"Farhan kamu bisa lembur hari ini? Bisa bantu saya belanja material untuk besok? Lumayanlah uang lemburnya bisa buat tambahan kamu belikan hadiah untuk emak, " tawar Pak Roni, bos Farhan.
"Alhamdulillah, bisa Pak." Seulas senyum terbit di bibir Farhan.
Kemarin Farhan sempat bercerita kepada atasannya soal keinginannya, berharap ia dapat lemburan untuk menambah penghasilan. Hubungan yang sudah seperti keluarga membuat Farhan tak sungkan bercerita soal kehidupannya. Bak gayung bersambut, Pak Roni dengan senang hati menerima tawarannya. Setiap ada pekerjaan yang harus diselesaikan, selalu Farhan yang dimintai tolong.
Farhan anak yang pekerja keras juga ramah dan sopan. Membuat siapapun yang dekat dengannya mudah akrab. Rindu sosok ayah membuatnya menganggap atasannya seperti orang tuanya sendiri.
"Ini uang lembur untuk kamu, Han, " kata Pak Roni sambil memberikan tiga lembar pecahan lima puluh ribuan.
"Banyak sekali Pak? Saya hanya membantu mengangkat beberapa sak semen saja, apa tidak kelebihan ini?" sanggah Farhan.
"Tidak apa-apa, anggap saja ini imbalan karena kamu sudah jadi anak buah saya yang paling rajin." Seulas senyum tulus terbit dari bibir pak Roni, mandor di tempatnya menggarap proyek bangunan.
"Terima kasih Pak, mudah-mudahan Alloh balas dengan kelimpahan rejeki dan kesehatan."
"Amiin. Ya sudah saya pulang dulu ya, kamu hati-hati dijalan," pamit bos Farhan.
"Iya pak, hati-hati juga," balas Farhan lalu berjalan menuju tempat motornya diparkir.
Bibirnya tak henti bersyukur atas rejeki yang Alloh berikan hari ini. Bekerja dengan hati senang membuat semua pekerjaan terasa ringan.
Dalam perjalanan pulang, Farhan melihat ada seorang pedagang kecil yang sedang menjajakan dagangannya di pinggir lampu merah. Ketika lampu merah menyala, sang anak berkeliling dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya menawarkan dagangannya.
"Bang beli bang? Masih hangat ini," tawar pedagang kecil.
"Jual apa itu Dik?" tanya Farhan sambil mengambil uang dalam sakunya.
"Ini ada onde-onde sama martabak telur Bang, masih hangat, silahkan Bang, perbijinya dua ribu rupiah."
"Bungkusin ya?" jawab Farhan sambil menyerahkan selembar dua puluh ribuan kepada sang pedagang. Diterimanya dengan mata berbinar oleh pedagang kecil itu. Binar kebahagiaannya tersirat dari gesitnya melayani pembeli.
"Baik Bang," jawabnya semangat sambil memasukkan sepuluh kue dalam kantong plastik.
"Ini Bang, makasih ya?" ujar sang pedagang sambil menyerahkan bungkusan kecil kepada Farhan.
Farhan menerima dengan hati senang lantaran bisa membantu anak kecil itu. Membantu tidak harus terang-terangan memberikan uang. Membeli dagangannya adalah cara terbaik untuk menolong. Selain menghargai usahanya, membeli dagangannya juga termasuk cara agar ia tidak mengaharapkan belas kasihan secara cuma-cuma dari orang-orang.
Melihat anak sekecil itu berdagang di jalan raya membuat Farhan bersyukur atas hidupnya. Betapa Alloh baik terhadapnya, memberikan kecukupan makan dan tempat tinggal, meskipun tidak berlebih.
Ajaran orang tuanya untuk selalu berbagi membuat Farhan tidak lupa menyisihkan sebagian gajinya untuk disedekahkan. Kadang ia masukkan kotak amal di masjid, kadang juga ia berikan kepada fakir miskin dekat rumahnya. Hal itu membuat rejekinya semakin dimudahkan oleh Sang Pencipta.
"Assalamualaikum, Mak Farhan pulang!" ucap Farhan sambil membuka pintu rumah, mencari sosok yang paling ia cintai, lantas mencium takzim tangan keriputnya.
