"Tambah cantik aja Mak," ledek Mbak Narti, tetangga depan rumah.
"Bisa aja kamu Ti."
"Baru ya gelangnya? Waahh diem - diem Emak banyak uang ya, bisa beli gelang bagus gitu," puji Narti sambil menarik tangan Emak, melihat dengan teliti gelang dipergelangan tangan Emak. Urung melanjutkan kerjaannya, menyapu halaman.
"Walah ini dibelikan sama si Farhan, tabungannya selama kerja di proyek sama nguli dipasar. Diam - diam aku dibelikan ini. Ya tak terima aja, biar seneng atinya," terang Emak.
"Ya nggak apa - apa to Mak, buat apa juga uangnya kalo bukan buat Emak. Mumpung belum punya istri, uangnya buat Emaknya. Kalo sudah menikah ya beda lagi."
"Iya juga sih. Eh kamu mau kemana pagi - pagi gini?"
"Beli telur Mak, buat sarapan anak - anak di rumah."
"Yowes ati -ati," jawab Emak sambil melanjutkan pekerjaannya.
Dibalik jendela Farhan tersenyum melihat mereka berdua. Sepeninggal Bapak, hidupnya pas - pasan. Boro - boro buat beli gelang, buat makan aja susah. Kini roda sedang berputar, dan akan mencapai titik tertingginya. Sabar. Butuh waktu dan usaha. Farhan takkan menyerah, batinnya.
"Kenapa senyum - senyum sendiri gitu Le?"
"Hehehe enggak Mak, Emak tambah cantik," ledek Farhan.
"Gelangnya ya? Makasih ya?" sahut Emak.
"Orangnya lah. Pake gelang makin cantik," ucap Farhan sambil menjawil dagu Emak.
"Opo to Le Tole," sahut Emak malu - malu.
"Wes ndang berangkat sana, sudah siang ini!"
"Baik Ibunda Ratu," ledek Farhan seraya meraih tangan Emak. Dicium takdzim tangan yang mulai keriput itu. Berlalu dari hadapan Emak, menaiki motor kesayangannya. Garis melengkung terbit dibibir Emak. Sukses ya Nak, lirih Emak.
***
"Sini Bu, biar saya yang bawa belanjaannya. Ini berat, nanti tangan Ibu sakit." Pintanya seraya meraih kantong plastik besar dari tangan Ibu. Sang Ibu tersenyum, membiarkan wanita disebelahnya meraih kantong dari genggamannya. Berlalu dari toko tempat Farhan mengais rejeki, menaiki kendaraan roda empat yang terparkir di ujung jalan.
Dari jauh Farhan melihat dua wanita tadi. Anak perempuan sedang menemani ibunya belanja ke pasar, tebak Farhan. Bagaimana dengan Emak dirumah? Apa - apa harus dikerjakannya sendiri, ia sibuk kerja. Tak ada yang menemani kalau Emak sedang membutuhkan sesuatu. Ah Emak. Wanita tangguh, tanpa pernah mengeluh kepada Farhan.
"Hei ngelamun aja!" teriakan Mas Arif menyadarkan Farhan dari lamunannya.
"Nggak ngelamun Mas, cuma lihatin orang lewat aja," sahut Farhan, bohong. Meninggalkan Arif yang baru saja duduk, kembali bekerja.
Jam tepat di angka lima. Saatnya juragan memberikan hak mereka setelah seharian bekerja. Ya, gajinya diberikan harian. Farhan membawa pulang selembar lima puluh ribuan. Terbersit dalam pikirannya untuk mengajak Emak jalan - jalan ke alun - alun kota. Tidak perlu mewah, yang penting bisa mengajak Emak keluar berdua. Makan di warung misalnya.
Farhan memasukkan gajinya ke dalam dompet, menutup kembali lalu dimasukkan kesaku celananya. Bersiap untuk pulang.
"Waalaikumsalam." Emak menjawab salam yang Farhan ucapkan.
Diciumnya tangan Emak takdzim. Kebiasaan ketika ia akan berangkat atau pulang kerja.
"Wes ndang cuci kaki, terus makan. Itu sudah Emak siapkan diatas meja," ucap Emak seraya menunjuk ke arah meja makan. Meja usang yang kakinya sudah dimakan rayap, namun masih kokoh berdiri karena tangan kreatif Farhan. Ia sambung kaki meja itu dengan kayu yang kokoh.
"Jangan makan dulu Mak! Farhan mau ajak Emak jalan - jalan. Tunggu sebentar ya Mak, Farhan mau mandi dulu," potong Farhan.
"Kamu punya uang apa Le? Lah kalau makan diluar ini yang makan masakan Emak siapa? Mubadzir dong kalau enggak dimakan!"
"Kasih Mbak Narti aja Mak!" jawab Farhan. Segera berlalu pergi. Membersihkan diri lalu bersiap.
***
Sepanjang perjalanan Emak tak henti berkisah. Kisahnya bersama suaminya dulu. Mengenang masa setelah menikah. Emak dan Bapak menikah karena dijodohkan. Tidak kenal sama sekali. Hanya tahu wajah masing - masing melalui foto. Sama - sama belum pernah pacaran membuat Emak dan Bapak saling melengkapi kekurangan masing - masing.
