Share

Bab 2

"Farhan kamu bisa lembur hari ini? Bisa bantu saya belanja material untuk besok? Lumayanlah uang lemburnya bisa buat tambahan kamu belikan hadiah untuk emak, " tawar Pak Roni, bos Farhan.

"Alhamdulillah, bisa Pak." Seulas senyum terbit di bibir Farhan.

Kemarin Farhan sempat bercerita kepada atasannya soal keinginannya, berharap ia dapat lemburan untuk menambah penghasilan. Hubungan yang sudah seperti keluarga membuat Farhan tak sungkan bercerita soal kehidupannya. Bak gayung bersambut, Pak Roni dengan senang hati menerima tawarannya. Setiap ada pekerjaan yang harus diselesaikan, selalu Farhan yang dimintai tolong.

Farhan anak yang pekerja keras juga ramah dan sopan. Membuat siapapun yang dekat dengannya mudah akrab. Rindu sosok ayah membuatnya menganggap atasannya seperti orang tuanya sendiri.

"Ini uang lembur untuk kamu, Han, " kata Pak Roni sambil memberikan tiga lembar pecahan lima puluh ribuan.

"Banyak sekali Pak? Saya hanya membantu mengangkat beberapa sak semen saja, apa tidak kelebihan ini?" sanggah Farhan.

"Tidak apa-apa, anggap saja ini imbalan karena kamu sudah jadi anak buah saya yang paling rajin." Seulas senyum tulus terbit dari bibir pak Roni, mandor di tempatnya menggarap proyek bangunan.

"Terima kasih Pak, mudah-mudahan Alloh balas dengan kelimpahan rejeki dan kesehatan."

"Amiin. Ya sudah saya pulang dulu ya, kamu hati-hati dijalan," pamit bos Farhan.

"Iya pak, hati-hati juga," balas Farhan lalu berjalan menuju tempat motornya diparkir.

Bibirnya tak henti bersyukur atas rejeki yang Alloh berikan hari ini. Bekerja dengan hati senang membuat semua pekerjaan terasa ringan.

Dalam perjalanan pulang, Farhan melihat ada seorang pedagang kecil yang sedang menjajakan dagangannya di pinggir lampu merah. Ketika lampu merah menyala, sang anak berkeliling dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya menawarkan dagangannya.

"Bang beli bang? Masih hangat ini," tawar pedagang kecil.

"Jual apa itu Dik?" tanya Farhan sambil mengambil uang dalam sakunya.

"Ini ada onde-onde sama martabak telur Bang, masih hangat, silahkan Bang, perbijinya dua ribu rupiah."

"Bungkusin ya?" jawab Farhan sambil menyerahkan selembar dua puluh ribuan kepada sang pedagang. Diterimanya dengan mata berbinar oleh pedagang kecil itu. Binar kebahagiaannya tersirat dari gesitnya melayani pembeli.

"Baik Bang," jawabnya semangat sambil memasukkan sepuluh kue dalam kantong plastik.

"Ini Bang, makasih ya?" ujar sang pedagang sambil menyerahkan bungkusan kecil kepada Farhan.

Farhan menerima dengan hati senang lantaran bisa membantu anak kecil itu. Membantu tidak harus terang-terangan memberikan uang. Membeli dagangannya adalah cara terbaik untuk menolong. Selain menghargai usahanya, membeli dagangannya juga termasuk cara agar ia tidak mengaharapkan belas kasihan secara cuma-cuma dari orang-orang.

Melihat anak sekecil itu berdagang di jalan raya membuat Farhan bersyukur atas hidupnya. Betapa Alloh baik terhadapnya, memberikan kecukupan makan dan tempat tinggal, meskipun tidak berlebih.

Ajaran orang tuanya untuk selalu berbagi membuat Farhan tidak lupa menyisihkan sebagian gajinya untuk disedekahkan. Kadang ia masukkan kotak amal di masjid, kadang juga ia berikan kepada fakir miskin dekat rumahnya. Hal itu membuat rejekinya semakin dimudahkan oleh Sang Pencipta.

"Assalamualaikum, Mak Farhan pulang!" ucap Farhan sambil membuka pintu rumah, mencari sosok yang paling ia cintai, lantas mencium takzim tangan keriputnya.

"Waalaikum salam, bawa apa itu Le?"

"Ini Mak ada martabak sama onde-onde, beli di jalan pas mau pulang. Kasian Mak, masih kecil sudah bantu orang tuanya cari uang, jadi kubeli sedikit biar cepet habis dagangannya," jawab Farhan seraya meletakkan pantatnya diatas kursi rotan.

"Ya ndak apa-apa kan? Yang penting hatinya ikhlas bantu orang tua, insya Alloh berkah rejekinya. Kayak kamu dulu ya, masih sekolah tapi sudah bantu Emak cari uang," jawab Emak sambil membuatkan teh hangat untuk Farhan.

"Iya Mak, makanya Farhan beli dagangannya. Kebetulan tadi dapat rejeki lebih dari atasan. Farhan bagi untuk adik kecil tadi juga untuk Emak." Sambil berdiri Farhan merogoh sakunya, berjalan menuju dapur menghampiri sang emak, lantas menyelipkan selembar uang kedalam genggaman tangan Emak.

"Makasih ya Le, semoga Alloh selalu memberikan kamu rejeki yang berkah dan kesehatan. Semoga masa depanmu lebih baik dari orang tuamu ini." Mata Jum berkaca menerima pemberian dari anaknya. Bukan yang pertama kali, tapi setiap dirinya menerima pemberian dari Farhan, membuat matanya berkaca-kaca.

"Amiinn. Makassih ya Mak doanya. Semoga Emak selalu sehat, biar bisa lihat Farhan jadi orang sukses," ucap Farhan sambil meneguk habis teh buatan Emak.

"Yowis sana buruan mandi, sudah hampir magrib ini!" perintah Jum sambil berlalu meninggalkan Farhan di dapur. Menuju kamar kecil miliknya yang hanya dihiasi selembar fotonya bersama suami kala menikah dulu. Di kamar itu hanya ada kasur lantai tipis dan sebuah lemari kayu usang. Peninggalan dari orang tuanya.

Dipandanginya foto pernikahan itu kala rindu menyesakkan dadanya. Dielusnya wajah sang suami, sebagai obat penghilang rindu.

"Anakmu sudah besar Pak, hatinya mewarisi kebaikanmu. Semoga nasibnya lebih baik dari kamu, jadi orang yang sukses biar bisa buat Bapak bangga," ucap Jum lirih.

Setelah mandi dan sholat, Farhan selalu menyempatkan diri membaca kitab suci. Walaupun sedikit, Farhan berusaha untuk istiqomah. Apalah arti hidup tanpa keimanan didalamnya. Minimal dengan menjaga sholat lima waktu dan membaca kitab suci membuat iman dihatinya senantiasa terjaga. Bukankah dua itu termasuk yang menjadi pertanyaan malaikat di alam kubur nanti?

Bersambung🌷🌷🌷

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status