"Waalaikum salam, bawa apa itu Le?"
"Ini Mak ada martabak sama onde-onde, beli di jalan pas mau pulang. Kasian Mak, masih kecil sudah bantu orang tuanya cari uang, jadi kubeli sedikit biar cepet habis dagangannya," jawab Farhan seraya meletakkan pantatnya diatas kursi rotan.
"Ya ndak apa-apa kan? Yang penting hatinya ikhlas bantu orang tua, insya Alloh berkah rejekinya. Kayak kamu dulu ya, masih sekolah tapi sudah bantu Emak cari uang," jawab Emak sambil membuatkan teh hangat untuk Farhan.
"Iya Mak, makanya Farhan beli dagangannya. Kebetulan tadi dapat rejeki lebih dari atasan. Farhan bagi untuk adik kecil tadi juga untuk Emak." Sambil berdiri Farhan merogoh sakunya, berjalan menuju dapur menghampiri sang emak, lantas menyelipkan selembar uang kedalam genggaman tangan Emak.
"Makasih ya Le, semoga Alloh selalu memberikan kamu rejeki yang berkah dan kesehatan. Semoga masa depanmu lebih baik dari orang tuamu ini." Mata Jum berkaca menerima pemberian dari anaknya. Bukan yang pertama kali, tapi setiap dirinya menerima pemberian dari Farhan, membuat matanya berkaca-kaca.
"Amiinn. Makassih ya Mak doanya. Semoga Emak selalu sehat, biar bisa lihat Farhan jadi orang sukses," ucap Farhan sambil meneguk habis teh buatan Emak.
"Yowis sana buruan mandi, sudah hampir magrib ini!" perintah Jum sambil berlalu meninggalkan Farhan di dapur. Menuju kamar kecil miliknya yang hanya dihiasi selembar fotonya bersama suami kala menikah dulu. Di kamar itu hanya ada kasur lantai tipis dan sebuah lemari kayu usang. Peninggalan dari orang tuanya.
Dipandanginya foto pernikahan itu kala rindu menyesakkan dadanya. Dielusnya wajah sang suami, sebagai obat penghilang rindu.
"Anakmu sudah besar Pak, hatinya mewarisi kebaikanmu. Semoga nasibnya lebih baik dari kamu, jadi orang yang sukses biar bisa buat Bapak bangga," ucap Jum lirih.
Setelah mandi dan sholat, Farhan selalu menyempatkan diri membaca kitab suci. Walaupun sedikit, Farhan berusaha untuk istiqomah. Apalah arti hidup tanpa keimanan didalamnya. Minimal dengan menjaga sholat lima waktu dan membaca kitab suci membuat iman dihatinya senantiasa terjaga. Bukankah dua itu termasuk yang menjadi pertanyaan malaikat di alam kubur nanti?
Bersambung🌷🌷🌷
Pagi yang cerah membuat Farhan bersemangat untuk bangun pagi. Tak lupa menunaikan dua rakaat subuh. Setelah keluar dari kamar rupanya Emak sudah selesai masak makanan kesukaan Farhan. Ada nasi jagung, sayur lodeh nangka muda, ikan asin, tempe goreng dan sambal terasi. Membuat perut Farhan mengeluarkan bunyi pertanda minta segera diisi. "Keras sekali bunyinya! Buruan makan kasian perutnya wes bunyi - bunyi gitu," sahut Emak setelah mendengar bunyi perut Farhan. "Hehehe iya Mak." Gegas Farhan mengambil piring, lalu diisi dengan satu centong penuh nasi jangung beserta lainnya. "Mak mari makan sini sama Farhan," ajak Farhan sambil menyuapkan sesendok nasi jagung ke mulutnya. "Iya kamu makan duluan saja, tambah lagi makannya Le, biar kenyang," jawab Emak sambil duduk dikursi sebelah Farhan. "Hemm masakan Emak emang paling nikmat, Farhan sampai mau nambah dua kali," ucap Farhan sambil menambah lagi porsi dalam piringnya. "Iya dong, biar kamu makin semangat kerjanya. Habis makan kamu s
