Share

7. Kecelakaan

"Syukur deh papa pergi kerja. Mama pergi ke pasar. Gue bisa bebas, mengendarai mobil sendiri," ucap Nadia pelan sambil cengengesan.

Sebelum menggunakan mobilnya, Nadia terlebih dahulu membersihkan nya. Itu adalah mobil pemberian kedua orang tuanya ketika Nadia ulang tahun kemarin. Nadia ingin mengendarai mobilnya setiap hari. Tapi, karena ulah tunangannya, mobilnya itu hanya menjadi bahan pajangan di garasi rumahnya.

"Yuhuuuu... Kita berangkat!!" Nadia masuk ke dalam mobil kesayangannya. Ingat ya, ini sejarah Nadia mengendarai mobil ke kampus pasti keren. Kalau tentang Bara. Ia bodo amat. Pria itu hanya mementingkan Celina dari pada dirinya.

Nadia menancap gas dengan kecepatan Penuh. Gadis itu bersorak ria sembari menyetel lagu. Hampir semua Mobil yang ada di jalan raya ia dahului. 

"Sumpah, ini seru banget."

Tit! Tit!

Mobilnya berhenti di depan lampu merah. Sebagai pengguna jalan yang baik dan manis. Nadia harus selalu mengikuti instruksi dari lalu lintas. Namun, ketika dirinya melihat ke arah samping. Nadia kenal dengan mobil itu. Mobil itu menurunkan kacanya perlahan. Itu Bara dan Selingkuhannya. Maksudnya selingan berkedok sahabat.

"Kok hati gue sesak, ya? Lihat tuh dua orang bersama. Ini alasannya, kalau gak jemput gue. Oke, kita lihat siapa yang lebih tersakiti untuk hari ini."

Tit! Tit!

Lampu hijau telah menyala. Tanpa aba-aba Nadia mengejar mobil Bara. Nadia sengaja agar Bara panas melihat nya mengendarai mobil sendiri. "Ini pasti seru," ucap Nadia mulai menyalip mobil Bara. Sedangkan Bara yang melihat kelakuan mobil yang ada di samping nya merasa geram.

"Kenapa, Bar?" tanya Celina dengan lembut dan halus.

"Gue juga gak tau, tuh mobil ngikutin kita mungkin," balas Bara masih memantau mobil yang sekarang ada di samping nya.

Karena melihat sang tunangan penasaran. Nadia akan mempertunjukan dirinya. Baik kan, Nadia? Dia tidak ingin tunangannya mati penasaran. 

Nadia perlahan membuka kaca mobilnya. "Hai!" sapa Nadia tersenyum manis melihat ke arah Bara. Bara yang melihat tunangannya, terkejut bukan main. Nadia mengendarai mobil sendiri dengan kecepatan tinggi.

"Sorry, ya. Kalau gue ganggu acara romantis kalian. Gue gak sengaja," ucapnya santai.

"Maksud kamu apa, Sayang?" tanya Bara masih bisa menyeimbangi kecepatan Nadia yang lumayan tinggi.

"Kalau lo pilih dia, gue juga gak apa-apa kok. Jadi pernikahan kita dibatalin aja, ya. Gue capek." 

Detik berikutnya, mobil Nadia tancap gas dengan kecepatan diatas rata-rata. Bara yang mendengar Nadia membatalkan sepihak pernikahan mereka, langsung merasa geram. Bara ingin mengejar Nadia kembali, namun dihalangi oleh sebuah truk besar di depannya. Beruntung Bara masih bisa menyeimbangkan mobilnya.

"Hati-hati, Bar," ucap Celina ketakutan. Mobil Bara hampir menabrak truk sangat besar yang ada di depannya.

BRUK!

BRAKKK!

Seketika mobil Nadia terpental hebat menabrak sebuah mobil yang ada di depannya. Mobil itu langsung kabur. Sedang kan Mobil Nadia sudah lumayan parah. Semua orang yang melihat kejadian itu langsung berlari melihat korban. Dia Nadia, dengan wajah yang sudah berlumuran darah dan dirinya sudah di kuasai alam bawah sadar.

"Sayang! bangun sayang! jangan tinggalin aku, Nadia!" teriak Bara frustasi. Dia sungguh ketakutan melihat keadaan Nadia yang berlumuran darah seperti ini.

Ambulan langsung datang. Bara Menggendong Nadia dan sesekali terisak melihat keadaan calon istrinya. Semua ini gara-gara dirinya. "Kamu kuat sayang. Jangan hukum aku seperti ini sayang," isak Bara terdengar oleh para perawat yang ada di mobil ambulan. Para perawat merasa iba melihatnya. 

Sedang Celina, Bara sudah tidak menganggap Celina lagi. Dia tidak memperdulikannya, entah ada dimana sekarang.

"Mati aja sekalian, biar gue bisa gantiin posisi lo," gumamnya tersenyum miring, melihat ke arah Bara yang histeris melihat Nadia yang tidak sadarkan diri.

Mungkin di depan Bara, ia akan terlihat seperti gadis yang lemah lembut dan menawan. Tapi, tidak di belakangnya. Celina akan berubah menjadi wujud aslinya.

"Good bye, Nadia!"

***

"Bagaimana keadaan Tunangan saya, Dok?" tanya Bara bangkit dari duduk nya. Ia dari tadi merasa gelisah menunggu kabar dari dokter. Sudah 2 jam Bara menunggu. Dokter tersebut baru keluar sekarang.

