"Syukur deh papa pergi kerja. Mama pergi ke pasar. Gue bisa bebas, mengendarai mobil sendiri," ucap Nadia pelan sambil cengengesan.
Sebelum menggunakan mobilnya, Nadia terlebih dahulu membersihkan nya. Itu adalah mobil pemberian kedua orang tuanya ketika Nadia ulang tahun kemarin. Nadia ingin mengendarai mobilnya setiap hari. Tapi, karena ulah tunangannya, mobilnya itu hanya menjadi bahan pajangan di garasi rumahnya.
"Yuhuuuu... Kita berangkat!!" Nadia masuk ke dalam mobil kesayangannya. Ingat ya, ini sejarah Nadia mengendarai mobil ke kampus pasti keren. Kalau tentang Bara. Ia bodo amat. Pria itu hanya mementingkan Celina dari pada dirinya.
Nadia menancap gas dengan kecepatan Penuh. Gadis itu bersorak ria sembari menyetel lagu. Hampir semua Mobil yang ada di jalan raya ia dahului.
"Sumpah, ini seru banget."
Tit! Tit!
Mobilnya berhenti di depan lampu merah. Sebagai pengguna jalan yang baik dan manis. Nadia harus selalu mengikuti instruksi dari lalu lintas. Namun, ketika dirinya melihat ke arah samping. Nadia kenal dengan mobil itu. Mobil itu menurunkan kacanya perlahan. Itu Bara dan Selingkuhannya. Maksudnya selingan berkedok sahabat.
"Kok hati gue sesak, ya? Lihat tuh dua orang bersama. Ini alasannya, kalau gak jemput gue. Oke, kita lihat siapa yang lebih tersakiti untuk hari ini."
Tit! Tit!
Lampu hijau telah menyala. Tanpa aba-aba Nadia mengejar mobil Bara. Nadia sengaja agar Bara panas melihat nya mengendarai mobil sendiri. "Ini pasti seru," ucap Nadia mulai menyalip mobil Bara. Sedangkan Bara yang melihat kelakuan mobil yang ada di samping nya merasa geram.
"Kenapa, Bar?" tanya Celina dengan lembut dan halus.
"Gue juga gak tau, tuh mobil ngikutin kita mungkin," balas Bara masih memantau mobil yang sekarang ada di samping nya.
Karena melihat sang tunangan penasaran. Nadia akan mempertunjukan dirinya. Baik kan, Nadia? Dia tidak ingin tunangannya mati penasaran.
Nadia perlahan membuka kaca mobilnya. "Hai!" sapa Nadia tersenyum manis melihat ke arah Bara. Bara yang melihat tunangannya, terkejut bukan main. Nadia mengendarai mobil sendiri dengan kecepatan tinggi.
"Sorry, ya. Kalau gue ganggu acara romantis kalian. Gue gak sengaja," ucapnya santai.
"Maksud kamu apa, Sayang?" tanya Bara masih bisa menyeimbangi kecepatan Nadia yang lumayan tinggi.
"Kalau lo pilih dia, gue juga gak apa-apa kok. Jadi pernikahan kita dibatalin aja, ya. Gue capek."
Detik berikutnya, mobil Nadia tancap gas dengan kecepatan diatas rata-rata. Bara yang mendengar Nadia membatalkan sepihak pernikahan mereka, langsung merasa geram. Bara ingin mengejar Nadia kembali, namun dihalangi oleh sebuah truk besar di depannya. Beruntung Bara masih bisa menyeimbangkan mobilnya.
"Hati-hati, Bar," ucap Celina ketakutan. Mobil Bara hampir menabrak truk sangat besar yang ada di depannya.
BRUK!
BRAKKK!
Seketika mobil Nadia terpental hebat menabrak sebuah mobil yang ada di depannya. Mobil itu langsung kabur. Sedang kan Mobil Nadia sudah lumayan parah. Semua orang yang melihat kejadian itu langsung berlari melihat korban. Dia Nadia, dengan wajah yang sudah berlumuran darah dan dirinya sudah di kuasai alam bawah sadar.
"Sayang! bangun sayang! jangan tinggalin aku, Nadia!" teriak Bara frustasi. Dia sungguh ketakutan melihat keadaan Nadia yang berlumuran darah seperti ini.
Ambulan langsung datang. Bara Menggendong Nadia dan sesekali terisak melihat keadaan calon istrinya. Semua ini gara-gara dirinya. "Kamu kuat sayang. Jangan hukum aku seperti ini sayang," isak Bara terdengar oleh para perawat yang ada di mobil ambulan. Para perawat merasa iba melihatnya.
