Pagi yang cerah membuat Farhan bersemangat untuk bangun pagi. Tak lupa menunaikan dua rakaat subuh. Setelah keluar dari kamar rupanya Emak sudah selesai masak makanan kesukaan Farhan. Ada nasi jagung, sayur lodeh nangka muda, ikan asin, tempe goreng dan sambal terasi. Membuat perut Farhan mengeluarkan bunyi pertanda minta segera diisi.
"Keras sekali bunyinya! Buruan makan kasian perutnya wes bunyi - bunyi gitu," sahut Emak setelah mendengar bunyi perut Farhan.
"Hehehe iya Mak."
Gegas Farhan mengambil piring, lalu diisi dengan satu centong penuh nasi jangung beserta lainnya.
"Mak mari makan sini sama Farhan," ajak Farhan sambil menyuapkan sesendok nasi jagung ke mulutnya.
"Iya kamu makan duluan saja, tambah lagi makannya Le, biar kenyang," jawab Emak sambil duduk dikursi sebelah Farhan.
"Hemm masakan Emak emang paling nikmat, Farhan sampai mau nambah dua kali," ucap Farhan sambil menambah lagi porsi dalam piringnya.
"Iya dong, biar kamu makin semangat kerjanya. Habis makan kamu siap - siap berangkat kerja biar piringnya nanti Emak yang bereskan," perintah emak sambil mengusap lembut punggung anaknya.
"Siap boss." Ucap Farhan sambil meletakkan tangan di samping dahinya, bergaya ala murid yang sedang hormat.
Seulas senyum terbit dari bibir Emak melihat tingkah lucu anak semata wayangnya. Padahal hanya menu sederhana tapi sudah membuat anaknya makan dengan lahap. Membuat Emak merasa bahagia. Ya, bagi Emak bahagia sesederhana itu.
***
Farhan sampai di tempat kerja lebih awal. Ada dua orang temannya yang juga sudah datang, yang lainnya masih belum kelihatan. Daripada hanya duduk - duduk tak jelas, Farhan mengajak Dio dan Mas Arif menyiapkan peralatan yang akan digunakan nantinya.
Dari arah pintu masuk, terlihat mobil pak Roni masuk ke halaman lokasi proyek. Wajah Pak Roni tampak lesu setelah turun dari mobil. Lalu berjalan menuju tempat dimana tiga anak buahnya sedang berkumpul.
"Pagi Pak." sapa ketiganya bersamaan.
Hanya dibalas anggukan olehnya sambil berlalu ke dalam bangunan yang masih setengah jadi itu. Farhan merasa tidak biasanya bosnya demikian. Pasti ada sesuatu batin Farhan.
Setelah melihat - lihat kondisi bangunan, Pak Roni kembali ke tempat dimana anak buahnya berkumpul. Kali ini dengan formasi yang sudah lengkap. Segera meminta semua anak buahnya untuk meletakan alat yang sudah siap mereka gunakan sejenak untuk mendengarkan apa yang akan ia sampaikan.
"Pertama saya mohon maaf atas berita yang akan saya sampaikan. Mungkin akan mengejutkan kalian semua, tapi saya tidak punya pilihan lain. Bahwa ini hari terakhir kalian kerja disini, karena ada kendala dengan proposal pengajuan dana yang saya ajukan membuat saya kekurangan modal untuk melanjutkan pembangunan ini. Kalian saya liburkan dulu, baru akan saya hubungi lagi kalo semuanya sudah beres. Sepertinya akan lama, saya sarankan kalian cari kerjaan yang lain dulu." Tampak wajah - wajah mereka menegang mendengarkan info ini karena harus kehilangan mata pencaharian.
"Sekian info dari saya, silahkan lanjutkan kerjaan kalian kembali, setelah ini selesai kalian bisa pulang."
"Baik Pak." Jawab mereka serentak sambil membubarkan diri. Kembali mengerjakan pekerjaan mereka masing - masing.
Kepala Farhan langsung terisi penuh oleh banyak pertanyaan. Kemana ia akan mencari pekerjaan lagi. Bagaimana dengan gelang untuk Emak bisa terbeli kalau setelah ini ia tak punya pekerjaan.
"Jangan dipikir terlalu rumit Bro, masih banyak kerjaan diluaran sana." Tepukan di lengan Farhan menyadarkannya dari lamunan.
"Iya Mas, nanti coba cari di tempat lain. Mas Arif mau kemana setelah dari sini?"
