Share

Part 8

"Gue mandi duluan ya, udah lengket banget badan gue. Lo yang pesen makan, terserah gue ngikut aja." Kataku sambil menuju kamar mandi.

Tak sampai 10 menit, aku susah selesai mandi. Di meja makan sudah tersedia banyak makanan, ada nasi goreng, ayam goreng, sate ayam dan soto daging. Bener-bener ya si Jendra ini, makan cuman berdua aja pesennya banyak banget.

Beranjak dari meja makan, aku mencari keberadaan Jendra di ruang tamu, tapi yang kulihat hanya jasnya yang terlipat rapi disofa sedangkan orangnya tidak ada.

Aku menuju ke balkon, satu-satunya tempat yang mungkin di datangi Jendra yang ada di apartemen kecilku ini. Dan benar saja dia ada disana, sedang menghadap pemandangan di luar apartemen, sepertinya dia masih saja sibuk dengan ponselnya.

Tok tok..aku mengetuk pintu penghubung balkon untuk menarik perhatian Jendra.

"Udah selesai mandi?ayo makan, lo pasti udah laper banget kan?" Ajak Jendra dengan berjalan menuju ke meja makan. "Gue gak tau lo maunya makan apa, jadi ya gue pesen macem-macem masakan."

Aku geleng-geleng kepala mendengar penjelasannya, "kita cuman makan berdua loh, gak perlu banyak gini menunya."

"Ya kalau nanti gak habis bisa lo panasin buat sarapan besok pagi."

"Serah lo aja deh Dra, yang penting gue sekarang mau makan."

Aku mengambil nasi goreng dan sate ayam, sedangkan Jendra mengambil soto daging. Sepanjang makan malam tidak ada pembicaraan, kami hanya fokus pada makanan masing-masing.

Selesai makan, aku membereskan bekas piring makan kami, sedangkan Jendra merapikan meja makan dan menyimpan sisa makanan ke dalam kulkas.

***

Selesai mencuci piring, aku menoleh ke arah meja makan, mencari keberadaan Jendra. Tadi dia menungguku mencuci piring di meja makan sambil kami mengobrol. Tiba-tiba sudah tidak ada lagi orangnya.

Sama seperti saat aku selesai mandi tadi, dapat dipastikan Jendra berada di balkon. Terlihat dia sedang menerima telepon dari seseorang, menunggunya menyelesaikan telepon, aku beranjak kembali ke dapur, membuat kopi untuk kami berdua. Kopi Cappucino untukku dan Latte untuk Jendra sudah siap aku sajikan. Berjalan kembali ke balkon, ternyata Jendra sudah selesai dengan teleponnya.

"Nih Latte buat lo, sorry adanya itu aja gue ga nyetok kopi item," kataku sambil menyajikan latte itu di meja.

"It's okay, thank's ya." Sahutnya

"Hmmm...lo sibuk banget keliatannya dari tadi. Kalau lo sibuk balik aja gih."

"Nope, cuman ngurusin beberapa kerjaan aja sama ngecek persiapan buat besok ada launching cafe baru gue di daerah pusat. Besok lo sibuk gak Del?"

"Gak sibuk sih, cuman mau nyuci-nyuci baju aja besok. Kenapa?"

"Besok ikut gue ke tempat launching yuk" ajaknya.

"Gak deh makasih, mending gue nyuci aja dari pada ikut lo."

"Please ya Dela, lo ikut gue ya. Acaranya sore kok, lo masih bisa nyuci baju paginya."

"No no, disana pasti banyak orang dan pasti ada wartawan, gak mau gue."

Membayangkan bersama Jendra di tempat keramaian, yang pasti akan membuatnya menjadi pusat perhatian dan datang bersamaku?sudah pasti bakal banyak gosip berkembang.

"Kenapa emangnya lo gak mau?lo cuman temenin gue aja, gak sampek 1 jam kita bisa cabut."

"Gue gak mau ya itu acaranya pasti rame banget, kalau ada yang lihat lo dateng bareng gue, ntar jadi gosip", aku akhirnya mengutarakan alasan keberatanku.

"Ga bakalan gue jamin deh, ntar habis dari acara kita jalan-jalan." Pinta Jendra dengan muka memelas.

"Lihat besok deh, gue gak janji ya," putusku kemudian, karena tidak tega melihat wajah memelasnya.

***

Keesokan harinya, disinilah aku sekarang, di depan kafe Senja - kafe baru Jendra yang akan launching hari ini.

Tidak ada pilihan lain lagi untukku selain mengikutinya, karena Jendra tanpa menelepon terlebih dahulu, tiba-tiba sudah datang di apartemenku.

Posisi kami saat ini masih berada di dalam mobil, dengan Jendra yang sudah rapi menggunakan celana chinos coklat keabuan, kemeja putih yang dilapisi sweater hitam serta sepatu sneakers.

Sedangkan aku memakai atasan blouse hitam dengan celana coklat dan sepatu sneakers tentunya. Kami berdua tampak semi formal, terlihat tidak terlalu formal ataupun terlalu santai.

Didepan sana sudah banyak orang yang berdatangan. Melihat banyaknya orang yang datang, aku mengembuskan nafas kasar, sepertinya keputusanku untuk menemani Jendra salah deh.

Menyadari aku yang gugup, Jendra memutar tubuhnya menghadapku. "Look at me," ucap Jendra yang langsung aku turuti. "Lo tenang aja, gue udah pastiin nanti gak ada wartawan, soalnya undangan untuk media masih nanti malem. Sore ini cuman peresmian khusus untuk tamu undangan yang isinya rekan kerja kami kok."

Aku hanya menganggukan kepalaku, berusaha menekan rasa gugupku. Bukannya apa-apa, tapi ini Wali kota Jendra orang yang sedang naik daun karena menjadi Walikota termuda sekaligus statusnya masih single. Tentu saja dia menjadi pusat perhatian saat terlihat dengan wanita.

Melihatku yang menenangkan diri, Jendra mengusap puncak kepalaku. Aku otomatis menatapnya lagi, dia tersenyum menenangkanku. Kembali mengembuskan nafas kasar sekali lagi, dan aku mencoba tersenyum.

Tanpa aku sadari, ternyata Jendra sudah keluar dari mobil dan pintu sampingku terbuka. Jendra membukakan pintu dan menengadahkan tangan untuk aku genggam. Sontak aku menepis tangannya, karena tidak ingin menarik perhatian orang lain saat melihat kami bergandengan tangan.

Mengabaikan penolakanku, Jendra justru meraih dan mengenggam tanganku untuk mengajak keluar dari mobil. Kami berjalan bergandengan tangan dengan dua pengawal serta Aldo asisten Jendra berada di depan dan dua pengawal lain di belakang. Sekilas badanku yang mungil ini tidak terlihat oleh yang lain karena tertutup oleh badan besar berotot dari para pengawal.

Setelah memasuki kafe, suasana didalamnya begitu indah dan instagramable dengan banyaknya dekorasi bergaya anak muda. Sepertinya kafe ini membidik kalangan anak muda dan mahasiswa, karena tempatnya yang nyaman untuk sekedar nongkrong atau mengerjakan tugas bersama teman. Selain itu tempatnya juga strategis berada di dekat area kampus.

Jendra mengenalkanku pada partner bisnisnya yang ternyata adalah salah satu chef dan selebgram terkenal, Abimana namanya. Selesai berbasa basi, Jendra mengajak duduk di kursi pojok ruangan yang berbentuk sofa.

"Gimana menurut lo konsep kafenya?" tanya Jendra tiba-tiba padaku.

"Hmmm..menarik dan keren kafenya, konsepnya juga cocok banget buat anak muda. Lokasinya strategis sih di pusat Milton deket juga sama kampus-kampus”

“Syukurlah kalau lo suka. Cafe ini bisnis pertama gue di bidang F&B, ya gue disini gak banyak terlibat, cuman invest aja yang jalanin ya si Abi tadi, dia salah satu temen kuliah gue waktu di Aussie."

"Iya sih, bisnis lo kan kebanyakan di properti kan ya?"

"Yap, lo bener. By the way mau pesen apa?kita nyicip makanan sama minuman disini dulu ya, habis itu kita cabut."

“Kenapa lo buka café di Ibukota?Kenapa gak nyoba buka dulu di Kota Aare?”

“hmmm gimana ya jelasinnya, gue kan disini sebagai investor, sedangkan yang menjalankan café ini secara penuh itu Abimana. Jadi kalau buka di Ibukota, Abimana bisa langsung ngawasin karena ya dia tinggalnya disini. Nantinya kalau café ini sukses, rencananya baru mau buka cabang pertama di kota Aare.” Jelasnya panjang lebar.

"Lo gak nungguin sampai acara launching-nya mulai?"

"Gak, gue cuman mastiin aja semuanya beres. Kalau nunggu launching mulai, pasti bakalan lebih rame banget. Nanti gue sempetin nyapa dan ketemu beberapa rekan kerja dulu, lo gak apa-apa kan nanti gue tinggal bentar?"

“Santai aja, take your time.”

Aku mengangguk paham, pasti akan ramai dengan fans-fansnya saat tahu Jendra hadir disini, meskipun yang datang adalah rekan kerja Jendra, tapi tidak menutup kemungkinan ada fans yang nekad datang ke sini.

Sambil menunggu makanan kami datang, Jendra sempat pamit untuk menemui rekan kerja dan beberapa temannya yang menjadi tamu undangan, sedangkan aku menunggu di meja dan memainkan ponsel.

Akhirnya setelah menunggu, pesanan makanan dan minuman kami datang, Jendra pun kembali menghampiriku. Kami makan dan mengobrol seperti biasa. Selesai makan, Jendra mengajakku untuk pamit pulang kepada rekan-rekannya. Saat berpamitan, Aldo asisten Jendra berkata, "Maaf pak, di depan mulai banyak pengunjung sulit untuk kita keluar. Kemungkinan ada banyak orang yang menyebarkan kalau bapak sudah ada disini."

Aku lihat, Jendra masih tenang seperti sudah biasa menghadapi hal ini. Sambil menggapai tanganku untuk digenggamnya, Jendra memberi perintah pada Aldo untuk memindahkan mobil ke pintu belakang dan Jendra langsung ijin kepada Abimana untuk pulang lewat pintu belakang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status