Gelang Emas Untuk Emak part 38
Hari itu menjadi awal yang indah bagi Farhan dan Nisa. Pasalnya, hari itu mereka mulai berkomitmen. Berjanji untuk saling menyayangi dan mengasihi, untuk menjadi pasangan sehidup semati. Bersiap bersama mengarungi kapal bernama rumah tangga.
"Mengapa memilihku Mas?" tanya Nisa, penasaran.
"Karena kamu cantik. Tidak hanya cantik wajah, hati kamu juga cantik. Aku tak ingin memberatkan hati dengan banyak pilihan. Bagiku, jalan pertemuan kita adalah suatu jalan takdir, sudah direncanakan oleh Allah. Aku yakin, kamu jodohku. Semoga ibu memberi restu," jelas Farhan. Nisa yang duduk di jok belakang, tampak tersenyum malu. Farhan melirik sekilas melalui kaca spion, seulas senyum juga turut terbit dari bibirnya.
"Lantas kapan segera melamar?" jawab Nisa memastikan.
"Insya Allah secepatnya. Saya masih harus berembuk dengan emak dahulu," jelas Farhan.
"Baiklah, terserah Mas saja,"
Tak terasa mot
Gelang Emas Untuk Emak part 39"Semoga bermanfaat ya Pak," ucap Farhan pada takmir masjid."Terima kasih Mas, semoga kebaikan dan keberkahan mengalir untuk Mas nya,""Sama-sama Pak, saya permisi. Assalamualaikum,""Waalaikum salam," ucapan salam takmir masjid mengiringi kepergian Farhan dari dalam kantor pengurus.Berjalan santai kembali menuju rumah peninggalan bapaknya. Rumah yang ia bangun kembali dengan susah payah atas bantuan para dermawan.'Oh Emak, sungguh baik hatimu, namun sayang, Farhan bukan tak mau menerima. Hanya saja, Farhan merasa masih ada yang jauh lebih berhak menerima bantuanmu,' gumam Farhan dalam hati. Tak berniat mengembalikan pada emak, toh pasti emak tak akan mau menerimanya kembali. Biarlah uang itu ia sedekahkan, agar menjadi jariyah untuk emak kelak.Sesampainya di rumah, segera ia mencuci kaki dan muka. Merebahkan diri di petiduran. Lega terasa hatinya telah memberikan sesuatu k
Gelang Emas Untuk Emak 40 Truk melaju kencang, tak peduli dengan kejadian yang ditimbulkannya. Farhan tergeletak tak berdaya. Darah mengalir deras dari kepalanya. Bahagia yang dinanti berujung malapetaka. Siapa yang mau? Apalah daya bila Tuhan sudah berkehendak. Duduk bersanding dipelaminan hanya sebatas angan. Bayangan memilih cincin di toko emas dengan yang terkasih berkelebatan dikepalanya. Suara teriakan saling bersahutan sebelum rungunya senyap. Sunyi sepi. Dirinya bagai jiwa yang terlepas dari raganya. Terbang melayang melihat kondisi keluarga tercintanya. Para warga berdatangan melihat apa yang terjadi. Darah begitu banyak mengalir dari tubuh laki-laki tampan tersebut. Namun, tak ada seorang pun yang berani menolong hingga polisi datang menghampiri. Suara sirine ambulan begitu memekakkan telinga. Kondisi pasien yang sudah banyak kehilangan darah membuat sang sopir dengan kencang melajukan stirnya. Hanya butuh beberapa saat, ambulan sudah
"Farhan, nanti antar Emak kondangan ke rumah Bu Wito ya?" pinta Jum pada Farhan, anak tunggalnya. "Iya Mak," jawab Farhan lembut.Hati Farhan mendadak ngilu ketika teringat gelang kesayangan Emak yang biasa dipakai untuk kondangan harus dijual tahun lalu untuk biaya berobat sang bapak. Dalam hatinya, Farhan bertekad harus bisa mengumpulkan uang untuk bisa mengganti gelang Emak yang sudah dijual. Bergegas Farhan masuk kedalam kamarnya, melihat jumlah uang yang ada dalam kaleng biskuit. Dihitungnya dengan teliti lembaran kertas dalam kaleng tersebut. Ada satu lembar kertas merah, tiga lembar kertas warna biru, lima lembar kertas warna cokelat dan dua puluh lembar kertas warna abu-abu. Dijumlahnya kertas-kertas tersebut, hanya ada sekitar tiga ratus ribu lebih. Masih kurang banyak untuk bisa membeli sebuah gelang emas. Ia simpan kembali kertas-kertas tersebut berharap esok hari ia bisa mengump
"Farhan kamu bisa lembur hari ini? Bisa bantu saya belanja material untuk besok? Lumayanlah uang lemburnya bisa buat tambahan kamu belikan hadiah untuk emak, " tawar Pak Roni, bos Farhan. "Alhamdulillah, bisa Pak." Seulas senyum terbit di bibir Farhan. Kemarin Farhan sempat bercerita kepada atasannya soal keinginannya, berharap ia dapat lemburan untuk menambah penghasilan. Hubungan yang sudah seperti keluarga membuat Farhan tak sungkan bercerita soal kehidupannya. Bak gayung bersambut, Pak Roni dengan senang hati menerima tawarannya. Setiap ada pekerjaan yang harus diselesaikan, selalu Farhan yang dimintai tolong. Farhan anak yang pekerja keras juga ramah dan sopan. Membuat siapapun yang dekat dengannya mudah akrab. Rindu sosok ayah membuatnya menganggap atasannya seperti orang tuanya sendiri. "Ini uang lembur untuk kamu, Han, " kata Pak Roni sambil memberikan tiga lembar pec