Sedang Celina, Bara sudah tidak menganggap Celina lagi. Dia tidak memperdulikannya, entah ada dimana sekarang.
"Mati aja sekalian, biar gue bisa gantiin posisi lo," gumamnya tersenyum miring, melihat ke arah Bara yang histeris melihat Nadia yang tidak sadarkan diri.
Mungkin di depan Bara, ia akan terlihat seperti gadis yang lemah lembut dan menawan. Tapi, tidak di belakangnya. Celina akan berubah menjadi wujud aslinya.
"Good bye, Nadia!"
***
"Bagaimana keadaan Tunangan saya, Dok?" tanya Bara bangkit dari duduk nya. Ia dari tadi merasa gelisah menunggu kabar dari dokter. Sudah 2 jam Bara menunggu. Dokter tersebut baru keluar sekarang.
"Tunangan Bapak, mengalami pendarahan yang cukup hebat, karena Bapak langsung membawanya ke rumah sakit. Kami bisa menolongnya dengan cepat. Tunangan, Bapak selamat. Tapi, pasien butuh istirahat yang cukup panjang."
"Maksud Dokter apa, ah??" geram Bara tidak terima. Bara hampir menghajar dokter itu.
"Pasien dinyatakan koma."
Deg! Jantung Bara berdetak dengan kencang. Tubuhnya menyeluruh ke lantai. Ia memukul kepalanya membabi buta.
"Argh… ini semua gara-gara gue."
***
Bara dengan letih melihat ke arah jendela, tempat sang pujaan hati dirawat. Keluarga dari pihak wanita dan pria merasa sedih melihat kondisi Bara.
Tatapan pria itu kosong. Sang pujaan hati tidur dengan lelap tidak ingin membuka mata. Apakah selama ini dia terlalu berdosa kepada sang pujaan hati sampai Nadia tidak ingin melihatnya lagi. Apakah Nadia ingin menghukumnya?
"Argh." Bara membenturkan kepalanya dengan keras di tembok rumah sakit. Semua orang yang melihat nya langsung histeris.
"Sudah, Bara! Kalau kamu seperti ini terus. Nadia pasti benci sama kamu," ujar sang mama, menenangkan anaknya.
"Ini semua kesalahan aku, Ma. Nad-Nadia, seperti ini karena melihat aku dengan Celina."
"Ini semua takdir, Bara," ujar mama Nadia, menguatkan Bara. Dia juga sedih melihat keadaan Putrinya. Namun, dia yakin putrinya kuat menjalani ini semua. Nadia bukan perempuan yang lemah.
Mamanya memeluk Bara dengan erat. "Setelah ini kamu harus janji, jangan menyakiti Nadia lagi."
"Iya, Ma. Bara janji. Bara gak mau kehilangan Nadia, Ma. Kalau sampai Nadia kenapa-kenapa. Bara akan ikut sama Nadia."
"Jaga bicara kamu, Bara! Mama gak suka dengar kamu ngomong seperti itu. Nadia gadis yang kuat. Bukan lemah kayak kamu," tegurnya, ia tidak suka Bara berbicara seperti itu.
"Kamu juga harus tegas jadi laki-laki. Mama kalau ada di posisi Nadia juga tidak mau menikah sama kamu," sambung nya menyalahkan putranya. Ia sudah mengetahui apa penyebab hubungan mereka retak. Karena Bara selalu mementingkan sahabatnya itu.
"Kamu sudah dewasa, Bara. harusnya kamu bisa menyikapi masalah ini."
Bara hanya menunduk. Ini semua memang salah nya dari awal. Belum lagi, Nadia membatalkan sepihak pernikahan mereka. Kalau keluarga nya tahu. Bisa dipastikan ia tidak akan diakui menjadi anggota keluarganya kembali
Dari awal keluarga nya mengenal Nadia. Mama dan papanya sangat menyukai gadis itu menjadi menantunya. Anaknya sopan dan baik dan juga humoris. Membuat semua orang selalu nyaman dengan gadisnya.
"Sebenarnya, Bara sama Nadia sud_"
"MAMA!! PAPA!! Kakak cantik sadar!!" Teriak Luna keluar dari ruangan Nadia. Luna adalah adik dari Bara yang masih kelas satu SMA. Wajahnya imut dan juga polos menambahkan kesan kecantikan Luna.
"Shut. Jangan berisik, Sayang! ini rumah sakit." Luna hanya bisa tersenyum lucu mendengar teguran mamanya.
Semua orang masuk ke ruang inap Nadia. Bara langsung memegang jari jemari Nadia dengan lembut. "Kamu bisa, Sayang," ujar Bara menyemangati Nadia untuk melawan rasa sakitnya. Mata Nadia perlahan terbuka.
