"Gue mandi duluan ya, udah lengket banget badan gue. Lo yang pesen makan, terserah gue ngikut aja." Kataku sambil menuju kamar mandi.
Tak sampai 10 menit, aku susah selesai mandi. Di meja makan sudah tersedia banyak makanan, ada nasi goreng, ayam goreng, sate ayam dan soto daging. Bener-bener ya si Jendra ini, makan cuman berdua aja pesennya banyak banget.Beranjak dari meja makan, aku mencari keberadaan Jendra di ruang tamu, tapi yang kulihat hanya jasnya yang terlipat rapi disofa sedangkan orangnya tidak ada.Aku menuju ke balkon, satu-satunya tempat yang mungkin di datangi Jendra yang ada di apartemen kecilku ini. Dan benar saja dia ada disana, sedang menghadap pemandangan di luar apartemen, sepertinya dia masih saja sibuk dengan ponselnya.Tok tok..aku mengetuk pintu penghubung balkon untuk menarik perhatian Jendra."Udah selesai mandi?ayo makan, lo pasti udah laper banget kan?" Ajak Jendra dengan berjalan menuju ke meja makan. "Gue gak tau lo maunya makan apa, jadi ya gue pesen macem-macem masakan."Aku geleng-geleng kepala mendengar penjelasannya, "kita cuman makan berdua loh, gak perlu banyak gini menunya.""Ya kalau nanti gak habis bisa lo panasin buat sarapan besok pagi.""Serah lo aja deh Dra, yang penting gue sekarang mau makan."Aku mengambil nasi goreng dan sate ayam, sedangkan Jendra mengambil soto daging. Sepanjang makan malam tidak ada pembicaraan, kami hanya fokus pada makanan masing-masing.Selesai makan, aku membereskan bekas piring makan kami, sedangkan Jendra merapikan meja makan dan menyimpan sisa makanan ke dalam kulkas.***Selesai mencuci piring, aku menoleh ke arah meja makan, mencari keberadaan Jendra. Tadi dia menungguku mencuci piring di meja makan sambil kami mengobrol. Tiba-tiba sudah tidak ada lagi orangnya.Sama seperti saat aku selesai mandi tadi, dapat dipastikan Jendra berada di balkon. Terlihat dia sedang menerima telepon dari seseorang, menunggunya menyelesaikan telepon, aku beranjak kembali ke dapur, membuat kopi untuk kami berdua. Kopi Cappucino untukku dan Latte untuk Jendra sudah siap aku sajikan. Berjalan kembali ke balkon, ternyata Jendra sudah selesai dengan teleponnya."Nih Latte buat lo, sorry adanya itu aja gue ga nyetok kopi item," kataku sambil menyajikan latte itu di meja."It's okay, thank's ya." Sahutnya"Hmmm...lo sibuk banget keliatannya dari tadi. Kalau lo sibuk balik aja gih.""Nope, cuman ngurusin beberapa kerjaan aja sama ngecek persiapan buat besok ada launching cafe baru gue di daerah pusat. Besok lo sibuk gak Del?""Gak sibuk sih, cuman mau nyuci-nyuci baju aja besok. Kenapa?""Besok ikut gue ke tempat launching yuk" ajaknya."Gak deh makasih, mending gue nyuci aja dari pada ikut lo.""Please ya Dela, lo ikut gue ya. Acaranya sore kok, lo masih bisa nyuci baju paginya.""No no, disana pasti banyak orang dan pasti ada wartawan, gak mau gue."Membayangkan bersama Jendra di tempat keramaian, yang pasti akan membuatnya menjadi pusat perhatian dan datang bersamaku?sudah pasti bakal banyak gosip berkembang."Kenapa emangnya lo gak mau?lo cuman temenin gue aja, gak sampek 1 jam kita bisa cabut.""Gue gak mau ya itu acaranya pasti rame banget, kalau ada yang lihat lo dateng bareng gue, ntar jadi gosip", aku akhirnya mengutarakan alasan keberatanku."Ga bakalan gue jamin deh, ntar habis dari acara kita jalan-jalan." Pinta Jendra dengan muka memelas."Lihat besok deh, gue gak janji ya," putusku kemudian, karena tidak tega melihat wajah memelasnya.