Share

Part 13

Author: Putri Dita
last update Last Updated: 2023-12-22 16:00:40

"Maaf bu Dela, ditunggu bapak di mobil." Ujarnya dengan menunjuk mobil yang kukenali sebagai mobil pribadi Jendra, iya aku mengenalinya, karena beberapa kali saat Jendra menemuiku, dia menggunakan mobil tersebut.

Mematikan sambungan telepon yang tak juga mendapat jawaban dari Stevan, aku segera menghadap pada Aldo.

"Oh iya mas Aldo, sebentar ya." Membalikan badan pada teman-temanku yang kini menatapku penuh tanya. "Guys gue pamit dulu, bye see you tomorrow."

Tanpa menunggu respon dari teman-temanku, aku segera melenggang pergi, menghindar sebelum keluar pertanyaan-pertanyaan dari mereka. Semoga saja besok mereka tidak mencecarku dengan pertanyaan, kalau tidak aku harus segera mengarang cerita.

Sambil berjalan aku memejamkan mata sejenak, merutuki diriku sendiri kenapa aku lupa pesan Jendra tadi. Semoga mereka tidak menyadari yang tadi menghampiriku asisten Walikota. Terus berjalan menuju mobil Jendra terparkir dengan Aldo didepanku. Mobilnya sendiri terparkir agak jauh dari pintu keluar, mengingat meskipun sudah tutup, tapi banyak lalu lalang petugas atau peserta pameran yang baru selesai menutup standnya.

Aldo membukakan pintu belakang penumpang, terlihat Jendra didalam sana. Menghempuskan nafas pelan, aku masuk dan duduk disampingnya. Lalu Aldo menutup pelan pintu mobil saat melihatku sudah duduk dengan nyaman.

"Jalan Do." Perintah Jendra

"Baik Bapak." Aldo pun menjawab dengan sopan dan mulai melajukan mobilnya.

"Kita mau kemana?" tanyaku.

"Nanti juga lo tahu." Jendra menjawab dengan entengnya.

Aku memejamkan mata sejenak mengumpulkan kesabaran. Huh berasa diculik gue, tinggal bilang aja kita mau kemana! Aku merutuk dalam hati.

Ponsel ditasku berbunyi, kulihat Jendra menoleh kearahku saat mendengar ponselku berdering. Membuka tas mencari keberadaan ponselku yang tadi kumasukkan asal kedalamnya. Ketemu!

"Halo Stev, hmm sorry gak jadi minta jemput."

"Iya kak, sorry tadi lagi dijalan ga bisa ngangkat telepon kakak. Kakak pulangnya gimana?" Tanya Stevan.

"Gak apa-apa kakak sekarang masih dijalan, mau keluar bentar sama temen."

"Oke, kabari aku lagi kalau temen kakak gak bisa anter pulang. Bye"

"Bye Stev."

Aku menutup telepon, kulihat Jendra sudah memiringkan badannya menghadapku, aku mengangkat alis bertanya.

"Siapa?" tanya singkat.

"Adek gue. Kita sebenernya mau kemana sih Dra, ini udah malem." Gemas karena dari tadi Jendra tidak mengatakan tujuannya dan sepanjang perjalanan mendiamkanku.

"Kita ke apartemen gue?" Lagi, jawabnya dengan enteng.

"Apartemen siapa?lo punya apartemen disini?" Tanyaku heran, bukannya Jendra punya rumah dinas ya.

"Iyalah apartemen gue, udah lama dari lulus kuliah gue punya apartemen sendiri biar punya privasi. Dan ga mungkin kan gue bawa lo ke rumah dinas, pasti lo ga bakalan mau?" Aku hanya menganggukkan kepala, benar juga.

***

Aku hanya bungkam selama sisa perjalanan, membiarkan kesunyian mengisi mobil ini. Saat mobilnya memasuki area apartemen dan melintas di depan pos penjagaan, seorang petugas keamanan mengganggukkan kepalanya sopan, dan Mas Aldo yang hanya membunyikan klakson untuk membalasnya. Kompleks apartemen yang dimasuki kendaraan laki-laki ini berada di kawasan mewah diantara bangunan apartemen sekitarnya. Tak perlu dipertanyakan lagi, apartemen ini merupakan salah satu apartemen elite dan mewah di kota Aare. Tidak jauh berbeda dari apartemen Jendra yang berada di Ibukota Milton. Menurut informasi yang beredar, apartemen ini merupakan salah satu bisnis property milik keluarga Jendra.

