Share

Waktunya berubah

Cukup dibuat bergidik dengan kelakuan Mas Kelvin. Selama aku mengenalnya bertahun-tahun, dia tidak pernah kasar tehadap wanita. Jangankan bertindak kasar, berbicara pun hanya seperlunya. Dia bekerja keras hingga kini semua yang dia impikan berhasil. 

"Kamu, pasti teman istimewanya Kelvin!" seru wanita itu membuyarkan lamunan, aku hanya menatapnya dengan pandangan bingung. "Kenalkan aku Rebecca, panggil saja Ecca. Aku adalah tante kedua Kelvin, pekerjaanku corat-coret kertas, seperti ini." Tante Ecca memperkenalkan dirinya, dengan disertai tawa ramah dan menunjukkan apa yang ada di tangannya.

"Iya, Tan. Saya--," ucapku, tapi terputus.

"Kelvin sudah sering menceritakan tentangmu padaku. Aku adalah ibu kedua baginya. Kami cukup dekat, tapi tetap berjarak."

Tante Ecca meremas kertas yang dia genggam, dan melemparnya ke tempat sampah. Aku merasa ada hal yang mengganjal dari kata-katanya, tapi tidak kubiarkan terlontar begitu saja. Dia menatapku dan mengelus pipiku pelan. 

"Kamu harus belajar, agar laki-laki tidak mudah mencampakkanmu," ujarnya dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya. 

Tante Ecca mengajakku, untuk ke kamar yang sudah dia siapkan. Langsung menyuruhku untuk beristirahat dan menidurkan Mutiara yang terlihat mulai tidak nyaman. 'Maafkan mama, Nak.' Kukecup pipinya yang sangat menggoda. 

Baru saja aku meletakan Mutiara, pintu di ketuk berkali-kali. Segera kubuka pintu kamar dan langsung menyapa Tante Ecca. 

"Sudah makan?" tanyanya. 

"Sudah, Tan."

"Kalau begitu, temani saya." pintanya. 

Setelah memastikan Mutiara tertidur lelap, aku menemani Tante Ecca. Setelah selesai makan, tante melanjutkan ceritanya. Sebenarnya, rasa lelah sangat menguasai tubuhku. Namun, aku tidak mungkin meninggalkan Tante Ecca begitu saja. Secara, dialah pemilik rumah ini. 

Mata dan tubuh tidak bisa di ajak kompromi, berkali-kali aku terpejam dan hampir jatuh karena tubuh tidak bisa menahan keseimbangan. Anehnya, tante Ecca tidak peduli. Aku hanya bisa menghembuskan napas kasar, cukup hari ini saja aku di sini. Besok pagi-pagi, aku harus segera mencari tempat tinggal dan mencari pekerjaan yang dapat menopang hidupku sementara waktu. 

"Sepertinya, kamu terlalu lelah!" ujar Tante Ecca, sebelum aku benar-benar hanyut dalam mimpiku. 

***

Rasa tubuhku benar-benar fresh, aku menggeliat melepaskan lelah yang masih tersisa. Diriku belum sadar sepenuhnya, masih merasa jika ini rumah Mas Aditya. 

"Bangun tuan Putri!" Suara itu terdengar samar. tapi tidak asing. 

"Mas Kelvin?!" pekikku.

Tentu saja membuatku kalang kabut, ketika melihatnya berdiri di ambang pintu. Dia seperti hantu, yang bisa berada di mana saja. Aku menutup tubuhku menggunakan selimut yang terjatuh ke lantai, mengikat rambut panjangku yang berantakan. 

"Mas Kelvin kenapa bisa di kamarku?! Lebih baik, Mas Kelvin pergi jika suamiku tau akan terjadi masalah!" pintaku. 

Mas Kelvin berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang. "Kamu pelupa, atau ingin melupakan kejadian semalam, saat di talak suamimu?" Seketika otakku mulai bekerja dengan baik. 

Mataku melirik ke sebelah tempat tidur yang kosong, kemudian membeliak sempurna. 

"Mas, anakku! Mana anakku?!" tanyaku panik, dengan tergesa aku turun dari ranjang dan memutarinya.

Aku berpikir, jika anakku terjatuh karena tidurku terlalu terlelap, hingga bisa saja aku menendang tubuh mungilnya. Memikirkan itu membuatku lemas hingga terduduk. Apa, iya aku menendangnya! Apa iya aku tidak mendengar pekikannya, jika terjatuh karena ulahku. Aku menarik rambutku prustasi, memikirkan kemungkinan Mutiara di ambil oleh Mas Aditya dan aku tidak diperbolehkan untuk menjenguknya. 

"Kamu kenapa sih?" tanya mas Kelvin. 

"Mas, kamu enggak tau rasanya kehilangan orang terpenting dalam hidupku!" ucapku disela isakan.

"Aku pernah Dis, dan itu teramat sangat menyakitkan!" Mas Kelvin berucap dengan lirih. 

Entah mengapa, mendengar itu hatiku sakit. Seperti aku yang menyakitinya tanpa sengaja. Namun, aku mencoba tidak memperdulikankannya. Takut, jika terlalu dalam ikut campur, itu akan membuat diriku sendiri terluka. 

"Haloo, mama!" sapa tante Ecca, yang sedang menggendong Mutiara. 

Dengan penuh amarah aku meraih tubuh mungil itu. Meskipun dia belum mengerti apapun, aku tidak ingin dia merasakan sakitnya menjadi wanita sepertiku. 

"Hai! Tenang! Jika, kamu seperti itu, Mutiara tidak nyaman denganmu walau kamu ibunya." ujar Tante Ecca dengan sedikit menaikan suaranya. 

"Masalalu kamu, jadikan sebagai cambuk yang melukai tubuh kamu dan berbekas. Saat ini, waktunya kamu mengobati luka itu dan membuatnya menghilang. Jadikan dirimu sempurna di mata mantan suami kamu! Jika tidak, kamu akan kembali tersiksa!" Tante Ecca memberiku nasehat. Aku sadar, jika aku terlalu takut menghadapi dunia. 

"Maaf, tante. Saya akan berusaha sebaik mungkin, untuk membesarkan anak saya dan akan membangun usaha." ucapku yakin. 

"Ck! Kamu mau usaha apa? Aku tau semua tentangmu!" Tante Ecca benar, meski kata-katanya membuatku seperti orang yang hina. "Lebih baik kamu mandi dan bersiap membantuku! Jangan berpikir kamu mau pergi dari sini tanpa memiliki kemampuan!" Sungguh, aku bingung untuk membantahnya. 

Tante Ecca dan Mas Kelvin keluar dari kamar, tanpa mau mendengar penolakanku. Lagi pula, Mas Kelvin kenapa diam saja! Seakan-akan dia menyetujui semua perkataan yang di lontarkan oleh Tante Ecca. 

"Biar Mutiara denganku!" Mas Kelvin mengejutkanku, karena kembali masuk tiba-tiba. 

Kemudian dia menyuruhku lekas mandi dan bersiap-siap, entah akan di ajak ke mana oleh mereka berdua. Mas Kelvin tidak bekerja, sepertinya. Terlihat dari pakaiannya yang santai, begitu juga Tante Ecca. 

"Sudah siap?" tanya Tante Ecca, ketika aku sudah siap untuk mengikuti mereka. Yang pastinya, Mutiara sudah dipercantik oleh Tante. 

"Sudah, Tan. Kita mau ke mana?" tanyaku dengan nada serius. 

"Ke Gym! Sekarang, waktunya kamu merubah diri!" celetuk Mas Kelvin, dengan tatapan tajam seakan-akan ingin mengulitiku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status