"Belum tahu, mungkin besok atau lusa coba cari ke pasar, barangkali ada yang butuh kuli panggul. Apapun deh yang penting dapat kerjaan"
"Iya Mas, kepikiran buat ngojek tapi motorku terlalu butut. Mana ada yang mau ku bonceng pake ini?" Farhan tersenyum kecut.
"Hahaha kamu bisa aja, ngojek ya ngojek aja, ngapain mikir ada yang mau apa enggak! Atau kita sama - sama ke pasar aja jadi kuli panggul."
"Boleh lah, nanti Mas kabari aku ya?"
"Siipp" ucap Arif seraya mengacungkan jempol sambil berlalu dari samping Farhan.
***
Hati Farhan mendung, berbanding terbalik dengan suasana hatinya tadi pagi. Kali ini ia tak ingin langsung pulang. Farhan berhenti di sebuah taman pinggir kota, tak jauh dari jalan raya. Farhan duduk bersandar dikursi, sambil memainkan ponsel pintar digenggamannya. Mencari lowongan pekerjaan disitus online. Nihil. Farhan tak menemukan pekerjaan yang sesuai untuknya. Lanjut dengan membuka aplikasi biru miliknya, mencari grup lowongan pekerjaan. Nihil juga. Sepertinya memang belum ada lowongan. Sebaiknya besok ikut Mas Arif ke pasar aja, batinnya.
Setelah dirasa penat dikepalanya lumayan hilang, Farhan berdiri, mengambil kuda besi miliknya. Masih belum ingin pulang juga, Farhan memacu motornya mengelilingi kota. Melihat di sepanjang jalan yang ia lewati, mencari inspirasi. Apa yang akan dilakukannya setelah ini. Ia banyak melihat bermacam - macam pedagang. Ada bakso, gorengan, cilok, juga macam - macam es.
'Ya sudahlah, sebaiknya pulang dulu. Berunding dulu dengan Emak' batin Farhan.
Dengan berat hati ia harus membawa kabar kurang menyenangkan ini untuk Emaknya. Batinnya tak mau merepotkan sang Emak, namun sisi hati yang lainnya mengatakan bahwa ia harus terbuka dengan Emak. Karena bagaimanapun doa Emak adalah kekuatan terbesar untuknya.
"Assalamualaikum,,"
"Waalaikum salam,, kok tumben baru pulang Nak?" jawab Emak sambil menutup Al Quran ditangannya.
Farhan meraih tangan Emak, diciumnya takzim, sambil kakinya bersimpuh di hadapan Emak.
"Mak, ada kabar buruk, proyek di tempat Farhan kerja sedang ada masalah, semua tenaga kerjanya diliburkan sampai batas waktu yang tak bisa ditentukan. Farhan nganggur Mak sekarang." ucap Farhan lirih.
"Berarti rejeki kamu kerja disitu sudah habis. Masih ada ditempat lain. Jangan putus asa Nak. Allah maha pemberi rejeki, dari arah yang tak disangka - sangka."
"Mandi dulu gih sana! Terus sholat! Emak mau ke musholla, udah mau magrib ini," usir Emak.
Bersyukur Farhan memiliki emak yang hatinya seluas samudra. Tidak pernah menuntut Farhan harus memberinya banyak uang, selalu menerima berapapun pemberian Farhan. Melihat respon emak membuat hati Farhan bersemangat kembali, ia yakin besok pasti ada jalan.
***
"Tumben Nak Farhan masih dirumah? Belum berangkat?" sapa bu Tejo ketika melihat Farhan sedang melap motornya. Meskipun butut, motor Farhan selalu bersih terawat. Semakin terlihat antik.
"Hehehe iya Bu." Disenyumi ajalah. Tak etis jika harus bercerita.
Dering panggilan diponselnya membuat Farhan beranjak dari halaman rumahnya. Melihat nama "Mas Arif" dilayar membuatnya segera menekan tombol gagang telepon warna hijau.
"Far gimana, sudah dapat kerjaan apa belum?"
"Belum Mas, ini td rencana mau ke pasar, cari toko yang butuh kuli panggul sesuai kayak yang Mas bilang kemarin."
"Waah kebetulan sekali Far, ini aku sudah ada di toko sembako milik Bu Entis, masih butuh tenaga satu orang lagi. Kalo mau buruan kesini, mumpung masih pagi" seru Arif.
"Baik Mas, saya berangkat sekarang"
'Alhamdulillaahh' batin Farhan berucap.