Untuk menghindari perhatian dari banyak orang, Aldo memarkirkan mobil di basement. Sesampainya di basement pun, pintu lift sudah di jaga oleh seorang pengawal. Jendra dibukakan pintu oleh Aldo, sedangkan pintu disisiku dibukakan pengawal yang sudah standby disana. Ketika aku keluar dari mobil, Jendra sudah berdiri disampingku, menggandeng tanganku dan menarikku perlahan menuju pintu lift.

Malam ini Jendra menggunakan kaos putih polos dengan dipadukan sweater abu-abu dan celana chinos, tampilannya sangat kontras dengan tadi siang saat menggunakan seragam khaki. Berbanding terbalik denganku, yang masih memakai pakaian dari pagi tadi, dan jangan lupakan wajahku pasti sudah kusam.

Didalam lift, Jendra masih tidak bicara, dengan tangan yang masih tertaut, sedangkan tangannya yang satunya sibuk dengan ponsel. Aku mencoba melepaskan kaitan tangannya, namun Jendra malah mengeratkan genggamnya tanpa perlu menoleh padaku, tetap sibuk dengan ponselnya. Menyerah, jika seperti ini terus bisa-bisa jantungku yang meledak. Bohong kalau aku bilang tidak merasakan getaran di jantungku saat Jendra menggandeng atau menggenggam tanganku. Sebisa mungkin aku harus bisa menahan diri.

Tepat di lantai 20 pintu lift terbuka, Jendra menarik tanganku pelan dan membimbingku untuk mengikutinya menuju pintu apartemennya . Di apartemen ini sepertinya lebih exclusive daripada di Ibukota, karena dalam satu lantai ini hanya ada 1 pintu unit. Bukan, bukan unit apartemen, ini adalah penthouse. Kalau apartemen Jendra di Ibukota dalam 1 lantai terdapat 3 pintu unit, sedangkan di kota Aare sendiri hanya 1 pintu, yang tentu saja hanya Jendra penghuni satu-satunya di lantai 20 ini.

Untuk akses masuk, Jendra menekan jempolnya pada gagang pintu, terdengar bunyi beep, dan dia mendorong pintu terbuka lebar mempersilahkanku masuk ke dalam. Sesuai dugaanku, ini benar penthouse bukan lagi apartemen. Ruangannya tampak begitu luas dengan jarak lantai dan langit-langit lumayan tinggi. Apartemen ini terdiri dari 2 lantai. Ruangan di dalam apartemen tampak terkesan kosong dan lapang karena tidak banyak perabotan dan dekorasi, layaknya hunian laki-laki pada umumnya.

Di lantai 1, ruang tamu hanya diisi dengan sofa berbentuk letter L dengan warna putih. Masuk lebih dalam lagi, sama seperti apartemennya yang di Ibukota, ruang tv dan ruang makan sekaligus dapur dijadikan satu, jadi saat memasak bisa sekalian sambil menonton tv. Satu yang menarik perhatianku, hampir semua dinding di sini di dominasi oleh kaca. Letaknya yang berada di pinggir jalan, membuat yang tinggal disini bisa melihat pemandangan jalan raya di bawah sana. Jendra menaruh window seat disalah satu sisinya sehingga di sore atau malam hari bisa bersantai sambil memandangi jalanan kota.

Jendra melepas jaket sweater yang digunakannya sehingga menyisakan kaos putih polos dibadannya. Mengabaikan Jendra, aku berjalan menuju ke window seat, duduk disana menatap pemandangan jalanan. Dari dulu aku selalu suka melihat pemandangan jalanan dengan lampu-lampu dari para pengendara. Tanpa sadar, Jendra sudah menyusul duduk sampingku, "Ayo makan dulu, gue lapar."

Aku menggelengkan kepala, "lo aja yang makan Dra, tadi di pameran gue udah makan malam." Tolakku karena memang tadi aku sempat makan malam meskipun harus menghabiskan makanan secepat yang aku bisa agar bergantian waktu makan dengan temanku yang lain.