***Keesokan harinya, disinilah aku sekarang, di depan kafe Senja - kafe baru Jendra yang akan launching hari ini.Tidak ada pilihan lain lagi untukku selain mengikutinya, karena Jendra tanpa menelepon terlebih dahulu, tiba-tiba sudah datang di apartemenku.Posisi kami saat ini masih berada di dalam mobil, dengan Jendra yang sudah rapi menggunakan celana chinos coklat keabuan, kemeja putih yang dilapisi sweater hitam serta sepatu sneakers.Sedangkan aku memakai atasan blouse hitam dengan celana coklat dan sepatu sneakers tentunya. Kami berdua tampak semi formal, terlihat tidak terlalu formal ataupun terlalu santai.Didepan sana sudah banyak orang yang berdatangan. Melihat banyaknya orang yang datang, aku mengembuskan nafas kasar, sepertinya keputusanku untuk menemani Jendra salah deh.Menyadari aku yang gugup, Jendra memutar tubuhnya menghadapku. "Look at me," ucap Jendra yang langsung aku turuti. "Lo tenang aja, gue udah pastiin nanti gak ada wartawan, soalnya undangan untuk media masih nanti malem. Sore ini cuman peresmian khusus untuk tamu undangan yang isinya rekan kerja kami kok."Aku hanya menganggukan kepalaku, berusaha menekan rasa gugupku. Bukannya apa-apa, tapi ini Wali kota Jendra orang yang sedang naik daun karena menjadi Walikota termuda sekaligus statusnya masih single. Tentu saja dia menjadi pusat perhatian saat terlihat dengan wanita.Melihatku yang menenangkan diri, Jendra mengusap puncak kepalaku. Aku otomatis menatapnya lagi, dia tersenyum menenangkanku. Kembali mengembuskan nafas kasar sekali lagi, dan aku mencoba tersenyum.Tanpa aku sadari, ternyata Jendra sudah keluar dari mobil dan pintu sampingku terbuka. Jendra membukakan pintu dan menengadahkan tangan untuk aku genggam. Sontak aku menepis tangannya, karena tidak ingin menarik perhatian orang lain saat melihat kami bergandengan tangan.Mengabaikan penolakanku, Jendra justru meraih dan mengenggam tanganku untuk mengajak keluar dari mobil. Kami berjalan bergandengan tangan dengan dua pengawal serta Aldo asisten Jendra berada di depan dan dua pengawal lain di belakang. Sekilas badanku yang mungil ini tidak terlihat oleh yang lain karena tertutup oleh badan besar berotot dari para pengawal.Setelah memasuki kafe, suasana didalamnya begitu indah dan instagramable dengan banyaknya dekorasi bergaya anak muda. Sepertinya kafe ini membidik kalangan anak muda dan mahasiswa, karena tempatnya yang nyaman untuk sekedar nongkrong atau mengerjakan tugas bersama teman. Selain itu tempatnya juga strategis berada di dekat area kampus.Jendra mengenalkanku pada partner bisnisnya yang ternyata adalah salah satu chef dan selebgram terkenal, Abimana namanya. Selesai berbasa basi, Jendra mengajak duduk di kursi pojok ruangan yang berbentuk sofa."Gimana menurut lo konsep kafenya?" tanya Jendra tiba-tiba padaku."Hmmm..menarik dan keren kafenya, konsepnya juga cocok banget buat anak muda. Lokasinya strategis sih di pusat Milton deket juga sama kampus-kampus”“Syukurlah kalau lo suka. Cafe ini bisnis pertama gue di bidang F&B, ya gue disini gak banyak terlibat, cuman invest aja yang jalanin ya si Abi tadi, dia salah satu temen kuliah gue waktu di Aussie.""Iya sih, bisnis lo kan kebanyakan di properti kan ya?""Yap, lo bener. By the way mau pesen apa?kita nyicip makanan sama minuman disini dulu ya, habis itu kita cabut."“Kenapa lo buka café di Ibukota?Kenapa gak nyoba buka dulu di Kota Aare?”“hmmm gimana ya jelasinnya, gue kan disini sebagai investor, sedangkan yang menjalankan café ini secara penuh itu Abimana. Jadi kalau buka di Ibukota, Abimana bisa langsung ngawasin karena ya dia tinggalnya disini. Nantinya kalau café ini sukses, rencananya baru mau buka cabang pertama di kota Aare.” Jelasnya panjang lebar."Lo gak nungguin sampai acara launching-nya mulai?""Gak, gue cuman mastiin aja semuanya beres. Kalau nunggu launching mulai, pasti bakalan lebih rame banget. Nanti gue sempetin nyapa dan ketemu beberapa rekan kerja dulu, lo gak apa-apa kan nanti gue tinggal bentar?"