Share

Part 9

Sebelum berjalan menuju pintu belakang, aku sempatkan untuk melirik sekilas keramaian yang ada di depan cafe. Ada banyak orang yang didominasi oleh kaum hawa yang terlihat penasaran mencari keberadaan Jendra. Mereka berdiri di area parkiran, tidak bisa masuk ke dalam karena café masih belum dibuka untuk umum. Padahal kami sekarang sedang di Ibukota Milton bukan di kota Aare tapi antusias fans Jendra tak kalah dari kota asal kami.

Aku merasa tanganku ditarik, karena tidak siap, tangan kiriku refleks memegang lengan Jendra untuk mencari keseimbangan. Sadar dengan yang kulakukan, aku cepat-cepat melepas tangan kiriku dari lengannya, Jendra yang menyadarinya bertanya, "Kenapa Del?"

"Gak apa-apa tadi gue kaget aja tiba-tiba lo tarik, untung gak jatuh."

Kami pun melanjutkan berjalan menuju pintu belakang, di sana sudah ada Aldo yang keluar dari mobil Jendra.

"Silahkan Bapak pergi dulu, kami akan mengatasi yang di sini. Nanti kami akan menyusul Bapak." Ucap Aldo sambil memberikan kunci mobil pada Jendra.

Tanpa banyak kata, Jendra membukakan pintu mobil mempersilahkan aku masuk. Setelah aku duduk di kursi penumpang, Jendra menutup pintu dan menuju ke kursi pengemudi yang pintunya sudah dibukakan oleh Aldo.

Perlahan mobil meninggalkan lokasi kafe, dapat dilihat banyaknya orang berkumpul disana. Aku hanya menghela nafas lega, untung saja bisa lolos keluar dari kafe sana dan semoga tidak ada yang menyadari keberadaanku.

"Dela, sorry banget ya, gue ga nyangka bakalan banyak yang dateng kayak tadi. Padahal gue udah berusaha dateng sebelum acara launching."

"It's okay, gak apa-apa Dra. Mungkin tadi ada yang lihat pas lo masuk ke cafe, terus di update di sosmed makanya jadi rame gitu."

Aku lihat wajahnya masih menunjukkan kekesalan dan juga perasaan bersalah. Sebenarnya aku juga kesal, dan was-was takut tadi ada yang menyadari Jendra datang bersamaku dan memotretku saat bersamanya.

"Oh iya, sekarang kita mau kemana?ini kan bukan arah apartemen gue." Tanyaku saat lihat kearah depan dan menyadari kalau ini bukan arah pulang. Tapi menuju keluar kota.

"Kita ke pantai Ombak Biru ya, jalan-jalan dulu mumpung masih sore, sekalian lihat sunset sama makan malam."

Aku hanya mengangguk pasrah, mengikuti kemana Jendra akan membawaku. Tak sampai 30 menit, kami sampai di pantai Ombak Biru. Jendra mengajakku ke restoran yang ada di pinggir pantai, ternyata dia sudah reservasi di ruangan VIP yang ada di lantai atas, sehingga tidak ada pengunjung lain di ruangan ini.

Pemandangan restoran yang langsung menghadap pantai sangat menyejukkan mata, aku langsung menuju ke balkon restoran. Disana aku menghirup udara pantai yang segar, meskipun sudah pukul 5 sore, tapi cuacanya masih terasa panas.

Jendra menghampiriku, "Gimana suka tempat ini?"

Aku menggangguk senang, "suka banget, udah lama pengen kesini, tapi gak sempet mulu terus tiap ke sini full booked."

Tempat ini sedang ramai dibicarakan di media sosial. Restoran lama yang di renovasi menjadi lebih menarik dan terkesan ekslusif karena bisa menikmati sore hari dengan memandangi sunset sambil ngopi atau makanan ringan yang dijual disini. Menjadikan tempat ini hamper selalu full booked di saat sore menuju waktu sunset.

"Duduk Del, kita pesen makan dulu. Mau duduk sofa sana?" Tunjuknya pada sofa yang berada di ujung balkon yang posisinya menghadap tepat ke pantai, sangat cocok untuk menikmati matahari tenggelam.

Sambil berjalan, Jendra kembali menggenggam tanganku, dia mempersilahkan aku duduk terlebih dahulu. Kemudian dia memanggil pelayan untuk memesan makanan. Setelah menyebutkan pesanannya dan pesananku, Jendra mengembalikan buku menu kepada pelayan yang mencatat pesanan kami tadi. Belum lama dari pelayan meninggalkan meja kami, Aldo datang menghampiri Jendra.

"Bagaimana Aldo tadi keadaan disana?kamu sudah pastikan tidak ada yang mengetahui saya keluar lewat pintu belakang?"

"Sudah bapak, semua aman terkendali, tapi..." terdengar ragu untuk melanjutkan perkataannya, Jendra menatap asisten dengan menaikkan satu alis bermaksud menyuruh asistennya melanjutkan perkataannya.

"Tapi tadi ibu Wahyu menelepon, minta bapak untuk pulang ke rumah utama, ada tamu penting Bu Wahyu yang harus bapak temui."

Aku lihat Jendra menutup matanya, meredakan kesalnya entah karena apa. Aku menyentuh lengan Jendra, membuat dia menatap ke arahku.

"Lo pulang aja Dra, pasti itu tamu penting nyokap lo." Aku mencoba tersenyum saat mengatakannya.

Jendra masih belum menjawab, dia terlihat bimbang.

"Oke kita pulang, gue anter dulu ke apartemen lo, habis itu gue balik kota Aare."

Aku menggeleng tidak setuju, "lo pulang aja dulu, gue masih mau disini, nunggu makanannya. Tadi makanannya udah terlanjur dipesankan. Lagian gue udah jauh-jauh kesini masak mau langsung pulang lagi."

Jendra terlihat keberatan, saat dia akan melayangkan protes, aku menambahkan lagi, "gue udah lama pengen kesini Dra, mumpung udah disini, gue mau nikmatinnya dulu."

"Terus nanti lo pulangnya gimana?ini jauh dari Ibukota Del."

"Gampang gue pulangnya, masih banyak taxi online disini."

"Gue suruh supir gue nunggu lo dan anterin lo balik ya."

"Ga usah Dra, gue bisa pulang sendiri. Udah sekarang lo pulang sana. Pasti nyokap lo udah nungguin." Usirku sambil mendorong bahunya agar segera berdiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status