Share

Alat pelacak dan alat penyadap

"Kamu masih tidak mau merubah hidup kamu! Kamu masih tidak semangat! Kamu masih mau terus di hina!" Kekesalan tante Ecca membuatku terpuruk, setelah kami pulang.

Bukan aku tidak ingin membalas perlakuan mereka, tapi aku harus memikirkan cara bagaimana caranya mengambil hakku dan hak Mutiara. 

Usaha yang di bangun oleh Mas Aditya dan keluarganya adalah usaha milikku yang di ambil alih oleh mereka, awalnya mereka mengatakan jika hanya ingin memperluas usahaku, tapi tidak pernah mereka kembalikan. Jangankan dikembalikan, lihat hasil dari usahaku saja tidak pernah. Acapkali kutanya tentang usaha, mereka selalu saja menemukan alasan untuk menghindar dan selalu memojokkanku. Mengatakan jika aku perhitungan dan pelit terhadap keluarganya sendiri. Sejak itu, aku tidak lagi bertanya. 

Namun, setelah berpisah. Aku harus mengambil alih. Untung saja, semua aset masih atas namaku, begitu pula rumah yang di tempati oleh Mas Aditya. Rumah di mana aku yang dia usir. 

"Kenapa kamu diam!" bentak tante Ecca. 

"Mau, Tan. Aku harus membalas perlakuan mereka yang semena-mena. Tapi, sebelumnya aku harus mengambil alih apa yang menjadi hakku dan Mutiara." ujarku. 

Tante Ecca seperti memikirkan sesuatu. Tangannya memijat dagunya, lalu mengetukan jarinya ke meja. Berulang kali dia melakukannya, hingga membuatku lelah. 

Ketika aku akan berpamitan untuk ke kamar, tante Ecca mulai memposisikan dirinya lebih serius. 

"Kamu harus pindah! Sebelum kamu bisa merubah diri dan penampilan kamu, jangan pernah menemui mantanmu. Kamu harus relakan dulu, hartamu untuk dinikmati mereka." Mas Kelvin mendekati kami berdua setelah menemani Mutiara dan tante Ecca menyetujui hal itu. 

Lagi-lagi, tanpa persetujuanku Mas Kelvin membuat keputusan sendiri dan langsung disertai tindakan. Dia langsung menelpon seseorang dan memintanya membantuku. 

"Besok kamu berangkat ke Surabaya!" titahnya setelah selesai menelpon. 

"Tunggu dulu! Untuk apa kamu membantuku?" tanyaku dengan tatapan penuh selidik. 

"Karena aku teman lamamu yang tidak ingin kamu menderita lagi!" ujarnya. "Besok, aku akan memgantarmu! Sekarang istirahatlah!" ucapnya lagi. 

Aku merasa, ada sesuatu yang disembunyikannya. Tiba-tiba dia menemuiku, saat aku di talak oleh Mas Aditya, lalu tidak meninggalkanku begitu saja, setelah mengantarku ke hotel. Tapi, semua itu tidak penting, untuk saat ini. Aku harus bisa merubah diriku, jauh lebih baik. Akan aku buktikan jika aku bukan istri yang pantas di tendang dan di buang. Sepertinya, hanya mas Kelvin dan tante Ecca-lah yang mampu membantuku. 

"Tunggu dulu," Tante Ecca mencegahku ketika akan masuk ke kamar. "Tas kamu! Keluarkan semua isinya!" pintanya dengan nada perintah. 

Aku pun mendekatinya lagi, dan membongkar semua isinya. Tidak ada yang aneh menurutku, karena semua barang yang ada adalah milikku. 

Tante Ecca, mengobrak-abrik barang yang tertumpuk. Mencari sesuatu yang aku sendiri tidak tau. 

"Pantas saja!" ocehnya memegang benda kecil, yang hanya seukuran ujung jari telunjuk. 

"Apa, Tan?" tanyaku bingung. 

"Keluarga mantan suamimu sepertinya, memang sudah merencanakan ini semua!" ujar Tante Ecca, membuatku melongok tidak percaya. 

Meski mereka sering berbuat jahat padaku, tidak mungkin mereka membenci Mutiara. Tapi, kenapa tiba-tiba Mas Aditya langsung mentalakku hingga tiga kali. Tidak mungkin dia tidak mengetahui perihal ini, bahwa setelah mengucapkannya, maka kami tidak akan bisa kembali rujuk lagi. Ada apa sebenarnya, apa aku melewatkan sesuatu. 

"Istirahat, besok kamu harus fresh. Aku tidak mau repot ketika mengantar kamu!" Mas Kelvin memintaku untuk pergi setelah memperhatikan isi dalam tasku. Sebenarnya ingin aku bertanya lebih namun, kuurungkan. Rengekan Mutiara, mengalihkan semuanya. 

Kurebahkan tubuhku di samping Mutiara, setelah membuatkannya sebotol susu. Tentu saja, langsung di lahap olehnya. Membuatku tersenyum. 'Kamu harus tumbuh besar dan kuat, agar mama bisa membalaskan penghinaan dan penghianatan mereka.'

Mata pun tidak dapat kupaksakan untuk terbuka, rasanya berat untuk menutup rapat pintu kamar yang masih sedikit terbuka. Semua karena lelah hati dan pikiran. Meskipun mataku terpejam, sayup terdengar suara perbincangan mas Kelvin dan tante Ecca. Mereka merencanakan sesuatu untuk kemajuan hidupku. Di sela obrolan mereka, sepertinya aku mendengar nama ayah di sebut-sebut. Setelahnya aku tidak tau lagi, karena pintu ditutup. Sepertinya mereka takut jika aku belum lelap, dan mendengarkan semua rencana mereka. 'Sepertinya aku harus waspada terhadap mereka! Tapi, untuk apa mereka berbuat jahat. Aku tidak memiiliki harta apapun. Ah, sudahlah! Sekarang aku harus bangkit dulu. Baru aku pikirkan yang lainnya!'

Suara alarm membangunkanku, tepat sebelum mas Kelvin masuk ke dalam kamar. 

"Sudah siap?" tanyanya dengan wajah muram. 

"Belum. Mutiara belum bangun, tubuhnya panas." ujarku. 

Mas Kelvin langsung masuk ke dalam kamar, melihat keadaan Mutiara. Memeriksanya dan mengangkat tubuh mungil itu. 

"Kamu gantikan bajunya dulu! Aku mau ngobrol lagi dengan tante." pintanya dengan mata berkaca-kaca. 

Heran dengan tingkahnya, tapi aku memilih abai. Mungkin dia sedang bermasalah di kerjaannya atau hubungannya dengan keluarganya kembali renggang. 

Masalah keluarga-lah yang membuat kami dekat dulu. Aku yang tomboy di paksa mama untuk belajar memasak dan beres-beres, sedangkan Mas Kelvin, dia sedang bertengkar dengan ayahnya karena dia tidak sengaja melepaskan burung pelihara ayahnya. Kami bertemu di taman dengan amarah kami masing-masing, kemudian saling melempar batu ke arah danau. 

"Eh! Ngapain kamu ngikutin aku!" bentaknya kala itu. 

"Inikan tempat umum!" jawabku pongah. 

"Bukannya kamu anak kelas 1A, ya. Yang suka mecahin kaca jendela dengan bola kasti!" ujar Mas Kelvin, mengingat-ingat.

Sejak itulah kami dekat dan sering berbagi cerita. Meskipun masa SMA kami tidak bersama, tapi kami selalu menyempatkan untuk bertemu. Hingga aku bertemu Mas Amar yang saat itu terlihat cool dan macho. 

"Mas Kelvin selamat, ya, atas kelulusannya. Semoga segera mendapat tempat kuliah yang terbaik. Oya, Mas. Aku sekarang dekat dengan Mas Amar, yang sekelas denganmu." ujarku dengan bahagia. 

Namun, kulihat kilatan amarah di matanya. Aku tidak tau apa yang membuatnya marah dan mulai menjauh dariku. Kelulusanku dia tidak mengucapkan selamat, apalagi berniat datang. 

Ternyata, aku memilih kampus yang sama dengannya. Kali ini, suasana makin jauh berbeda. Aku rindu masa-masa itu.

***

"Kamu! Kalau ngerjain sesuatu, jangan melamun. Membahayakan semuanya, bukan hanya dirimu!" ujar Mas Kelvin sepertinya sedang kesal. 

"Maaf!" ujarku lirih. "Mas, kamu dulu enggak kayak gini loh. Kamu oranya yang--," 

"Jika sudah selesai, ayo. Kita akan tetap ke Surabaya, apapun hasil pemeriksaan dari dokter." kemudian langkah lebarnya menjauh. 

Benar, dia sangat jauh berbeda. Aku tidak tau apa yang mengubahnya begitu dingin. Masalah keluarganya, seharusnya sudah selesai. 

"Tante, bagaimana surat-surat berharga ini?" Aku menyodorkan beberapa dokumen yang aku punya. 

"Ini, akan di urus. Kamu harus kembali dengan wajah dan penampilan yang baru." Aku hanya mengangguk tanda setuju. 

"Kamu tidak usah membawa barang-barangmu, sepertinya alat sadap dan alat pelacak, masih banyak yang tersembunyi." perintahnya. 

"Tidak mungkin ada alat sadap-sadapan, Tan! Ha ... ha ... ha " Aku menolak kebenaran. 

"Ini!" tunjuk Tante Ecca.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status