“Santai aja, take your time.”Aku mengangguk paham, pasti akan ramai dengan fans-fansnya saat tahu Jendra hadir disini, meskipun yang datang adalah rekan kerja Jendra, tapi tidak menutup kemungkinan ada fans yang nekad datang ke sini.Sambil menunggu makanan kami datang, Jendra sempat pamit untuk menemui rekan kerja dan beberapa temannya yang menjadi tamu undangan, sedangkan aku menunggu di meja dan memainkan ponsel.Akhirnya setelah menunggu, pesanan makanan dan minuman kami datang, Jendra pun kembali menghampiriku. Kami makan dan mengobrol seperti biasa. Selesai makan, Jendra mengajakku untuk pamit pulang kepada rekan-rekannya. Saat berpamitan, Aldo asisten Jendra berkata, "Maaf pak, di depan mulai banyak pengunjung sulit untuk kita keluar. Kemungkinan ada banyak orang yang menyebarkan kalau bapak sudah ada disini."Aku lihat, Jendra masih tenang seperti sudah biasa menghadapi hal ini. Sambil menggapai tanganku untuk digenggamnya, Jendra memberi perintah pada Aldo untuk memindahkan mobil ke pintu belakang dan Jendra langsung ijin kepada Abimana untuk pulang lewat pintu belakang.Pagi setelah Dela mengakhiri hubungan kami, aku benar-benar kalut. Aku langsung memerintahkan Aldo untuk kembali ke kota Aare. Dalam pikiranku, satu-satunya cara agar Dela tidak pergi dariku adalah menemui orang tuanya dan langsung melamarnya. Mungkin Dela akan marah, tapi aku tidak peduli. Salahkan dia yang seenaknya mengambil keputusan sendiri. Aku juga bisa seperti itu. Saat aku menyuruh Aldo untuk dia langsung ke rumah Dela, dia menolak ideku. “Maaf, Pak, sekarang sudah malam. Sangat tidak sopan kalau Bapak ke sana malam-malam.” “Terus kapan, Do? Saya gak mau menunggu lama-lama.” Aldo menghela nafas pelan.,“Besok pagi saja, Pak Jendra. Malam ini Bapak bisa istirahat dulu. Tidak mungkin Bapak menemui orang tua Bu Dela dengan keadaan kacau seperti ini.” Aku berpikir sebentar, apa yang diucapkan Aldo ada benarnya juga. Gak mungkin aku ketemu orang tuanya dengan kondisiku yang kacau begini. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dinas.Keesokkan harinya, aku sudah segera
"Ma, aku udah bilang mau membatalkan perjodohan ini. Kenapa Mama masih aja maksa aku?" "Ini semua demi kamu, Jendra, demi masa depan karir kamu. Cinta bisa datang setelah kalian menikah." Klise. Jujur saja aku meremehkan pendapat mama dalam kepalaku. Namun, saat bicara aku berusaha membuat nada suaraku senormal mungkin. "Aku sama sekali gak pengen meraih kesuksesan menggunakan cara seperti ini. Kalau memang masyarakat puas dengan kinerjaku selama periode ini, pasti mudah untuk melanjutkannya lagi." "Meski begitu kamu juga harus tetap punya penguasa yang akan mendukung kamu demi melancarkannya!" Halo? Ingin rasanya aku menunjuk diriku sendiri. Apa seorang lelaki dewasa berumur 28 tahun seperti diriku tidak pantas disebut sebagai ‘penguasa’ karena hanya memimpin perusahaan-perusahaan warisan sang ayah di bawah ketiak ibunya? Aku menggelengkan kepala tidak percaya. "Mama masih gak percaya dengan kemampuanku dan orang-orang yang selama ini mendukungku? Apa selama ini semua pencapaia