Pagi yang cerah membuat Farhan bersemangat untuk bangun pagi. Tak lupa menunaikan dua rakaat subuh. Setelah keluar dari kamar rupanya Emak sudah selesai masak makanan kesukaan Farhan. Ada nasi jagung, sayur lodeh nangka muda, ikan asin, tempe goreng dan sambal terasi. Membuat perut Farhan mengeluarkan bunyi pertanda minta segera diisi. "Keras sekali bunyinya! Buruan makan kasian perutnya wes bunyi - bunyi gitu," sahut Emak setelah mendengar bunyi perut Farhan. "Hehehe iya Mak." Gegas Farhan mengambil piring, lalu diisi dengan satu centong penuh nasi jangung beserta lainnya. "Mak mari makan sini sama Farhan," ajak Farhan sambil menyuapkan sesendok nasi jagung ke mulutnya. "Iya kamu makan duluan saja, tambah lagi makannya Le, biar kenyang," jawab Emak sambil duduk dikursi sebelah Farhan. "Hemm masakan Emak emang paling nikmat, Farhan sampai mau nambah dua kali," ucap Farhan sambil menambah lagi porsi dalam piringnya. "Iya dong, biar kamu makin semangat kerjanya. Habis makan kamu s
Bruukkk Sembako yang diangkat Farhan sudah mendarat sempurna di atas mobil pelanggan. "Ini Mas." Seorang pelanggan menyelipkan uang pecahan dua puluhan ke dalam genggaman Farhan. "Makssih Bu." Ucap Farhan sambil menundukkan kepala sopan. Berlalu kembali kedalam toko. Bekerja di pasar membuat Farhan kewalahan, mungkin karena belum terbiasa. Juragan Entis -nama panggilan bosnya- melihat kinerja Farhan cukup menakjubkan. Kentara kalau Farhan seorang yang cekatan dan pekerja keras. Terbukti dengan para pelanggan yang senang minta tolong Farhan untuk membantu membawakan belanjaannya ke dalam mobil. Tak jarang dari mereka yang memberikan uang fee untuk Farhan, hal biasa bagi mereka yang sudah dimintai tolong. "Ayo istirahat Far, capek dari tadi banyak yang belanja," ajak Arif. "Iya Mas. Apa boleh istirahatnya barengan?" Tanya Farhan sambil mengek
"Tambah cantik aja Mak," ledek Mbak Narti, tetangga depan rumah. "Bisa aja kamu Ti." "Baru ya gelangnya? Waahh diem - diem Emak banyak uang ya, bisa beli gelang bagus gitu," puji Narti sambil menarik tangan Emak, melihat dengan teliti gelang dipergelangan tangan Emak. Urung melanjutkan kerjaannya, menyapu halaman. "Walah ini dibelikan sama si Farhan, tabungannya selama kerja di proyek sama nguli dipasar. Diam - diam aku dibelikan ini. Ya tak terima aja, biar seneng atinya," terang Emak. "Ya nggak apa - apa to Mak, buat apa juga uangnya kalo bukan buat Emak. Mumpung belum punya istri, uangnya buat Emaknya. Kalo sudah menikah ya beda lagi." "Iya juga sih. Eh kamu mau kemana pagi - pagi gini?" "Beli telur Mak, buat sarapan anak - anak di rumah." "Yowes ati -ati," jawab Emak sambil melanjutkan pekerjaannya. Dibalik jendela Farhan tersenyum melihat mereka berdua. Sepeninggal Bapak, hidupnya pas - pasan. Boro - boro buat beli gelang, buat makan aja susah. Kini roda sedang berputar, d
Tok..tok..tok... "Assalamualaikum.." sapa sesorang di luar rumah. "Waalaikumsalam.." jawab Emak seraya membuka pintu. "Maaf cari siapa ya Mbak?" tanya mak. Membukakan pintu lebar - lebar lalu mempersilahkan tamunya duduk di ruang tamu. "Maaf Bu mengganggu waktunya, Saya Airin. Saya hanya ingin menyampaikan pesan almarhum Bapak saya untuk menyerahkan uang ini. Sebelum meninggal Bapak berpesan bahwa dulu punya hutang ke suami ibu. Uang ini sudah disiapkan jauh hari, namun Bapak keburu sakit jadi belum sempat menyerahkannya. Saya hanya dibekali alamat ini." Terang Airin sambil menyerahkan amplop cokelat berisi uang tersebut. Ragu - ragu tangan Emak menerima amplop itu. Sekelebat ingatan muncul dikepalanya. Pernah suatu hari ia dan suaminya bertengkar hebat. Membahas soal tabungan yang sudah dikumpulkannya tiba - tiba hilang, namun ternyata uang itu dipinjamkan ke seorang teman oleh sang suami tanpa seizinnya. Mungkin inilah ora