"No, lo harus nemenin gue makan malam. Selesai makan nanti kita ngobrol-ngobrol di sini lagi." Bersikeras Jendra mengajakku makan dengan menarik pelan tanganku menuju meja makan.

Karena sibuk mengagumi apartemen Jendra, saat masuk tadi aku tidak terlalu memperhatikan meja makan, yang ternyata sudah ada beberapa menu tersaji di meja makan. Jendra mempersilahkan aku duduk, sedangkan dia duduk di depanku.

"Gue udah kenyang Dra," ujarku sambil menatap Jendra yang sudah bersiap mengambil makanan.

"Gak apa-apa lo bisa nyamil salad buah atau lo diem aja disitu, temenin gue makan. Gue gak mau makan sendirian."

Memutar bola mata malas, aku menuruti Jendra saja. Menemani dia makan, sambil nyamil salad buah yang tersaji di meja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 5 -Bertemu Orang Tua Dela (Jendra POV)

    Pagi setelah Dela mengakhiri hubungan kami, aku benar-benar kalut. Aku langsung memerintahkan Aldo untuk kembali ke kota Aare. Dalam pikiranku, satu-satunya cara agar Dela tidak pergi dariku adalah menemui orang tuanya dan langsung melamarnya. Mungkin Dela akan marah, tapi aku tidak peduli. Salahkan dia yang seenaknya mengambil keputusan sendiri. Aku juga bisa seperti itu. Saat aku menyuruh Aldo untuk dia langsung ke rumah Dela, dia menolak ideku. “Maaf, Pak, sekarang sudah malam. Sangat tidak sopan kalau Bapak ke sana malam-malam.” “Terus kapan, Do? Saya gak mau menunggu lama-lama.” Aldo menghela nafas pelan.,“Besok pagi saja, Pak Jendra. Malam ini Bapak bisa istirahat dulu. Tidak mungkin Bapak menemui orang tua Bu Dela dengan keadaan kacau seperti ini.” Aku berpikir sebentar, apa yang diucapkan Aldo ada benarnya juga. Gak mungkin aku ketemu orang tuanya dengan kondisiku yang kacau begini. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dinas.Keesokkan harinya, aku sudah segera

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 4 - Memberi Restu (Jendra POV)

    "Ma, aku udah bilang mau membatalkan perjodohan ini. Kenapa Mama masih aja maksa aku?" "Ini semua demi kamu, Jendra, demi masa depan karir kamu. Cinta bisa datang setelah kalian menikah." Klise. Jujur saja aku meremehkan pendapat mama dalam kepalaku. Namun, saat bicara aku berusaha membuat nada suaraku senormal mungkin. "Aku sama sekali gak pengen meraih kesuksesan menggunakan cara seperti ini. Kalau memang masyarakat puas dengan kinerjaku selama periode ini, pasti mudah untuk melanjutkannya lagi." "Meski begitu kamu juga harus tetap punya penguasa yang akan mendukung kamu demi melancarkannya!" Halo? Ingin rasanya aku menunjuk diriku sendiri. Apa seorang lelaki dewasa berumur 28 tahun seperti diriku tidak pantas disebut sebagai ‘penguasa’ karena hanya memimpin perusahaan-perusahaan warisan sang ayah di bawah ketiak ibunya? Aku menggelengkan kepala tidak percaya. "Mama masih gak percaya dengan kemampuanku dan orang-orang yang selama ini mendukungku? Apa selama ini semua pencapaia

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 3 - Berjuang (Jendra POV)

    Sore hari aku kembali ke kantor setelah sejak pagi melakukan peresmian maupun pengecekan proyek di beberapa daerah. Sebenarnya aku lelah, tapi beberapa berkas proyek dari kantor dinas yang ada di atas mejaku membutuhkan tanda tanganku. Saat sedang sibuk membaca dengan teliti berkas yang ada di tanganku, pintu diketuk dari luar. "Masuk," jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari berkas. "Maaf, Pak Jendra, di luar ada Bu Tari," ucap Aldo. Memejamkan mata sejenak menahan kesal, aku mengangkat kepala dan berkata, "Antarkan dia ke sini." Aku tahu tidak bisa terus begini, semuanya harus segera diputuskan. Malam setelah pertemuan pertama keluarga dulu, beberapa kali Tari memang mencoba menghubungiku dan mengajakku bertemu, tapi selalu kutolak dengan berbagai alasan. "Maaf, Mas Jendra, Tari harus datang ke sini," cicit Tari begitu berdiri di hadapanku. Tangannya tertaut, cara bicaranya gugup. Cari simpati dia? "Hmm." Berdiri dari kursiku, aku berjalan menuj

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 2 - Meninggalkannya (Jendra POV)

    Setelah sambungan telepon terputus, aku yang saat ini berada di dalam toilet menatap pantulan diriku pada cermin. Aku merasa bersalah pada Dela karena telah meninggalkannya sendirian di restoran, padahal aku yang mengajaknya ke sana. Andai saja Mama tidak memaksaku untuk bertemu dengan tamunya, aku tidak akan meninggalkan Dela sendirian. Aku membasuh wajahku agar lebih segar. Hatiku tiba-tiba diliputi rasa gelisah.Terdengar pintu kamar mandi diketuk dari luar."Pak Jendra, apa masih lama di dalam toiletnya?" Terdengar suara Aldo memanggil.Menghela napas, lalu aku sekali lagi mengambil tisu untuk mengeringkan sisa-sisa air di wajahku, sebelum kemudian bergerak membuka pintu toilet."Maaf, Bapak ditunggu Bu Wahyu di ruang makan karena sebentar lagi makan malamnya selesai.""Hmm," jawabku dengan gumaman malas, kemudian melangkahkan kaki menuju ruang makan diikuti Aldo.Sesampainya di ruang makan, orang-orang masih duduk dengan pos

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 1 - Reuni (Jendra POV)

    Hari reuni SMP Pratamadya Kota Aare akhirnya datang juga. Aku tidak sabar menunggu untuk segera sampai di hotel tempat acara. Begitu turun dari mobil, aku menuju ballroom yang sudah ramai oleh teman-teman seangkatanku. Banyak wajah-wajah familier yang masih bisa aku kenali. Banyak di antaranya menghampiriku dan menyapaku. Yang lain ada yang hanya menoleh menyadari kedatanganku, sisanya ada pula yang tidak peduli. Yah, teman datang dan pergi seiring usia. Seleksi alam. Di SMP dulu aku termasuk salah satu murid populer hingga tak heran satu sekolah mengaku-ngaku sebagai temanku. Walaupun ada banyak juga yang memang masuk lingkaran pertemananku, seiring berjalannya waktu dan kesibukan, aku mulai jarang bisa kumpul dengan mereka dan sempat lost contact juga. Jadi, ya ... kabar reuni ini pun disampaikan Andi, salah satu teman terdekatku semasa SMP. Kebetulan dia yang jadi ketua panitianya, dan menawarkan proposal padaku untuk mensponsori acara ini sekalian mengajakku ikut. Awal

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 55 (End)

    Resepsi berakhir. Akhirnya. Jendra membawaku menuju kamar hotel yang sudah disiapkan. Setelah tadi berpamitan terlebih dahulu pada kerabat dan keluarga kami yang masih tersisa, Jendra langsung menggandeng tanganku menuju lift. Di depan lift sudah ada Mas Aldo yang begitu kami masuk langsung memencet tombol lantai 20 yang setahuku merupakan lantai tertinggi gedung ini.“Loh, bukannya kamar kita ada di lantai 15, ya?” tanyaku heran.“Kamar kita pindah, Sayang.” Tangannya merangkum wajahku, dan sempat mengecup pelan bibirku sebelum kembali menghadap ke depan. Genggaman tangan Jendra masih terasa erat di jemariku.Begitu lift berdenting menandakan kami telah sampai di lantai 20, pintu lift terbuka. Aku yang sedikit kesulitan dengan gaun panjangku sempat hampir terjungkal, beruntung Jendra memegangi tanganku hingga aku tak sampai jatuh. Tiba di depan pintu kamar dengan nomor 2001, Jendra menempelkan access card pada pintu dan menarikku untuk ikut masuk ke dalamnya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status