"Kamu sudah sadar, Sayang?" Bara langsung memeluk Nadia dengan erat.
"Ih, kamu siapa, sih?" tegur Nadia memukul pundak Bara dengan pukulan kecil. Yang benar saja. Pria ini, ingin membunuh nya karena kesulitan bernafas.
Deg.
"Kamu gak ingat sama aku, Sayang?" tanya Bara ketakutan. Semua orang yang ada di sana menggeleng lemah.
"Kamu siapa?" tanya Nadia melepas pelukan Bara perlahan.
"Aku gak terima, kamu lupain aku, Sayang," ujar Bara frustasi.
"Aku gak ingat sama kamu."
Deg! Bara menggeleng kepala nya tidak terima.
"Hai Kak cantik!!" sapa Luna menyapa Nadia dengan manis.
"Hai, Sayang!" balas Nadia tersenyum.
"Kamu ingat sama, Luna?" tanya mamanya memandang putrinya.
"Iya, Ma."
"Kamu ingat Mama, Nak?"
"Iya. Aku ingat semuanya kecuali orang ini?" tunjuk Nadia melirik ke arah Bara yang menatap kosong ke arahnya.
"Pokoknya kamu gak boleh lupa sama aku, Sayang. Kamu harus ingat sama aku!" tegas Bara tajam. Entah sejak kapan Bara berubah menjadi monster seperti itu.
"Sudah Bara. Kamu ini, Nadia butuh istirahat bukan ancaman dari kamu," tegur Lisa mengambil alih di samping Nadia.
"Kamu istirahat, Nak. Soal Bara biar, Tante yang urus," bisik Lisa diangguki oleh Nadia.
"Kamu jangan banyak tingkah Nadia. Aku tahu kamu bohongin aku, kan?" tanya Bara menatap tajam gadisnya. Kalau seperti ini, Nadia jadi takut melihat Bara. Bara mirip seperti Monster kalau sudah marah. Nadia masih enggan berbicara dan tidak ingin melihat Bara."Mama sama papa aku di mana?" tanya Nadia mencari keberada mama dan papanya dengan ekor matanya."Mereka semua sudah pulang. Sekarang aku yang jagain kamu. Sampai kamu sembuh," ujar Bara duduk di dekat Nadia.'Males banget di jagain sama Bara. Bisa-bisa gue gak bebas. Huft! Kenapa mama sama papa pulang sih?' batin Nadia menggerutu kesal."Kamu lagi mikirin, apa?" tanya Bara curiga. Pasti gadisnya tengah memikirkan keberadaan orang tuanya. Bara sudah mengatur sem
Karena tubuh Nadia lumayan kebal dengan penyakit. Maka hari ini Nadia diizinkan pulang oleh dokter, dengan catatan! Nadia harus tetap mengontrol keadaan nya sesekali ke rumah sakit.Nadia mengangguk setuju. Nadia juga sudah bosan tingkat akhir berdiam diri di ruangan yang penuh dengan bau obat, apalagi dengan Bara yang yang tidak pernah jauh dari nya. Nadia ingin bebas tanpa ada kekangan dari siapa pun.Bara yang hafal dengan raut wajah Nadia. Sudah menduga gadisnya tidak mengharapkan kehadirannya. Bara tidak akan melepaskan Nadia sampai kapanpun."Ayo Sayang. Aku gendong, ya?" tanya Bara lembut. Nadia dengan cepat menggeleng. Kalau Bara menggendong nya, semua orang di rumah sakit ini, menganggap mereka seperti pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. Nadia tid
"Pagi, Sayang!!" sapa seseorang membangunkan Nadia yang masih manja memeluk bantal guling nya. Merasa terusik, Nadia menutup telinganya menggunakan bantal."Inikan masih pagi, Ma. Tadi, Nadia udah shalat Subuh, kok," balasnya masih enggan membuka mata. Bara yang mendengar hal itu merasa bangga dengan Nadia. Walaupun sifat Nadia sedikit bar-bar, Nadia tidak pernah lupa akan kewajibannya dalam beragama. Gadisnya memang hebat.Bara mendekat ke arah telinga Nadia. "Kalau gak bangun. Aku nikahin kamu sekarang!!" bisik nya tersenyum licik.Mata Nadia terbelalak. Jadi, tadi bukan mamanya, melain Bara. Baiklah, Nadia harus mencari cermin sekarang.'Ya, ampun wajah gue, muka gue, gak berantakan kan? astaga pasti Bara ilfil deh sama gue. Tapi, biarlah bagus juga, b