Bruukkk Sembako yang diangkat Farhan sudah mendarat sempurna di atas mobil pelanggan. "Ini Mas." Seorang pelanggan menyelipkan uang pecahan dua puluhan ke dalam genggaman Farhan. "Makssih Bu." Ucap Farhan sambil menundukkan kepala sopan. Berlalu kembali kedalam toko. Bekerja di pasar membuat Farhan kewalahan, mungkin karena belum terbiasa. Juragan Entis -nama panggilan bosnya- melihat kinerja Farhan cukup menakjubkan. Kentara kalau Farhan seorang yang cekatan dan pekerja keras. Terbukti dengan para pelanggan yang senang minta tolong Farhan untuk membantu membawakan belanjaannya ke dalam mobil. Tak jarang dari mereka yang memberikan uang fee untuk Farhan, hal biasa bagi mereka yang sudah dimintai tolong. "Ayo istirahat Far, capek dari tadi banyak yang belanja," ajak Arif. "Iya Mas. Apa boleh istirahatnya barengan?" Tanya Farhan sambil mengek
"Tambah cantik aja Mak," ledek Mbak Narti, tetangga depan rumah. "Bisa aja kamu Ti." "Baru ya gelangnya? Waahh diem - diem Emak banyak uang ya, bisa beli gelang bagus gitu," puji Narti sambil menarik tangan Emak, melihat dengan teliti gelang dipergelangan tangan Emak. Urung melanjutkan kerjaannya, menyapu halaman. "Walah ini dibelikan sama si Farhan, tabungannya selama kerja di proyek sama nguli dipasar. Diam - diam aku dibelikan ini. Ya tak terima aja, biar seneng atinya," terang Emak. "Ya nggak apa - apa to Mak, buat apa juga uangnya kalo bukan buat Emak. Mumpung belum punya istri, uangnya buat Emaknya. Kalo sudah menikah ya beda lagi." "Iya juga sih. Eh kamu mau kemana pagi - pagi gini?" "Beli telur Mak, buat sarapan anak - anak di rumah." "Yowes ati -ati," jawab Emak sambil melanjutkan pekerjaannya. Dibalik jendela Farhan tersenyum melihat mereka berdua. Sepeninggal Bapak, hidupnya pas - pasan. Boro - boro buat beli gelang, buat makan aja susah. Kini roda sedang berputar, d
Tok..tok..tok... "Assalamualaikum.." sapa sesorang di luar rumah. "Waalaikumsalam.." jawab Emak seraya membuka pintu. "Maaf cari siapa ya Mbak?" tanya mak. Membukakan pintu lebar - lebar lalu mempersilahkan tamunya duduk di ruang tamu. "Maaf Bu mengganggu waktunya, Saya Airin. Saya hanya ingin menyampaikan pesan almarhum Bapak saya untuk menyerahkan uang ini. Sebelum meninggal Bapak berpesan bahwa dulu punya hutang ke suami ibu. Uang ini sudah disiapkan jauh hari, namun Bapak keburu sakit jadi belum sempat menyerahkannya. Saya hanya dibekali alamat ini." Terang Airin sambil menyerahkan amplop cokelat berisi uang tersebut. Ragu - ragu tangan Emak menerima amplop itu. Sekelebat ingatan muncul dikepalanya. Pernah suatu hari ia dan suaminya bertengkar hebat. Membahas soal tabungan yang sudah dikumpulkannya tiba - tiba hilang, namun ternyata uang itu dipinjamkan ke seorang teman oleh sang suami tanpa seizinnya. Mungkin inilah ora
