Share

Part 9

Author: Putri Dita
last update Last Updated: 2023-12-21 16:00:43

Sebelum berjalan menuju pintu belakang, aku sempatkan untuk melirik sekilas keramaian yang ada di depan cafe. Ada banyak orang yang didominasi oleh kaum hawa yang terlihat penasaran mencari keberadaan Jendra. Mereka berdiri di area parkiran, tidak bisa masuk ke dalam karena café masih belum dibuka untuk umum. Padahal kami sekarang sedang di Ibukota Milton bukan di kota Aare tapi antusias fans Jendra tak kalah dari kota asal kami.

Aku merasa tanganku ditarik, karena tidak siap, tangan kiriku refleks memegang lengan Jendra untuk mencari keseimbangan. Sadar dengan yang kulakukan, aku cepat-cepat melepas tangan kiriku dari lengannya, Jendra yang menyadarinya bertanya, "Kenapa Del?"

"Gak apa-apa tadi gue kaget aja tiba-tiba lo tarik, untung gak jatuh."

Kami pun melanjutkan berjalan menuju pintu belakang, di sana sudah ada Aldo yang keluar dari mobil Jendra.

"Silahkan Bapak pergi dulu, kami akan mengatasi yang di sini. Nanti kami akan menyusul Bapak." Ucap Aldo sambil memberikan kunci mobil pada Jendra.

Tanpa banyak kata, Jendra membukakan pintu mobil mempersilahkan aku masuk. Setelah aku duduk di kursi penumpang, Jendra menutup pintu dan menuju ke kursi pengemudi yang pintunya sudah dibukakan oleh Aldo.

Perlahan mobil meninggalkan lokasi kafe, dapat dilihat banyaknya orang berkumpul disana. Aku hanya menghela nafas lega, untung saja bisa lolos keluar dari kafe sana dan semoga tidak ada yang menyadari keberadaanku.

"Dela, sorry banget ya, gue ga nyangka bakalan banyak yang dateng kayak tadi. Padahal gue udah berusaha dateng sebelum acara launching."

"It's okay, gak apa-apa Dra. Mungkin tadi ada yang lihat pas lo masuk ke cafe, terus di update di sosmed makanya jadi rame gitu."

Aku lihat wajahnya masih menunjukkan kekesalan dan juga perasaan bersalah. Sebenarnya aku juga kesal, dan was-was takut tadi ada yang menyadari Jendra datang bersamaku dan memotretku saat bersamanya.

"Oh iya, sekarang kita mau kemana?ini kan bukan arah apartemen gue." Tanyaku saat lihat kearah depan dan menyadari kalau ini bukan arah pulang. Tapi menuju keluar kota.

"Kita ke pantai Ombak Biru ya, jalan-jalan dulu mumpung masih sore, sekalian lihat sunset sama makan malam."

Aku hanya mengangguk pasrah, mengikuti kemana Jendra akan membawaku. Tak sampai 30 menit, kami sampai di pantai Ombak Biru. Jendra mengajakku ke restoran yang ada di pinggir pantai, ternyata dia sudah reservasi di ruangan VIP yang ada di lantai atas, sehingga tidak ada pengunjung lain di ruangan ini.

Pemandangan restoran yang langsung menghadap pantai sangat menyejukkan mata, aku langsung menuju ke balkon restoran. Disana aku menghirup udara pantai yang segar, meskipun sudah pukul 5 sore, tapi cuacanya masih terasa panas.

Jendra menghampiriku, "Gimana suka tempat ini?"

Aku menggangguk senang, "suka banget, udah lama pengen kesini, tapi gak sempet mulu terus tiap ke sini full booked."

Tempat ini sedang ramai dibicarakan di media sosial. Restoran lama yang di renovasi menjadi lebih menarik dan terkesan ekslusif karena bisa menikmati sore hari dengan memandangi sunset sambil ngopi atau makanan ringan yang dijual disini. Menjadikan tempat ini hamper selalu full booked di saat sore menuju waktu sunset.

"Duduk Del, kita pesen makan dulu. Mau duduk sofa sana?" Tunjuknya pada sofa yang berada di ujung balkon yang posisinya menghadap tepat ke pantai, sangat cocok untuk menikmati matahari tenggelam.

Sambil berjalan, Jendra kembali menggenggam tanganku, dia mempersilahkan aku duduk terlebih dahulu. Kemudian dia memanggil pelayan untuk memesan makanan. Setelah menyebutkan pesanannya dan pesananku, Jendra mengembalikan buku menu kepada pelayan yang mencatat pesanan kami tadi. Belum lama dari pelayan meninggalkan meja kami, Aldo datang menghampiri Jendra.

