebelahnya. Tak ingin mendapatkan masalah, ia pun bergegas pergi dari sana. Namun sial! Di hari pertama kenaikan jabatannya ia justru dipertemukan lagi dengan pria asing itu, dan ternyata pria itu adalah presdir di tempatnya bekerja... Akankah pria itu mengingat sosok Dinda yang menghabiskan malam dengannya?
Voir plusDinda menyeka air matanya yang terus mengalir, bahkan suara tangisannya pun semakin kencang dan menggema di dinding kamar kosnya.
Di sisi lain, Santi duduk di sampingnya ikut prihatin melihat kondisi Dinda yang sedang patah hati itu, bahkan bekas tisu pun berhamburan memenuhi kotak sampah di bawah tempak tidurnya. "Udah Din, lo gak perlu nangisin si Randy lagi," ucap Santi dengan nada penuh empati. "Harusnya lo ngerasa beruntung karena gak jadi nikah sama si mokondo itu." Mendengar kata 'menikah', Dinda semakin terisak, rasa sakit hatinya semakin memuncak. "Iya San, tapi yang bikin nyesek itu, kenapa dia malah ngehamilin Shella, sahabat gue sendiri. Mana mereka nikah pakek duit tabungan gue sama Randy lagi," ratapnya. "Gue gak ikhlas!!" Santi mempererat genggamannya di tangan Dinda. "Udah, lebih baik lo dandan, terus lo pergi ke acara pernikahan mereka dan ancurin pestanya. Tunjukin kalo lo itu korban, dan mereka harus tau kalo pernikahan itu harusnya jadi milik lo dan kalo bisa lo minta balik tabungan lo." Dinda mengangkat wajahnya, matanya sembab namun ada kilatan keberanian yang mulai muncul. "Iya San, lo bener!" senyum Dinda yang kembali bersemangat. Di sore itu, di sebuah gedung yang berdekorasi indah, terdengar sorak sorai para tamu yang hadir di acara pernikahan Randy dan Shella. Bahkan senyuman dikedua mempelai pun tak pernah pudar di bibir mereka. Sampai akhirnya seorang MC mengangkat microphone-nya. "Baiklah semuanya! Akhirnya kita sampai di acara selanjutnya, yaitu pelemparan bunga oleh kedua mempelai..." serunya yang membuat beberapa sahabat dekat serta para bridesmaid dan groomsmen berkumpul di depan panggung. Bahkan Randy dan Shella pun sudah siap memegang buket bunga di tangan mereka. "Apa kalian semua siap!?" lanjut sang MC. "Kita mulai dengan menghitung mundur, satu... Dua..." "BERHENTI...!!" Sebuah suara menginterupsi, membuat mereka semua menoleh ke arah pintu gedung. Dimana Dinda datang dengan gaun berwarna merah terangnya, serta Santi yang berada di samping belakangnya. Randy dan Shella yang sebelumnya tersenyum lebar, kini berubah pucat seketika. Dengan anggun Dinda berjalan memasuki ruangan, bahkan ruangan yang tadinya dipenuhi tawa, mendadak hening. Shella mengepalkan tangan di sisi gaunnya, matanya tidak bisa lepas dari sosok Dinda yang dengan percaya diri mengambil langkah demi langkah mendekat ke arah panggung. "Apa kamu mengundang Dinda, Sayang?" bisik Shella pelan, pada sang suami. "Aku bahkan tidak tahu jika dia akan datang," balas Randy dengan kaku. Beberapa tamu yang menyaksikan kejadian ini mulai berbisik satu sama lain, membuat suasana menjadi semakin tidak nyaman. "Siapa perempuan itu? Kenapa dia datang dengan warna gaun yang berbeda?" bisik salah satu teman kepada rekan di sampingnya, karena pesta tersebut yang mengharuskan para tamunya mengenakan pakaian putih yang soft. Randy mencoba menenangkan Shella dengan memegang tangannya, namun Shella bisa merasakan gemetar di tangan Randy. "Awas saja jika dia membuat gaduh acara kita!" Randy hanya diam, sampai akhirnya langkah Dinda berhenti tepat di barisan