Gelang Emas Untuk Emak part 7"Selamat pagi sayang ... yuk bangun, mandi dulu trus sholat subuh bareng," ucap seorang wanita di sebelah Farhan. Mengelus pipi Farhan lembut penuh kasih sayang.Perlahan matanya terbuka, bibirnya tersenyum melihat seseorang di sebelahnya. Dipandanginya dengan tatapan penuh cinta wajah wanita itu. Setelah puas membingkai wajah itu, ia bergegas bangun, duduk sejajar dengannya. Kemudian ia usap lembut jemari lentik itu sebelum ia berlalu menuju kamar mandi. Sang wanita tetap duduk di sisi ranjang, menunggu Farhan selesai melakukan aktifitasnya.Pintu kamar mandi hampir terbuka kala sang wanita selesai mengenakan mukenanya. Tersenyum menyambut Farhan dengan kopyah dan sarung ditangannya. Diulurkannya sarung tersebut tanpa menyentuh tangan Farhan, sudah memiliki wudhu. Sambil berdiri dipandanginya wajah Farhan, ia tersenyum bahagia.Farhan berdiri di depan, diikuti dengan sang wanita disisi kanannya, sedikit agak kebe
Gelang Emas Untuk Emak part 8Farhan mengendarai motornya pelan, berhenti di toko dekat rumahnya. Membeli beberapa kebutuhan pribadinya. Sambil menunggu si penjual mengambilkan pesanannya, matanya melihat sekeliling. Tampak dua ibu - ibu sedang berbincang di teras rumah. Duduk berjajar, asyik bicara berdua.Kantong plastik belanjaannya sudah ada di tangan. Berhenti didekat motornya untuk menghitung jumlah kembalian. Kebiasaan bagi Farhan untuk menghitung uang kembalian di tempat, berjaga - jaga jika si penjual salah hitung."Katanya tadi ga ada uang buat bayar cicilan, tuh sekarang pegang uang," sungut Bu Siti, tetangga Farhan."Hehehe iya tadinya emang ga punya uang, aku cari pinjaman ke Mak Jum, malah dikasih ini." paparnya seraya menunjukkan uang digenggamannya."Lumayan dong, ga jadi hutang,hihi," sahutnya lagi."Ah dasar kamunya aja
"Ga bawa motor Mas?""Enggak Far, lagi eror, tadi pagi sebelum berangkat tak bawa ke bengkel sekalian,""Yawes bareng aku aja, dari pada nyari ojek," tawar Farhan kepada Arif."Oke,"Farhan mengambil motornya di parkiran. Segera Farhan menyalakan mesin dan mempersilahkan Arif untuk naik. Sejak bekerja di Bu Entis Farhan dan Arif semakin dekat, sudah seperti saudara. Bahkan mereka saling mengenal keluarga masing - masing."Bengkelnya sebelah mana Mas?""Itu yang di Jalan Brawijaya, bengkel motor paling besar sendiri. Aku udah langganan disitu. Pelayanannya bagus, agak mahal sih tapi sesuai dengan hasilnya, motormu kalau rusak bawa kesitu aja,""Walah Mas, motor butut gini masak iya dibawa ke bengkel besar, yang dideket rumah aja. Lagian jarang masuk bengkel. Lebih suka tak benerin sendiri, hemat biaya Mas,""Ya nggak apa - apa, sekali sekali boleh lah motornya dimanjakan," gurau Arif."Manjainnya nanti aja Mas kalau uda p
Gelang Emas Untuk Emak part 10"Sebelum meninggal Mas Arif berpesan pada Farhan," ucapnya lagi,Tanpa melanjutkan ucapannya, Farhan meraih tubuh sang Emak, memeluknya erat. Diusapnya punggung Farhan memberi kekuatan. Tanpa suara, tanpa balasan, Emak tetap menunggu Farhan melanjutkan ceritanya.Selang beberapa menit barulah Farhan tenang. Dilepasnya tangan Emak, duduk tegak bersandar, lantas menghirup udara dalam - dalam."Sebelum meninggal, Mas Arif berpesan agar Farhan menjaga istrinya. Bukan sekedar menjaga sebagai saudara, Mas Arif meminta Farhan untuk menjaga Mbak Ayu sebagai kekasih halal. Waktu itu Farhan hanya bisa mengiyakan Mak, agar Mas Arif tenang," "Barulah setelah proses pemakaman selesai Farhan sadar bahwa permintaan Mas Arif tadi terlalu berat untuk Farhan," lanjutnya.Diusapnya wajah dengan kasar, semacam sedang frustasi. Lantas menoleh kepada Emak yang ternyata sedang tersenyum manis."Emak kok malah seny