Share

6. Permintaan Maaf Bara

Nadia memperhatikan mobil hitam di depan pekarangan rumahnya, pasti ini milik Bara tunangannya, siapa lagi. Pria keras kepala itu masih saja membuat ulah, padahal Nadia sudah memperingati Bara agar tidak ke rumahnya selama seminggu.

Dengan langkah kesal Nadia masuk ke dalam rumahnya. Ia sangat malas bertemu dengan Bara. Kenapa juga pria itu ke rumahnya. 

"Sayang." 

Nadia baru saja ingin melewati Bara menuju kamarnya dan pura-pura tidak melihatnya. Namun dirinya ketahuan juga. 

"Apaan sih? Aku capek. Pulang sana!" usir Nadia mengangkat tangan nya seperti mengusir itik ke arah Bara.

Bara tidak menyerah, ia langsung memanggil calon mertuanya. Karena hanya calon mertuanya yang bisa membujuk Nadia.

"Tante Bella!" panggil Bara berteriak nyaring.

Nadia langsung menghampiri Bara dan menyumpal mulutnya dengan satu tangan. Bisa gawat kalau mamanya tahu dirinya belum juga memaafkan Bara. Bara kan menantu kesayangan mamanya.

"Diam gak!" ancam Nadia melototkan matanya ke arah Bara. Nadia melepaskan tangannya dari mulut Bara.

"Bibir aku sakit Yang," rengek Bara memonyongkan bibirnya kedepan. 

Ingin sekali Nadia melempar Bara dari atas Monas. Tapi ia takut dosa. Dahlah.

"Kamu mau ngapain ke sini?" tanya Nadia langsung.

"Aku kangen sama kamu sayang. Masak gak boleh ke rumah tunangan aku."

Nadia memutar bola matanya malas. Sebenarnya ia juga rindu tapi sekarang ia tengah merajuk harus disogok menggunakan apapun yang harganya mahal. Ingatkan Nadia sekali lagi, harus mahal.

"Nih aku bawa bunga untuk kamu sama coklat. Kamu kan suka coklat."

Bara menaruh bunga dan coklat di atas meja. Nadia tidak tertarik sedikitpun walaupun ia sempat tergoda dengan coklat Silverqueen di depannya. Tahan Nadia!

"Gak ada… Harganya murah aku mau yang mahal. Kamu kan udah kerja mana jadi CEO perusahaan. Masak gak mampu beli."

"Kamu mau apa, hem?" tanya Bara memperhatikan wajah Nadia yang tengah merajuk. Andai Nadia tahu, Bara akan mengabulkan apapun kemauan Nadia, walaupun itu nyawanya sendiri.

"Uang aku habis, kemarin aku shopping. Jadi… Kamu tahu kan kelanjutannya." Nadia memborong apapun yang ia lihat menarik kemarin bersama kedua temannya. Siapa suruh Bara membuatnya kesal, ia harus tanggung jawab. Biarkan saja Bara mengatainya matre. Nadia tidak peduli. Karena wanita itu butuh uang, dan realistis.

"Kamu mau berapa sayang? Aku kerja juga buat beliin kamu apapun. Dua puluh juta bagaimana??" 

Nadia langsung melebarkan matanya. Mana cukup uang segitu. Nadia langsung menggelengkan kepalanya. Walaupun Nadia sama kayanya dengan Bara, tapi ia suka saja mengerjai Bara seperti ini.

"Ngak usah kalau ngak ikhlas. Pulang sana!!" Nadia kembali kesal.

"Makanya sebut berapa maunya??" tanya Bara dengan sabar. Kalau ia emosi nanti Nadia mengancam putus dengannya. Bara takut hal itu terjadi.

"Ngak jadi. Nanti aku minta ke papa ajha. Dasar pelit. Oh ya… Tumben kamu ada waktu untuk aku? Biasanya aku nangis darah pun kamu selalu gak ada waktu karena ke rumah ekor itu."

Kalau Nadia mengingatnya kembali, hatinya sesak ingin memakan manusia. Tapi sudahlah, itu bukan urusannya. Nadia tidak peduli. Ekor Bara siapa lagi yang Nadia maksud kalau bukan Celina. Celina selalu mengikuti Bara kemanapun seperti ekor monyet.

"Celina punya penyakit parah. Kasihan Celina selalu sakit-sakitan. Aku hanya…."

"Panas ya… Jangan dilanjutkan! Males dengar nama itu." 

Tidak sekalian saja Bara menjadi baby sitter Celina dan berhenti menjadi CEO. Bayangkan saja dua puluh empat jam waktu dalam sehari, Bara menjaga Celina. Lebih memperhatikan Celina ketimbang dirinya yang tunangan Bara.

Awalnya Nadia mengerti hubungan mereka hanya sebatas sahabat. Tapi semakin ke sini, mereka semakin ngelunjak.

"Kamu inget gak Bar. Waktu kita tunangan di harapan semua orang. Mama dan papa aku, bahkan orang tua kamu. Kamu berjanji gak akan pernah nyakitin perasaan aku. Tapi semuanya bullshit… Kamu pembohong."

"Aku…."

"Aku mau minta maaf, aku mau janji, aku akan tegas, aku akan apa lagi, ahh??" Nadia menahan gejolak emosinya. Ia harus tampil elegan di depan Bara. Perempuan tidak boleh terlihat tersakiti, karena akan semakin terinjak-injak. 

Lama Bara terdiam memperhatikan wajah Nadia. Ingin sekali Bara memeluk erat Nadia. Namun ia tidak memiliki keberanian untuk itu.

"Aku capek, baru pulang kuliah. Kamu pulang aja sana, gak sekalian pulang ke rumah ekor kamu."

Sebelum Nadia meninggalkan Bara ia sempat-sempatnya mengambil coklat Silverqueen yang Bara bawa. Lalu pergi meninggalkan Bara yang mematung dengan ucapan nya tadi.

"Kan mubazir yey," ucap Nadia masuk ke dalam kamarnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status