Bersambung🌷🌷🌷
Bruukkk Sembako yang diangkat Farhan sudah mendarat sempurna di atas mobil pelanggan. "Ini Mas." Seorang pelanggan menyelipkan uang pecahan dua puluhan ke dalam genggaman Farhan. "Makssih Bu." Ucap Farhan sambil menundukkan kepala sopan. Berlalu kembali kedalam toko. Bekerja di pasar membuat Farhan kewalahan, mungkin karena belum terbiasa. Juragan Entis -nama panggilan bosnya- melihat kinerja Farhan cukup menakjubkan. Kentara kalau Farhan seorang yang cekatan dan pekerja keras. Terbukti dengan para pelanggan yang senang minta tolong Farhan untuk membantu membawakan belanjaannya ke dalam mobil. Tak jarang dari mereka yang memberikan uang fee untuk Farhan, hal biasa bagi mereka yang sudah dimintai tolong. "Ayo istirahat Far, capek dari tadi banyak yang belanja," ajak Arif. "Iya Mas. Apa boleh istirahatnya barengan?" Tanya Farhan sambil mengek
"Tambah cantik aja Mak," ledek Mbak Narti, tetangga depan rumah. "Bisa aja kamu Ti." "Baru ya gelangnya? Waahh diem - diem Emak banyak uang ya, bisa beli gelang bagus gitu," puji Narti sambil menarik tangan Emak, melihat dengan teliti gelang dipergelangan tangan Emak. Urung melanjutkan kerjaannya, menyapu halaman. "Walah ini dibelikan sama si Farhan, tabungannya selama kerja di proyek sama nguli dipasar. Diam - diam aku dibelikan ini. Ya tak terima aja, biar seneng atinya," terang Emak. "Ya nggak apa - apa to Mak, buat apa juga uangnya kalo bukan buat Emak. Mumpung belum punya istri, uangnya buat Emaknya. Kalo sudah menikah ya beda lagi." "Iya juga sih. Eh kamu mau kemana pagi - pagi gini?" "Beli telur Mak, buat sarapan anak - anak di rumah." "Yowes ati -ati," jawab Emak sambil melanjutkan pekerjaannya. Dibalik jendela Farhan tersenyum melihat mereka berdua. Sepeninggal Bapak, hidupnya pas - pasan. Boro - boro buat beli gelang, buat makan aja susah. Kini roda sedang berputar, d
Tok..tok..tok... "Assalamualaikum.." sapa sesorang di luar rumah. "Waalaikumsalam.." jawab Emak seraya membuka pintu. "Maaf cari siapa ya Mbak?" tanya mak. Membukakan pintu lebar - lebar lalu mempersilahkan tamunya duduk di ruang tamu. "Maaf Bu mengganggu waktunya, Saya Airin. Saya hanya ingin menyampaikan pesan almarhum Bapak saya untuk menyerahkan uang ini. Sebelum meninggal Bapak berpesan bahwa dulu punya hutang ke suami ibu. Uang ini sudah disiapkan jauh hari, namun Bapak keburu sakit jadi belum sempat menyerahkannya. Saya hanya dibekali alamat ini." Terang Airin sambil menyerahkan amplop cokelat berisi uang tersebut. Ragu - ragu tangan Emak menerima amplop itu. Sekelebat ingatan muncul dikepalanya. Pernah suatu hari ia dan suaminya bertengkar hebat. Membahas soal tabungan yang sudah dikumpulkannya tiba - tiba hilang, namun ternyata uang itu dipinjamkan ke seorang teman oleh sang suami tanpa seizinnya. Mungkin inilah ora
Gelang Emas Untuk Emak part 7"Selamat pagi sayang ... yuk bangun, mandi dulu trus sholat subuh bareng," ucap seorang wanita di sebelah Farhan. Mengelus pipi Farhan lembut penuh kasih sayang.Perlahan matanya terbuka, bibirnya tersenyum melihat seseorang di sebelahnya. Dipandanginya dengan tatapan penuh cinta wajah wanita itu. Setelah puas membingkai wajah itu, ia bergegas bangun, duduk sejajar dengannya. Kemudian ia usap lembut jemari lentik itu sebelum ia berlalu menuju kamar mandi. Sang wanita tetap duduk di sisi ranjang, menunggu Farhan selesai melakukan aktifitasnya.Pintu kamar mandi hampir terbuka kala sang wanita selesai mengenakan mukenanya. Tersenyum menyambut Farhan dengan kopyah dan sarung ditangannya. Diulurkannya sarung tersebut tanpa menyentuh tangan Farhan, sudah memiliki wudhu. Sambil berdiri dipandanginya wajah Farhan, ia tersenyum bahagia.Farhan berdiri di depan, diikuti dengan sang wanita disisi kanannya, sedikit agak kebe
