Share

Part 10

Setelah perdebatan alot tadi, akhirnya aku di sini sendirian. Jendra yang tadinya tetap ngotot ingin agar sopirnya menungguku karena dia merasa bertanggung jawab telah mengajakku kesini jadi dia ingin memastikan aku nantinya pulang dengan selamat. Tentu saja aku tetap menolaknya dengan ancaman aku tidak akan mau bertemu dengannya lagi kalau dia tetap memaksa sopirnya menungguku di sini.

"Fine, sopir gue gak akan nunggu lo, tapi lo harus janji kabari gue kalau udah sampai apartemen lo." Yang kujawab dengan anggukan kepala. Setelah itu Jendra akhirnya pulang bersama asistennya.

Ibu Wahyu, aku sudah tidak asing lagu dengan namanya. Beliau adalah Walikota 2 periode kota Aare saat aku masih SD hingga lulus SMP, dan juga beliau adalah Ibu kandung dari Jendra. Di usianya yang saat ini, bu Wahyu masih aktif menjabat sebagai anggota Dewan.

Jendra sendiri merupakan anak sulung dari 2 bersaudara, setahuku adik perempuannya masih kuliah di luar negeri namanya Dinda. Dari dulu sudah di prediksi bahwa Jendra yang akan meneruskan Ibunya untuk menjadi Walikota kota Aare. Dan benar saja, setelah 2 kali pergantian kepemimpinan Walikota, setahun yang lalu Jendra akhirnya resmi menjadi Walikota setelah memenangkan pemilu. Sedangkan Ayahnya sudah berpulang saat Jendra baru memasuki dunia perkuliahan. Dari kabar yang sempat aku dengar dulu, semenjak Ayahnya meninggal, dia kuliah sambil menjalankan kerajaan bisnis Ayahnya. Meskipun tidak 100% Jendra yang mengerjakan, karena Ibunya pun ikut turut serta bekerja bersamanya.

Dering panggilan telepon masuk membuyarkan lamunanku tentang keluarga Jendra.

"Ya halo Dra, hmm ini gue masih di restoran. Lo udah sampai rumah?" Tanyaku berusaha agar suaraku terdengar riang.

"Barusan aja sampai rumah. Lo kok belum pulang sih, ini udah malem Dela."

Aku melirik jam tangan, saat ini menunjukkan pukul 20.00, masih belum terlalu malam, lagian ini malam minggu juga.

"Masih jam segini Dra, daripada gue di apartemen sendirian mending disini dulu sambil ngabisin makanan."

"Pulang buruan gih, gak baik cewek pulang malem sendirian. Jarak restoran ke apartemen lo lebih dari 30 menit." Entah perasaanku saja atau memang suara Jendra terdengar khawatir.

"Hahaa..apaan sih lo lebay banget, udah gue tutup teleponnya, lo pasti udah di tungguin tamunya. Bye!" tanpa menunggu respon dari Jendra aku menutup teleponnya.

Tak lama ada pesan masuk

Jendra :

Inget kabarin gue kalau lo udah di apartemen, sekali lagi maafin gue ya udah ninggalin lo.

Setelah membaca pesannya, aku menghembuskan nafas kasar. Jujur ada perasaan kecewa saat harus ditinggalkan seperti ini. Dia yang mengajakku mampir ke restoran dulu, tapi dia juga yang meninggalkanku sendiri disini. Bukan sepenuhnya salah Jendra, tadi dia sudah menawarkan untuk mengantarku pulang dulu, tapi aku sadar diri dan tidak ingin merepotkannya.

Menghabiskan makanan yang kami pesan tadi, yang untungnya semua bukan makanan berat hanya camilan dan minuman ringan yang masih bisa ditampung perutku. Aku bergegas pulang, setelah taxi online yang aku pesan sudah datang, aku menuju meja kasir untuk membayar. Namun saat aku membayar, kasirnya menolak karena ternyata tadi Jendra sudah membayarnya ketika dia keluar dari restoran.

Tak ingin membuat driver taxi online menunggu lebih lama lagi, aku keluar dari restoran dan masuk ke taxi online. Perjalanan dari restoran ke apartemen memakan waktu 1 jam, lebih lama dari biasanya dikarenakan ini malam minggu, sudah pasti jalanan macet.

Sesampainya di apartemen, aku langsung merebahkan diri di sofa, lelah dengan hari ini. Terdengar denting pesan masuk, kulirik sekilas ponselku, ternyata pesan dari Jendra. Masih sempat-sempatnya dia mengirim pesan di saat ada tamu. Kubaca pesan dari Jendra,

Jendra :

lo udah nyampek apartemen?kok pesan gue tadi gak lo bales cuman di read doang.

Oh iya aku lupa membalasnya tadi, buru-buru aku membalas pesannya.

Me :

Sorry Dra, tadi gue lupa bales. Barusan aja gue nyampek apartemen.

Selesai mengirim pesan balasan, aku beranjak ke kamar untuk mandi dan berganti baju. Belum sempat aku mengapai handle pintu kamar, ponselku berdering tanda ada panggilan telepon masuk. Berjalan berbalik menuju sofa tempat dimana aku meninggalkan ponselku tadi, mengecek siapa yang menghubungiku. Ternyata Jendra yang menelepon, katanya ada tamu sempat-sempatnya telepon.

"Halo Dra?"

"Kenapa baru nyampek apartemen?" Aku mendengus mendengar pertanyaannya, sungguh posesif sekali Bapak Walikota satu ini.

"Tadi macet, makanya baru sampai. Tamu lo udah pulang?"

"Belum, gue tadi ijin ke toilet. Mau mastiin lo beneran udah sampai apartemen."

"Ya udah, sekarang lo balik ke tamu lo. Gak sopan ninggalan tamu. Gue juga mau bersih badan. Oh iya thank's traktirannya ya."

"Nevermind, lain kali kita kesana lagi dan gue janji gak akan ninggalin lo. Ya udah lo istirahat. Bye Dela," pamitnya.

"Bye Dra," aku pun menutup telepon, dan melanjutkan kegiatanku yang tertunda tadi.

Selesai mandi, berganti baju, dan tak lupa kegiatan rutinku menggunakan skincare sebelum tidur, aku merebahkan diriku di kasur dan bersiap untuk tidur.

Tiba-tiba wajah Jendra terlintas di pikiranku. Ada rasa kecewa ketika memeriksa ponsel dan tidak mendapatkan satu pun pesan atau panggilan darinya. Ada apa denganku?Bukankah harusnya aku lega Jendra tidak lagi bertanya macam-macam dan mengganggu waktu istirahatku?

Aku menghela nafas dan meletakkan ponselku di nakas samping tempat tidurku. Setelah sempat mencoba memejamkan mata sejenak, aku kembali terbangun karena suara denting pesan masuk. Dengan malas aku membuka pesan itu.

Dari Jendra.

Aku hanya membacanya, lalu menutupnya kembali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status