bridesmaid dan groomsmen. "Bukannya tidak lengkap jika aku tidak hadir di acara penting kalian, sahabatku tercinta?" senyum Dinda. Randy dan Shella hanya menampilkan senyum yang dipaksakan, membuat beberapa orang lega begitupun dengan sang MC. "Wahhh, ternyata Nona Cantik ini sahabat dari kedua mempelai kita, teman-teman. Baiklah, apakah acaranya bisa kita lanjutkan?!" seru sang MC, yang saat itu juga semua orang langsung bersiap-siap mendapatkan bunga tersebut. "Satu... Dua... Tiga...!" Hap Dengan langkah mantap, Dinda sedikit berjinjit untuk mendapatkan bunga tersebut. Sampai akhirnya bunga itu mendarat di tangannya dengan sempurna, ia tersenyum senang dan kemudian berjalan ke arah sang MC. Tanpa berbasa-basi ia pun merebut mic dari tangannya, dan menghadap ke semua para tamu undangan. Dengan mic yang tergenggam di satu tangannya, ia pun mengangkat tangan yang lain dan memamerkan sebuket bunga mawar merah yang ada di tangannya. Ia tersenyum manis sembari mengucapkan, "Terima kasih untuk bunganya, bunganya sangat cantik dan juga sangat wangi." Bersamaan dengan itu Dinda menciumnya sekilas. Hening Sampai akhirnya Dinda menoleh ke arah mempelai, matanya tertuju pada Shella yang tampak panik, terlihat ia mencengkram lengan Randy di sampingnya. Dengan suara yang bergetar namun jelas, Dinda menyampaikan kata-kata yang mengejutkan seluruh tamu, "Dan untuk Shella... Aku benar-benar kecewa padamu, karena kamu telah merebut calon suamiku." Desas-desus mulai terdengar dari para tamu yang terkejut, beberapa dari mereka saling berbisik, mencoba memahami situasi yang tiba-tiba memanas. Shella, yang berdiri di samping suaminya, tampak pucat dan menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan rasa malu yang mendera. Namun, Dinda melanjutkan dengan nada yang sedikit lebih tinggi, "Tapi aku tetap berterimakasih karena kalian telah menyadarkanku bahwa kalian sama-sama pengkhianat!" Kali ini, ruangan dipenuhi dengan hening yang mencekam, semua mata tertuju pada Dinda yang berdiri gagah dengan keberanian yang membara, sementara Shella tampak semakin kecil dan hancur di hadapan semua tamu, begitu juga dengan pihak keluarga. "Oh iya satu lagi, aku juga mau uangku kembali sepenuhnya! Kamu tidak lupa kan Randy, bahwa pesta pernikahanmu yang megah ini juga berasal dari tabunganku yang kamu curi demi menikahi selingkuhanmu." Bersamaan dengan itu Dinda kembali melirik ke arah Shella dengan sinis. "Dasar laki-laki mokondo," bisik beberapa orang sambil melirik ke arah Randy. "Aku beri kalian waktu satu minggu untuk mengembalikan semuanya, dan untuk bunganya, kalian ambil saja, anggap itu kado-ku untuk calon keponakan yang tengah Shella kandung. Terimakasih semuanya," senyum Dinda yang kemudian mengembalikan mic tersebut pada sang MC, yang saat ini tampak mematung. Bahkan Dinda pun melemparkan buket bunga itu ke lantai. Para pihak keluarga tentu tak terima dengan hal itu, apalagi Shella hampir pingsan dibuatnya. "Oh anakku," seru Bu Ani yang langsung menghampiri Shella. Dengan tatapan bengis, ibunya Randy melirik ke arah Dinda. "SATPAM!!! USIR PEREMPUAN RUSUH ITU SEKARANG." Mendengar itu Santi bergegas menghampiri Dinda, tentu untuk mengajaknya pergi sebelum dia di permalukan. Namun baru saja ia sampai di samping Dinda, tiba-tiba saja empat orang keamanan datang dan menyeretnya pergi dari sana. Sang MC yang awalnya mematung, kini tersadar karena ayahnya Randy yang memberikan