Gelang Emas Untuk Emak part 8Farhan mengendarai motornya pelan, berhenti di toko dekat rumahnya. Membeli beberapa kebutuhan pribadinya. Sambil menunggu si penjual mengambilkan pesanannya, matanya melihat sekeliling. Tampak dua ibu - ibu sedang berbincang di teras rumah. Duduk berjajar, asyik bicara berdua.Kantong plastik belanjaannya sudah ada di tangan. Berhenti didekat motornya untuk menghitung jumlah kembalian. Kebiasaan bagi Farhan untuk menghitung uang kembalian di tempat, berjaga - jaga jika si penjual salah hitung."Katanya tadi ga ada uang buat bayar cicilan, tuh sekarang pegang uang," sungut Bu Siti, tetangga Farhan."Hehehe iya tadinya emang ga punya uang, aku cari pinjaman ke Mak Jum, malah dikasih ini." paparnya seraya menunjukkan uang digenggamannya."Lumayan dong, ga jadi hutang,hihi," sahutnya lagi."Ah dasar kamunya aja
"Ga bawa motor Mas?""Enggak Far, lagi eror, tadi pagi sebelum berangkat tak bawa ke bengkel sekalian,""Yawes bareng aku aja, dari pada nyari ojek," tawar Farhan kepada Arif."Oke,"Farhan mengambil motornya di parkiran. Segera Farhan menyalakan mesin dan mempersilahkan Arif untuk naik. Sejak bekerja di Bu Entis Farhan dan Arif semakin dekat, sudah seperti saudara. Bahkan mereka saling mengenal keluarga masing - masing."Bengkelnya sebelah mana Mas?""Itu yang di Jalan Brawijaya, bengkel motor paling besar sendiri. Aku udah langganan disitu. Pelayanannya bagus, agak mahal sih tapi sesuai dengan hasilnya, motormu kalau rusak bawa kesitu aja,""Walah Mas, motor butut gini masak iya dibawa ke bengkel besar, yang dideket rumah aja. Lagian jarang masuk bengkel. Lebih suka tak benerin sendiri, hemat biaya Mas,""Ya nggak apa - apa, sekali sekali boleh lah motornya dimanjakan," gurau Arif."Manjainnya nanti aja Mas kalau uda p
Gelang Emas Untuk Emak part 10"Sebelum meninggal Mas Arif berpesan pada Farhan," ucapnya lagi,Tanpa melanjutkan ucapannya, Farhan meraih tubuh sang Emak, memeluknya erat. Diusapnya punggung Farhan memberi kekuatan. Tanpa suara, tanpa balasan, Emak tetap menunggu Farhan melanjutkan ceritanya.Selang beberapa menit barulah Farhan tenang. Dilepasnya tangan Emak, duduk tegak bersandar, lantas menghirup udara dalam - dalam."Sebelum meninggal, Mas Arif berpesan agar Farhan menjaga istrinya. Bukan sekedar menjaga sebagai saudara, Mas Arif meminta Farhan untuk menjaga Mbak Ayu sebagai kekasih halal. Waktu itu Farhan hanya bisa mengiyakan Mak, agar Mas Arif tenang," "Barulah setelah proses pemakaman selesai Farhan sadar bahwa permintaan Mas Arif tadi terlalu berat untuk Farhan," lanjutnya.Diusapnya wajah dengan kasar, semacam sedang frustasi. Lantas menoleh kepada Emak yang ternyata sedang tersenyum manis."Emak kok malah seny
Gelang Emas Untuk Emak part 11 "Astagfirullah ... " teriak Ayu. "Kamu itu kalau bawa hati - hati, yang kenceng makanya!Disenggol anak kecil aja udah tumpah! Bisa kerja nggak sih?!" teriak seseibu. Anak kecil itu menoleh sekilas, lalu berlarian kembali. "Maaf Bu," ucap Ayu memelas, lalu menunduk membersihkan tumpahan makanan di lantai. Membersihkan makanan yang tumpah itu sampai bersih, lalu mengambil kain pel. Mengeringkannya dengan kain kering lainnya agar yang melewatinya tidak terpeleset. Wajah Ayu nampak kuyu. Kelihatan sekali raut kesedihan dan juga rasa lelah bercampur jadi satu. Hari ini tepat tujuh hari meninggalnya Arif. Setelah hari itu Farhan tak pernah absen mengikuti pengajian di rumah Arif. Selain untuk mendoakan Arif, Farhan juga banyak mengamati bagaimana sikap keluarga Arif terhadap Ayu. Sengaja Farhan datang lebih awal dan pulang paling akhir untuk membantu menyiapkan keperluan. Baik itu makanan ataupun yang lainnya. Beberapa kali terbukti didepan matanya, selalu