Sore hari aku kembali ke kantor setelah sejak pagi melakukan peresmian maupun pengecekan proyek di beberapa daerah. Sebenarnya aku lelah, tapi beberapa berkas proyek dari kantor dinas yang ada di atas mejaku membutuhkan tanda tanganku. Saat sedang sibuk membaca dengan teliti berkas yang ada di tanganku, pintu diketuk dari luar. "Masuk," jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari berkas. "Maaf, Pak Jendra, di luar ada Bu Tari," ucap Aldo. Memejamkan mata sejenak menahan kesal, aku mengangkat kepala dan berkata, "Antarkan dia ke sini." Aku tahu tidak bisa terus begini, semuanya harus segera diputuskan. Malam setelah pertemuan pertama keluarga dulu, beberapa kali Tari memang mencoba menghubungiku dan mengajakku bertemu, tapi selalu kutolak dengan berbagai alasan. "Maaf, Mas Jendra, Tari harus datang ke sini," cicit Tari begitu berdiri di hadapanku. Tangannya tertaut, cara bicaranya gugup. Cari simpati dia? "Hmm." Berdiri dari kursiku, aku berjalan menuj
Setelah sambungan telepon terputus, aku yang saat ini berada di dalam toilet menatap pantulan diriku pada cermin. Aku merasa bersalah pada Dela karena telah meninggalkannya sendirian di restoran, padahal aku yang mengajaknya ke sana. Andai saja Mama tidak memaksaku untuk bertemu dengan tamunya, aku tidak akan meninggalkan Dela sendirian. Aku membasuh wajahku agar lebih segar. Hatiku tiba-tiba diliputi rasa gelisah.Terdengar pintu kamar mandi diketuk dari luar."Pak Jendra, apa masih lama di dalam toiletnya?" Terdengar suara Aldo memanggil.Menghela napas, lalu aku sekali lagi mengambil tisu untuk mengeringkan sisa-sisa air di wajahku, sebelum kemudian bergerak membuka pintu toilet."Maaf, Bapak ditunggu Bu Wahyu di ruang makan karena sebentar lagi makan malamnya selesai.""Hmm," jawabku dengan gumaman malas, kemudian melangkahkan kaki menuju ruang makan diikuti Aldo.Sesampainya di ruang makan, orang-orang masih duduk dengan pos
Hari reuni SMP Pratamadya Kota Aare akhirnya datang juga. Aku tidak sabar menunggu untuk segera sampai di hotel tempat acara. Begitu turun dari mobil, aku menuju ballroom yang sudah ramai oleh teman-teman seangkatanku. Banyak wajah-wajah familier yang masih bisa aku kenali. Banyak di antaranya menghampiriku dan menyapaku. Yang lain ada yang hanya menoleh menyadari kedatanganku, sisanya ada pula yang tidak peduli. Yah, teman datang dan pergi seiring usia. Seleksi alam. Di SMP dulu aku termasuk salah satu murid populer hingga tak heran satu sekolah mengaku-ngaku sebagai temanku. Walaupun ada banyak juga yang memang masuk lingkaran pertemananku, seiring berjalannya waktu dan kesibukan, aku mulai jarang bisa kumpul dengan mereka dan sempat lost contact juga. Jadi, ya ... kabar reuni ini pun disampaikan Andi, salah satu teman terdekatku semasa SMP. Kebetulan dia yang jadi ketua panitianya, dan menawarkan proposal padaku untuk mensponsori acara ini sekalian mengajakku ikut. Awal
Resepsi berakhir. Akhirnya. Jendra membawaku menuju kamar hotel yang sudah disiapkan. Setelah tadi berpamitan terlebih dahulu pada kerabat dan keluarga kami yang masih tersisa, Jendra langsung menggandeng tanganku menuju lift. Di depan lift sudah ada Mas Aldo yang begitu kami masuk langsung memencet tombol lantai 20 yang setahuku merupakan lantai tertinggi gedung ini.“Loh, bukannya kamar kita ada di lantai 15, ya?” tanyaku heran.“Kamar kita pindah, Sayang.” Tangannya merangkum wajahku, dan sempat mengecup pelan bibirku sebelum kembali menghadap ke depan. Genggaman tangan Jendra masih terasa erat di jemariku.Begitu lift berdenting menandakan kami telah sampai di lantai 20, pintu lift terbuka. Aku yang sedikit kesulitan dengan gaun panjangku sempat hampir terjungkal, beruntung Jendra memegangi tanganku hingga aku tak sampai jatuh. Tiba di depan pintu kamar dengan nomor 2001, Jendra menempelkan access card pada pintu dan menarikku untuk ikut masuk ke dalamnya.