Bara melirik sekilas ke arah Nadia, kekasihnya. Nadia terlihat lesu hari ini. Setelah Bara menyelesaikan pekerjaan kantornya, Bara langsung menjemput kekasihnya, yang pulang pada sore hari.“Kenapa, hem?” tanya Bara.“Sebentar lagi aku mau nyusun skripsi, tapi judulnya belum ada. Terus gimana dong?” Nadia dari tadi memikirkannya. Ia ingin lulus tepat waktu, agar kedua orang tuanya bangga kepadanya. Walaupun Nadia sering bolos jam kuliah satu atau dua alfa. Tapi Nadia tidak pernah mendapatkan nilai jelek, seperti orang lain. Karena Nadia lumayan pintar dalam mata kuliah apapun. Apalagi ini mata kuliah jurusan ekonomi, kesukaannya.Bara menghela nafas pelan dan mengusap kepala kekasihnya, “Kamu lupa sama aku? Aku lulusan terbaik kampus. Itu adalah hal yang mudah. Nanti aku carikan judul y
Nadia mendengus kesal untuk kesekian kalinya. Ia sedari tadi jengah melihat pelayan wanita yang seumuran mereka, mencuri pandang ke arah Bara yang tengah memilih dan membaca buku menu. Memang, Bara terlihat sangat tampan, apabila sedang menundukkan kepalanya dan fokus seperti itu.“Mbak, kenapa liatin tunangan saya seperti, itu?!” Marah Nadia, membuat semua wanita yang ada di sana, mencuri pandang ke arah Bara. Segera memutuskan pandangannya dan gelagapan.“Mas tampan ini tunangan, Kakak?”“Tidak, dia calon suami saya!” jawab Nadia dengan suara ketus. Membuat mereka terkesiap. Bara melepas buku menu tersebut, dan mengusap bahu kekasihnya yang tengah merajuk.“Aku gak lapar. Ayo kita pulang!” Nadia hendak berdiri namun, pela
"Sudah malam, kamu pulang ajha," usir Nadia.Bara langsung menggelengkan kepala nya mengangkat tangan nya, melihat arloji nya. Baru jam 9 malam."Sekarang kan malam minggu, aku mau lama-lama sama kamu, besok kan kamu libur juga dan aku juga gitu. Kita habiskan malam ini bersama."Nadia tidak bisa berkata-kata kembali. Bara sangat keras kepala kalau seperti ini. Nadia dengan wajah lesu mengangguk, membuat Bara menarik tangannya masuk ke dalam rumah Nadia.Mereka berdua membuka pintu utama. Di dalam rumah sudah ada kedua orang tua Nadia yang menyilang tangan di dada, siapa lagi kalau bukan mamanya sendiri. Kalau papanya, tidak memperlihatkan ekspresi apapun.
Nadia dan kedua sahabatnya duduk di salah satu meja di kantin. Mereka memilih duduk di tengah. Karena lebih gampang ketika memesan makanan nantinya.“Gue heran sama lo, Nad. Lo dikasih kartu sama tunangan lo, berisi ratusan juta. Tapi lo hanya traktir kita makanan seratus ribuan,” ujar Lala.“Diam lo! Gak ada syukur-syukurnya jadi sahabat. Hari ini gantian lo kan yang traktir. Tapi gue ambil dua bulan buat traktir lo berdua. Jangan banyak cincong. Ingat! hanya seratus ribuan, gak lebih. Lo bayar sendiri kalau lebih.”Lala mengatupkan bibirnya, hari ini adalah gilirannya. Namun Nadia tidak menyuruhnya, karena ia sendiri yang akan mentraktir mereka, tapi hanya seratus ribuan, tidak lebih dan tidak kurang. Kalau kurang belanjaan mereka seratus ribuan, maka Nadia yang mengambil sisanya.
Di sinilah sekarang, Celina da Marisa. Di depan perusahaan Bara. Mereka akan bertemu dengan pria itu dan membicarakan semuanya secara baik-baik.Bara akhir-akhir ini tidak lagi bertegur sapa dengan mereka seakan menghindar. Tangan Celina terkepal, Nadia berhasil menghasut tunangannya agar tidak ingin bertemu dengannya.“Gue gak habis pikir dengan Nadia. Cewek itu hobi banget nyari masalah sama kita,” cibir Marisa. Celina seperti biasa, hanya diam sembari menampilkan wajah polosnya, yang terlihat natural tanpa make-up dan juga terlihat pucat.Sebenarnya disini mereka yang salah. Selalu menjadi penghalang hubungan antara Bara dan Nadia, yang jelas-jelas sudah bertunangan dan saling mencintai.