kode untuknya. "Maaf semuanya, sepertinya terjadi kesalahpahaman disini. Karena telah memasuki acara inti, para tamu dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang tersaji," kata sang MC. Para tim organizer pun datang ke atas panggung, dan memapah Shella yang sudah tak sadarkan diri. Sedangkan Dinda dan Santi terlempar ke luar gedung dengan keras. "Dasar satpam si*lan!!!" maki Dinda, dengan rambut yang sudah kusut. Salah satu satpam menunjuk ke arah mereka. "Pergi kalian!" Santi membantu Dinda untuk berdiri. "Ayo kita pulang, Din." Dinda dengan susah payah menegakkan tubuhnya. "Lo balik duluan aja, gue masih ada urusan." "Tapi, lo mau kemana?" tanya Santi yang tiba-tiba khawatir. Dinda tak menjawab, ia hanya melenggangkan kaki dan menghentikan sebuah taksi. Bersambung,Dinda mengabaikan uluran tangan dari William, dan lebih memilih Santi yang membantunya. William yang merasa tak enak, segera menarik tangannya kembali.Bu Merry segera menghampiri William. "Maaf Pak, atas insiden kecilnya."William merapikan jasnya dan berdehem. "Saya tidak ingin hal ini terulang lagi."Mereka semua mengangguk, dengan Bu Merry yang melirik tajam ke arah Shella dan Randy.Detik kemudian Andi berjalan ke arah William. "Mari Pak, saya antarkan ke kursi Bapak."William mengangguk kecil, dan berlalu dari hadapan mereka menuju sederet kursi yang berada tepat di depan panggung megah.Sedangkan Mitha, segera menyiapkan minuman untuk beliau. "Diminum, Pak."William mengambil segelas anggur, dan meminumnya, sesekali ia melirik ke arah Dinda yang mash terpaku, dengan senyuman miringnya."Din! Lo apa-apaan sih!? Bisa-bisanya lo nolak Pak Will?" seru Santi yang setengah berbisik.Seketika Dinda tersadar, dan ia menatap Santi dengan raut yang sulit diartikan."Pak Will harus nahan
William menatap pantulan dirinya di dalam cermin, mengatur posisi dasi kupu-kupunya agar terlihat lebih sempurna. Dengan gerakan yang terampil, ia memastikan setiap detail tuxedonya terlihat rapi dan elegan. "Dani, Mitha, apakah semua persiapan untuk malam ini telah selesai?" tanya William, penuh antisipasi. Mereka berdua yang tengah berdiri di sampingnya, menjawab hampir bersamaan, "Sudah Pak."William mengangguk dengan puas. "Baguslah! Kita berangkat ke sana sekarang," ujarnya dengan nada tegas.Sementara itu, di sebuah pesta yang meriah, dua wanita berpakaian dres elegan terlihat sedang berbincang dengan akrab. Masing-masing dari mereka memegang segelas anggur, dengan beberapa dessert yang memenuhi meja di sebelahnya. "Dinda..." panggil seseorang, membuat wanita bergaun biru dongker itu menoleh, senyumannya yang lebar perlahan meluntur kala ia melihat Shella dan Randy yang berjalan menghampirinya, dengan tangan yang saling bertautan. Santi bergumam pelan. "Ngapain sih mereka ke s
Di kos,Dinda merebahkan diri di atas tempat tidur yang dipenuhi dengan paper bag berisi belanjaannya. "Capek banget gue, San," ujar Dinda sambil menghela napas berat. Santi yang berada di ujung tempat tidur, menyahuti, "Sama, Din."Dinda kemudian memejamkan matanya, seakan ingin menarik diri sejenak dari kelelahan yang membelenggu. Namun, seketika itu juga, ia membuka mata lebar-lebar dan berkata, "Oh iya, gue mau curhat sama lo, San." Santi dengan rasa penasaran, langsung menoleh ke arah Dinda. "Mau curhat soal apa lo?" tanyanya, mencoba menebak-nebak topik yang akan dibahas. "Soal malam panas lo?" celetuk Santi dengan nada menggoda sambil tertawa kecil. Dinda, yang tidak mengharapkan komentar seperti itu, langsung melemparkan bantal ke arah Santi. "Itu kecelakaan, San!" serunya, wajahnya memerah, campuran antara malu dan juga kesal.Santi hanya bisa tertawa melihat reaksi Dinda. "Iya iya, gue cuma becanda aja, Din. Soalnya gue kepikiran sesuatu."Dinda terduduk di tepi ranjangn