"Tunangan Bapak, mengalami pendarahan yang cukup hebat, karena Bapak langsung membawanya ke rumah sakit. Kami bisa menolongnya dengan cepat. Tunangan, Bapak selamat. Tapi, pasien butuh istirahat yang cukup panjang."

"Maksud Dokter apa, ah??" geram Bara tidak terima. Bara hampir menghajar dokter itu.

"Pasien dinyatakan koma."

Deg! Jantung Bara berdetak dengan kencang. Tubuhnya menyeluruh ke lantai. Ia memukul kepalanya membabi buta. 

"Argh… ini semua gara-gara gue."

***

Bara dengan letih melihat ke arah jendela, tempat sang pujaan hati dirawat. Keluarga dari pihak wanita dan pria merasa sedih melihat kondisi Bara. 

Tatapan pria itu kosong. Sang pujaan hati tidur dengan lelap tidak ingin membuka mata. Apakah selama ini dia terlalu berdosa kepada sang pujaan hati sampai Nadia tidak ingin melihatnya lagi. Apakah Nadia ingin menghukumnya?

"Argh." Bara membenturkan kepalanya dengan keras di tembok rumah sakit. Semua orang yang melihat nya langsung histeris.

"Sudah, Bara! Kalau kamu seperti ini terus. Nadia pasti benci sama kamu," ujar sang mama, menenangkan anaknya.

"Ini semua kesalahan aku, Ma. Nad-Nadia, seperti ini karena melihat aku dengan Celina."

"Ini semua takdir, Bara," ujar mama Nadia, menguatkan Bara. Dia juga sedih melihat keadaan Putrinya. Namun, dia yakin putrinya kuat menjalani ini semua. Nadia bukan perempuan yang lemah.

Mamanya memeluk Bara dengan erat. "Setelah ini kamu harus janji, jangan menyakiti Nadia lagi."

"Iya, Ma. Bara janji. Bara gak mau kehilangan Nadia, Ma. Kalau sampai Nadia kenapa-kenapa. Bara akan ikut sama Nadia."

"Jaga bicara kamu, Bara! Mama gak suka dengar kamu ngomong seperti itu. Nadia gadis yang kuat. Bukan lemah kayak kamu," tegurnya, ia tidak suka Bara berbicara seperti itu.

"Kamu juga harus tegas jadi laki-laki. Mama kalau ada di posisi Nadia juga tidak mau menikah sama kamu," sambung nya menyalahkan putranya. Ia sudah mengetahui apa penyebab hubungan mereka retak. Karena Bara selalu mementingkan sahabatnya itu.

"Kamu sudah dewasa, Bara. harusnya kamu bisa menyikapi masalah ini."

Bara hanya menunduk. Ini semua memang salah nya dari awal. Belum lagi, Nadia membatalkan sepihak pernikahan mereka. Kalau keluarga nya tahu. Bisa dipastikan ia tidak akan diakui menjadi anggota keluarganya kembali 

Dari awal keluarga nya mengenal Nadia. Mama dan papanya sangat menyukai gadis itu menjadi menantunya. Anaknya sopan dan baik dan juga humoris. Membuat semua orang selalu nyaman dengan gadisnya.

"Sebenarnya, Bara sama Nadia sud_"

"MAMA!! PAPA!! Kakak cantik sadar!!" Teriak Luna keluar dari ruangan Nadia.  Luna adalah adik dari Bara yang masih kelas satu SMA. Wajahnya imut dan juga polos menambahkan kesan kecantikan Luna.

"Shut. Jangan berisik, Sayang! ini rumah sakit." Luna hanya bisa tersenyum lucu mendengar teguran mamanya.

Semua orang masuk ke ruang inap Nadia. Bara langsung memegang jari jemari Nadia dengan lembut. "Kamu bisa, Sayang," ujar Bara menyemangati Nadia untuk melawan rasa sakitnya. Mata Nadia perlahan terbuka.

"Kamu sudah sadar, Sayang?" Bara langsung memeluk Nadia dengan erat.

"Ih, kamu siapa, sih?" tegur Nadia memukul pundak Bara dengan pukulan kecil. Yang benar saja. Pria ini, ingin membunuh nya karena kesulitan bernafas.

Deg.

"Kamu gak ingat sama aku, Sayang?" tanya Bara ketakutan. Semua orang yang ada di sana menggeleng lemah.

"Kamu siapa?" tanya Nadia melepas pelukan Bara perlahan.

"Aku gak terima, kamu lupain aku, Sayang," ujar Bara frustasi.

"Aku gak ingat sama kamu."

Deg! Bara menggeleng kepala nya tidak terima.

"Hai Kak cantik!!" sapa Luna menyapa Nadia dengan manis.

"Hai, Sayang!" balas Nadia tersenyum.

"Kamu ingat sama, Luna?" tanya mamanya memandang putrinya.

"Iya, Ma."

"Kamu ingat Mama, Nak?"

"Iya. Aku ingat semuanya kecuali orang ini?" tunjuk Nadia melirik ke arah Bara yang menatap kosong ke arahnya.

"Pokoknya kamu gak boleh lupa sama aku, Sayang. Kamu harus ingat sama aku!" tegas Bara tajam. Entah sejak kapan Bara berubah menjadi monster seperti itu.

"Sudah Bara. Kamu ini, Nadia butuh istirahat bukan ancaman dari kamu," tegur Lisa mengambil alih di samping Nadia.

"Kamu istirahat, Nak. Soal Bara biar, Tante yang urus," bisik Lisa diangguki oleh Nadia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status