"Bagaimana Aldo tadi keadaan disana?kamu sudah pastikan tidak ada yang mengetahui saya keluar lewat pintu belakang?"

"Sudah bapak, semua aman terkendali, tapi..." terdengar ragu untuk melanjutkan perkataannya, Jendra menatap asisten dengan menaikkan satu alis bermaksud menyuruh asistennya melanjutkan perkataannya.

"Tapi tadi ibu Wahyu menelepon, minta bapak untuk pulang ke rumah utama, ada tamu penting Bu Wahyu yang harus bapak temui."

Aku lihat Jendra menutup matanya, meredakan kesalnya entah karena apa. Aku menyentuh lengan Jendra, membuat dia menatap ke arahku.

"Lo pulang aja Dra, pasti itu tamu penting nyokap lo." Aku mencoba tersenyum saat mengatakannya.

Jendra masih belum menjawab, dia terlihat bimbang.

"Oke kita pulang, gue anter dulu ke apartemen lo, habis itu gue balik kota Aare."

Aku menggeleng tidak setuju, "lo pulang aja dulu, gue masih mau disini, nunggu makanannya. Tadi makanannya udah terlanjur dipesankan. Lagian gue udah jauh-jauh kesini masak mau langsung pulang lagi."

Jendra terlihat keberatan, saat dia akan melayangkan protes, aku menambahkan lagi, "gue udah lama pengen kesini Dra, mumpung udah disini, gue mau nikmatinnya dulu."

"Terus nanti lo pulangnya gimana?ini jauh dari Ibukota Del."

"Gampang gue pulangnya, masih banyak taxi online disini."

"Gue suruh supir gue nunggu lo dan anterin lo balik ya."

"Ga usah Dra, gue bisa pulang sendiri. Udah sekarang lo pulang sana. Pasti nyokap lo udah nungguin." Usirku sambil mendorong bahunya agar segera berdiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 5 -Bertemu Orang Tua Dela (Jendra POV)

    Pagi setelah Dela mengakhiri hubungan kami, aku benar-benar kalut. Aku langsung memerintahkan Aldo untuk kembali ke kota Aare. Dalam pikiranku, satu-satunya cara agar Dela tidak pergi dariku adalah menemui orang tuanya dan langsung melamarnya. Mungkin Dela akan marah, tapi aku tidak peduli. Salahkan dia yang seenaknya mengambil keputusan sendiri. Aku juga bisa seperti itu. Saat aku menyuruh Aldo untuk dia langsung ke rumah Dela, dia menolak ideku. “Maaf, Pak, sekarang sudah malam. Sangat tidak sopan kalau Bapak ke sana malam-malam.” “Terus kapan, Do? Saya gak mau menunggu lama-lama.” Aldo menghela nafas pelan.,“Besok pagi saja, Pak Jendra. Malam ini Bapak bisa istirahat dulu. Tidak mungkin Bapak menemui orang tua Bu Dela dengan keadaan kacau seperti ini.” Aku berpikir sebentar, apa yang diucapkan Aldo ada benarnya juga. Gak mungkin aku ketemu orang tuanya dengan kondisiku yang kacau begini. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dinas.Keesokkan harinya, aku sudah segera

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 4 - Memberi Restu (Jendra POV)

    "Ma, aku udah bilang mau membatalkan perjodohan ini. Kenapa Mama masih aja maksa aku?" "Ini semua demi kamu, Jendra, demi masa depan karir kamu. Cinta bisa datang setelah kalian menikah." Klise. Jujur saja aku meremehkan pendapat mama dalam kepalaku. Namun, saat bicara aku berusaha membuat nada suaraku senormal mungkin. "Aku sama sekali gak pengen meraih kesuksesan menggunakan cara seperti ini. Kalau memang masyarakat puas dengan kinerjaku selama periode ini, pasti mudah untuk melanjutkannya lagi." "Meski begitu kamu juga harus tetap punya penguasa yang akan mendukung kamu demi melancarkannya!" Halo? Ingin rasanya aku menunjuk diriku sendiri. Apa seorang lelaki dewasa berumur 28 tahun seperti diriku tidak pantas disebut sebagai ‘penguasa’ karena hanya memimpin perusahaan-perusahaan warisan sang ayah di bawah ketiak ibunya? Aku menggelengkan kepala tidak percaya. "Mama masih gak percaya dengan kemampuanku dan orang-orang yang selama ini mendukungku? Apa selama ini semua pencapaia

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 3 - Berjuang (Jendra POV)

    Sore hari aku kembali ke kantor setelah sejak pagi melakukan peresmian maupun pengecekan proyek di beberapa daerah. Sebenarnya aku lelah, tapi beberapa berkas proyek dari kantor dinas yang ada di atas mejaku membutuhkan tanda tanganku. Saat sedang sibuk membaca dengan teliti berkas yang ada di tanganku, pintu diketuk dari luar. "Masuk," jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari berkas. "Maaf, Pak Jendra, di luar ada Bu Tari," ucap Aldo. Memejamkan mata sejenak menahan kesal, aku mengangkat kepala dan berkata, "Antarkan dia ke sini." Aku tahu tidak bisa terus begini, semuanya harus segera diputuskan. Malam setelah pertemuan pertama keluarga dulu, beberapa kali Tari memang mencoba menghubungiku dan mengajakku bertemu, tapi selalu kutolak dengan berbagai alasan. "Maaf, Mas Jendra, Tari harus datang ke sini," cicit Tari begitu berdiri di hadapanku. Tangannya tertaut, cara bicaranya gugup. Cari simpati dia? "Hmm." Berdiri dari kursiku, aku berjalan menuj

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 2 - Meninggalkannya (Jendra POV)

    Setelah sambungan telepon terputus, aku yang saat ini berada di dalam toilet menatap pantulan diriku pada cermin. Aku merasa bersalah pada Dela karena telah meninggalkannya sendirian di restoran, padahal aku yang mengajaknya ke sana. Andai saja Mama tidak memaksaku untuk bertemu dengan tamunya, aku tidak akan meninggalkan Dela sendirian. Aku membasuh wajahku agar lebih segar. Hatiku tiba-tiba diliputi rasa gelisah.Terdengar pintu kamar mandi diketuk dari luar."Pak Jendra, apa masih lama di dalam toiletnya?" Terdengar suara Aldo memanggil.Menghela napas, lalu aku sekali lagi mengambil tisu untuk mengeringkan sisa-sisa air di wajahku, sebelum kemudian bergerak membuka pintu toilet."Maaf, Bapak ditunggu Bu Wahyu di ruang makan karena sebentar lagi makan malamnya selesai.""Hmm," jawabku dengan gumaman malas, kemudian melangkahkan kaki menuju ruang makan diikuti Aldo.Sesampainya di ruang makan, orang-orang masih duduk dengan pos

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 1 - Reuni (Jendra POV)

    Hari reuni SMP Pratamadya Kota Aare akhirnya datang juga. Aku tidak sabar menunggu untuk segera sampai di hotel tempat acara. Begitu turun dari mobil, aku menuju ballroom yang sudah ramai oleh teman-teman seangkatanku. Banyak wajah-wajah familier yang masih bisa aku kenali. Banyak di antaranya menghampiriku dan menyapaku. Yang lain ada yang hanya menoleh menyadari kedatanganku, sisanya ada pula yang tidak peduli. Yah, teman datang dan pergi seiring usia. Seleksi alam. Di SMP dulu aku termasuk salah satu murid populer hingga tak heran satu sekolah mengaku-ngaku sebagai temanku. Walaupun ada banyak juga yang memang masuk lingkaran pertemananku, seiring berjalannya waktu dan kesibukan, aku mulai jarang bisa kumpul dengan mereka dan sempat lost contact juga. Jadi, ya ... kabar reuni ini pun disampaikan Andi, salah satu teman terdekatku semasa SMP. Kebetulan dia yang jadi ketua panitianya, dan menawarkan proposal padaku untuk mensponsori acara ini sekalian mengajakku ikut. Awal

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 55 (End)

    Resepsi berakhir. Akhirnya. Jendra membawaku menuju kamar hotel yang sudah disiapkan. Setelah tadi berpamitan terlebih dahulu pada kerabat dan keluarga kami yang masih tersisa, Jendra langsung menggandeng tanganku menuju lift. Di depan lift sudah ada Mas Aldo yang begitu kami masuk langsung memencet tombol lantai 20 yang setahuku merupakan lantai tertinggi gedung ini.“Loh, bukannya kamar kita ada di lantai 15, ya?” tanyaku heran.“Kamar kita pindah, Sayang.” Tangannya merangkum wajahku, dan sempat mengecup pelan bibirku sebelum kembali menghadap ke depan. Genggaman tangan Jendra masih terasa erat di jemariku.Begitu lift berdenting menandakan kami telah sampai di lantai 20, pintu lift terbuka. Aku yang sedikit kesulitan dengan gaun panjangku sempat hampir terjungkal, beruntung Jendra memegangi tanganku hingga aku tak sampai jatuh. Tiba di depan pintu kamar dengan nomor 2001, Jendra menempelkan access card pada pintu dan menarikku untuk ikut masuk ke dalamnya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status