Dinda mematikan komputer meja di ruang kerjanya. "Akhirnya selesai juga..." senyum Dinda merekah, sambil meregangkan kedua otot lengannya yang terasa pegal.Matanya melirik ke arah jam tangan, dimana waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore.Segera ia pun mengambil tasnya, dan berpamitan pada yang lain."Guys, gue duluan ya!?" pamit Dinda.Ririn yang berada di sampingnya menoleh dengan kacamata yang sedikit terangkat. "Oke, Din! Hati-hati ya."Dinda mengangguk dan melirik ke arah Anita, yang penampilannya sudah berantakan. "Semangat ya buat lemburnya malam ini," cengir Dinda seraya menyentuh lengannya.Dengan lesu, Anita menganggukkan kepalanya. Sedangkan Pak Yanto dan Bu Merry sudah pulang di 15 menit yang lalu.Dinda beranjak dari tempat duduknya dan melangkah gembira menuju lift. Setelah hari yang panjang, ia tidak sabar untuk bertemu dengan sahabatnya, Santi, sesuai janji mereka.Begitu pintu lift terbuka di lantai dasar, Dinda melangkah cepat menuju pintu keluar, tersenyum lebar saat
William meletakkan dokumen yang sedang dipelajarinya di meja kerjanya, sambil menggosok pelipisnya yang mulai berdenyut. Kacamata yang biasa menemaninya bekerja kini tergantung lemas di tangannya. Ruangan kerjanya yang kedap suara seharusnya menjadi benteng dari segala gangguan, namun suara pertengkaran yang melengking dari luar masih mampu menembus masuk. "Sebenarnya ada keributan apa diluar sana?" gumamnya pelan.Dengan rasa penasaran yang mengusik, ia beranjak dari kursi empuknya dan melangkah keluar ruangan.Pemandangan di koridor tidak seperti biasanya. Mitha, sekretarisnya, tampak sedang beradu argumen dengan Rebecca, yang tidak lain adalah mantan kekasihnya. Wajah Mitha merah padam, sementara Rebecca, dengan postur tubuh yang tegap, tampak tidak kalah emosinya."Ada apa ini?!" seru William dengan suara yang cukup keras, seketika memecah pertengkaran yang terjadi.Rebecca, yang menyadari kehadiran William, langsung berbalik dengan senyum yang lebar. Dia melangkah cepat mende
Dinda, Anita, dan Rini tengah berada di ruang dapur atau yang mereka sebut sebagai ruang praktik. Ruangan itu penuh dengan aroma tepung dan ragi, serta suara mixer dan oven yang menyala. Dinda yang tengah memanggang roti, mendadak terkejut saat pintu ruang praktik terbuka dengan tiba-tiba.Tampak sosok Bu Merry datang dengan mengenakan jas praktik putihnya yang khas. "Udah selesai Bu, meetingnya?" tanya Dinda sambil tetap fokus pada roti yang sedang dipanggangnya."Udah, tapi ada yang aneh sama Pak Will," jawab Bu Merry sambil mendekat ke oven untuk memeriksa roti yang sedang dipanggang Dinda.Anita yang tengah menguleni adonan di meja seberang mendengar pembicaraan itu dan segera berseru, "Ada Pak presdir juga?"Bu Merry mengangguk, "Iya donk, kan tadi Ibu abis meeting sama semua kepala divisi dan otomatis Pak Presdir juga ikut karena kita lagi bahas perihal penting."Dinda, Anita dan Rini mengangguk dengan mulut yang berbentuk o."Oh iya! Tadi Ibu bilang, ada yang aneh sama Pak W
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires