Saat berjalan menuju ke stand, aku bertemu dengan Pak Arya yang sedang berjalan keluar area pameran. Aku menggangguk dan tersenyum sopan berlalu segera berjalan ke stand. Namun saat akan melewatinya, Pak Arya mencegahku dengan mencekal lenganku. Aku melirik pada tangannya yang mencekal lenganku, melepasnya perlahan.
"Kita perlu bicara Dela. Aku belum selesai bicara sama kamu.""Maaf pak, waktu istirahat saya sudah selesai, saya mau kembali ke stand." Tolakku halus, toh tidak ada yang perlu dibahas lagi.Mengabaikan penolakanku, Pak Arya meraih pergelangan tanganku dan membawaku keluar lagi dari area pameran. Aku memandang tanganku yang saat ini ditarik oleh Pak Arya, enggak sakit, hanya ada perasaan muak.Dulu setiap Pak Arya menggenggam tanganku akan terasa hangat dan nyaman. Dulu aku menyukai saat dia menggenggam tanganku atau merangkul pinggangku saat kami sedang pergi berduaan. Namun sekarang yang aku rasakan hanya rasa muak. Kalau saja aku bisa, aku ingin piAkhirnya pameran dan konser musik selesai juga. Pukul 23.00 penampilan dari bintang utama selesai. Aku mencoba melepaskan diri dari Jendra. Sepanjang acara, Jendra sama sekali tidak melepaskanku dari pelukannya. Begitu lagu terakhir selesai, aku mendongakkan kepala menatap Jendra yang berada di belakangku. “Lepasin, gue mau masuk lagi ke area pameran.” Jendra menundukkan kepalanya, membuat wajahnya berada dekat denganku, sampai deru nafasnya mengenai sisi wajahku. “Ngapain masuk lagi?Ayo langsung pulang.” “Mau ambil tas gue sama bantuin bentar ngangkatin barang ke mobil.” “Kenapa gak besok aja.” “Lepasin Dra, capek gue ngomong sama lo sambil dongakin kepala.” Akhirnya Jendra melepas pelukannya, dan aku berbalik menghadapnya. “besok mau langsung balik, makanya malam ini harus masuk mobil semua barangnya. Udah ya gue masuk dulu, Bye! Ucapku sambil melambaikan tangan pada Jendra, segera berjalan sebelum sempat dia mencegahku lagi. Pukul 23.30 kam
Keesokan harinya."Ontime amat sih jemputnya," ucapku begitu aku memasuki mobil Jendra. Hari ini dia menyetir sendiri mobilnya, tapi santai saja meskipun dia menyetir sendiri, para pengawalnya pasti standby yang kadang aku sendiri tidak menyadari keberadaan mereka. "Biar gak keburu siang, panas jalannya. Gue gak perlu turun nih, buat pamit ke orang tua lo?" Jendra masih belum juga menjalankan mobilnya, malah dia kini bersiap melepas sabuk pengamannya. Refleks aku memukul lengannya, "gila lo, yang ada kita gak jadi berangkat. Bisa-bisa gue interogasi habis-habusan sama nyokap bokap, malah yang lebih parahnya ngamuk gara-gara gue dianterin Walikota, nanti dibilang ga tau diri yang ada." "Kok ngamuk sih, ya bangga dong anaknya dianter spesial sama Pak Walikota." "Udah deh jalan aja, katanya keburu siang." Akhirnya Jendra mengalah dan mulai menjalankan mobil. "Emang kenapa sih orang tua lo ngamuk kalau gue yang anter?" Aku mendengus, "ya
Aku mendengar helaan nafas dari sampingku, membuatku menoleh kearahnya. Terkesiap saat menyadari wajah Jendra berada terlalu dekat denganku, dan kini matanya menatapku lekat. Berdehem sebentar, "kenapa?" Tanyaku karena Jendra tak juga bicara. "Cewek tadi siapa?apa dia cewek lo?" Lanjutku penasaran. Jendra hanya mengedikkan bahu, "gak penting." Ucapnya dengan jarinya yang merapikan poniku yang berantakan dan membawa helaian rambutku ke belakang telinga. "Padahal tadi kalau lo mau pergi sama cewek itu juga gak apa-apa, tadi dia bilang mamanya nyariin lo kan?" Entah kenapa saat mengatakannya ada yang menganjal dihatiku. Tiba-tiba tangannya yang tadi menyusuri rambutku, sekarang berada di tengkukku dan mendorongnya maju ke depan. Hidung kami nyaris menyentuh satu sama lain, "bisa kita gak usah bahas cewek tadi?" Setelah mengatakan itu, bibir Jendra menekan lembut bibirku. Aku yang sudah terlarut dengan ciumannya, langsung membalasnya dan membuka bibirku. Ciuman
Pagi ini aku terbangun dengan Jendra yang masih memelukku. Seperti biasa, aku selalu bangun pukul 4 pagi untuk bersiap berangkat kerta dan membuat sarapan serta bekal makan siang untuk diriku. Aku mendongak, menatap Jendra yang masih memejamkan mata, wajahnya nampak begitu damai dan tenang. Aku tidak pernah membayangkan akan adanya Jendra disini, bersamaku di kasur yang sama denganku. Tidak dapat dipungkiri hatiku sudah jatuh pada Jendr, tapi aku terus menyadarkan diriku tentang status kami. Merasa mataku mulai panas hanya karena membayangkan hubunganku bersama Jendra, aku mulai mengeliatkan badanku, bermaksud untuk membuatnya bangun. Aku ingin segera kabur dari pelukan nyaman ini, aku tidak ingin terlalu larut dalam kenyaman ini. Tapi bukannya bangum, Jendra semakin mengeratkan pelukannya, membuatku diam membeku. “Lepas Dra, lo harus bangun, balik ke Kota Aare.” aku kembali mengeliatkan badan gara pelukannya mengendur. Jendra yang saat ini bertelanjang dada deng
Begitu aku membuka pintu, aku hanya bisa melongo shock melihat sosoknya yang saat ini berdiri di hadapanku. Aku mundur ketika dia dengan seenaknya melangkah masuk ke dalam apartemenku, tersadar dengan tindakannya, aku berkacak pinggang saat melihatnya melepas sepatunya. "Jendra, lo ngapain ke apartemen gue malem-malem?" "Ya main lah," ucapnya. Melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemenku seolah-olah ini apartmennya. Meletakkan tas yang dibawanya di meja lalu melepas jas yang dikenakan dan menaruhnya di punggung sofa. Dan seenaknya dia mulai duduk di sofa dan menengadahkan kepala pada sandaran sofa. "Ini hari Rabu kalau lo lupa?emang lo gak kerja?bisa-bisanya di hari kerja lo malah kelayapan ke Milton." Omelku begitu aku mengikutinya duduk di sofa. "Ini udah bukan jam kerja, jadi terserah gue mau main kemana. Lagian besok jadwal gue ada kunjungan sama cek proyek ke daerah deket sini, jadi sekalian aja main ke tempat lo." Aku menggelengkan kepa
Aku yang sedang memainkan ponselku, menoleh ke arah samping saat merasakan pergerakan disisi sofa. Setelah menyelesaikan panggilan teleponnya Jendra duduk disampingku. "Makasih kopinya,"ucapnya seraya menarik kopi yang aku letakkan di meja depan kami. Kami terdiam cukup lama, aku yang masih memainkan ponselku sambil berbalas pesan dan Jendra yang juga sedang bermain ponsel, sepertinya juga sedang berbalas pesan. "Del, malam ini gue nginep sini ya." Ijinnya tiba-tiba yang membuatku menoleh kepadanya. "Ini bukan hotel Jendra, pulang aja ke apartemen lo." "Please, gue janji bakalan behave, gue juga lagi capek besok pagi-pagi harus cabut. Nanggung kalau harus ke apartemen.” Aku menatap ke dalam matanya, sorotnya terlihat sendu dan ada beban yang sedang dipikirannya, membuatku tak tega saja. Aku berdecak, "ck oke, tapi awas ya jangan macem-macem." Jendra langsung menyunggingkan senyumnya setelah aku mengijinkannya. Lagi-lagi Jendra dengan segala ke
Hari Jumat adalah hari yang ditunggu-tunggu karena selain besok libur, biasanya hari Jumat diawali olahraga. Bagiku yang jarang bahkan hampir tidak pernah olahraga, dengan adanya kegiatan ini paling tidak seminggu sekali bisa berolahraga.Olahraga hari ini diisi dengan senam aerobik. Lumayan banyak keringat yang bercucuran, meskipun nanti malam dapat dipastikan badanku sakit semua. Setelah selesai senam pagi tadi, aku membeli sarapan bubur ayam langganan depan kantor.Nanti rencananya setelah makan, aku mau menemani Septi untuk membeli beberapa perlengkapan dan mengambil produk UMKM yang akan digunakan untuk pameran Senin depan. Karena tim Septi semuanya sibuk, jadi aku menawarkan diri membantu sekaligus menemani Septi mumpung pekerjaanku hari ini masih santai, yang pastinya sudah mendapatkan ijin Pak Arya untuk membantu tim Septi.Selesai sarapan, aku menumpang mandi di kantor. Seperti biasa keringat membanjiriku setiap selesai olahraga, mengharuskan mandi lagi, mesk
Sudah seminggu dari terakhir kali aku bertemu dengan Tari dan selama itu aku masih belum bisa memenuhi keinginan Tari untuk membujuk Jendra untuk meneruskan perjodohan mereka.Beberapa kali Jendra menelepon atau mengirim pesan, tapi aku jawab seperlunya saja. Aku mulai mengurangi mengurangi intensitas komunikasi dengannya. Beruntungnya selama seminggu ini Jendra sibuk, hingga tak sempat merecokiku seperti biasa.Dari yang aku baca di berita, Jendra saat ini sedang sibuk memantau persiapan peresmian tempat relokasi bencana longsor dan juga peresmian jembatan yang dulu sempat hancur karena longsor. Jendra sendiri memerintahkan jajarannya untuk mengebut pekerjaannya agar para korban bisa segera menempati tempat relokasi dan jembatan bisa segera digunakan kembali.Minggu pagi aku dan Shela berniat jalan-jalan pagi sekaligus membeli sarapan. Sialnya, Shela tiba-tiba mengabariku kalau pacarnya sakit dan minta diantarkan makanan. Sebenarnya Shela tetap mengajakku jalan pagi,