Bukan tanpa kekurangan, hanya pandai menutupi kekurangan diri dengan kelebihan pasangannya membuat rumah tangganya terlihat adem ayem. Karena hidup itu sawang sinawang. Apa yang mereka lihat belum tentu sesuai dengan kenyataannya. Usia Bapak yang lebih matang membuatnya pandai mengendalikan ego. Membuat Emak nyaman berada didekatnya.
"Emak mau makan apa? Ini ada mie ayam, ada nasi goreng sama soto ayam," tawar Farhan setelah memarkirkan motornya. Mereka berada dipusat jajan di tengah kota.
"Terserah kamu aja Le, Emak ngikut aja," jawab Emak.
"Soto ayam aja ya Mak? Hawanya dingin, makan soto panas pasti cocok." Terang Farhan. Menarik kursi untuk duduk Emak. Lalu beralih ke Abang penjual, memesan dua mangkuk soto dan dua gelas teh manis hangat.
Pesanan datang. Diberikannya seporsi untuk Emak, lalu menggeser seporsi lagi untuknya. Ditambahkannya jeruk nipis dan kecap membuat aroma soto menguar tajam dihidungnya. Tak lupa menambahkan sesendok sambel membuat lidahnya semakin tak sabar untuk menikmati soto ayam dihadapannya.
Sesekali bolehlah mengapresiasi pencapaian diri. Gelang emas untuk Emak sudah terbeli, Farhan berhasil meraih satu impiannya. Farhan masih harus meraih impian lainnya. Sukses di dunia dan juga sukses diakhirat.
Melihat banyak pedagang disekeliling membuat Farhan berandai - andai. Bagaimana jika ia beralih profesi, menjadi pedagang. Pedagang gorengan misalnya? Pedagang apapun itu membutuhkan modal, yang jelas tidak sedikit, dan Farhan masih harus bersabar mengumpulkan rupiah kembali. Ia tidak mau membuka usaha dengan modal hutang.
"Mak lihat deh mereka! Kayaknya enak ya Mak kalau jadi pedagang?" ucap Farhan sambil menunjuk sekeliling.
"Kamu kepengen jadi pedagang?"
"Iya Mak. Apa iya harus kerja ikut orang terus? Bosen Mak! Kayaknya enak kalau punya usaha sendiri," tutur Farhan.
"Boleh boleh, mau jualan apa Le?" tanya Emak setelah mengambil tisu, mengelap sisa makanan dibibirnya.
"Belum tahu Mak, belum kepikiran. Masih kepengen aja. Modal juga belum ada Mak! Tunggu sebulan lagi biar terkumpul dulu uangnya."
"Bagus Le, nabung dulu aja toh kamu juga nggak nganggur kan sekarang?" jawab Emak.
Setelah selesai berbincang, Farhan segera membayar pesanannya. Mengajak Emak untuk meneruskan perjalanan. Akan kemana lagi setelah ini. Namun Emak menolak, mengajak pulang saja. Farhan menurut.
***
Matanya menatap langit - langit kamar. Teringat beberapa kejadian lalu, gadis cantik itu. Dengan siapapun ia menikah nanti, Farhan bertekad harus sukses lebih dulu. Bukan memiliki rumah megah dan mobil mewah, sukses menurutnya adalah ketika ia bisa berdiri diatas kaki sendiri. Tidak menggantungkan hidup pada orang lain. Artinya ia harus memiliki usaha sendiri.
Saat ini memang belum waktunya, saat ini waktunya ia belajar, belajar mengambil ilmu dari setiap kejadian apapun dihadapannya. Termasuk ilmu dagang. Strategi pemasaran dan bagaimana melayani pelanggan agar besok kembali lagi. Ia memang tidak sekolah khusus ilmu perdagangan, tapi ia terjun langsung melayani pelanggan. Dan disitu terdapat banyak ilmu bagi mereka yang mau berfikir.
Mulai besok, diam - diam ia harus memperhatikan dan mengambil pelajaran ketika juragannya melayani pelanggan. Usaha bisa ditiru tapi rejeki datang dari Allah. Ia yakin dengan bekerja keras ia pasti bisa sukses. Mata itu akhirnya terpejam. Terlelap dikeheningan malam. Mengawali kesuksesan melalui mimpi.
Bersambung🌷🌷🌷
Tok..tok..tok... "Assalamualaikum.." sapa sesorang di luar rumah. "Waalaikumsalam.." jawab Emak seraya membuka pintu. "Maaf cari siapa ya Mbak?" tanya mak. Membukakan pintu lebar - lebar lalu mempersilahkan tamunya duduk di ruang tamu. "Maaf Bu mengganggu waktunya, Saya Airin. Saya hanya ingin menyampaikan pesan almarhum Bapak saya untuk menyerahkan uang ini. Sebelum meninggal Bapak berpesan bahwa dulu punya hutang ke suami ibu. Uang ini sudah disiapkan jauh hari, namun Bapak keburu sakit jadi belum sempat menyerahkannya. Saya hanya dibekali alamat ini." Terang Airin sambil menyerahkan amplop cokelat berisi uang tersebut. Ragu - ragu tangan Emak menerima amplop itu. Sekelebat ingatan muncul dikepalanya. Pernah suatu hari ia dan suaminya bertengkar hebat. Membahas soal tabungan yang sudah dikumpulkannya tiba - tiba hilang, namun ternyata uang itu dipinjamkan ke seorang teman oleh sang suami tanpa seizinnya. Mungkin inilah ora
Gelang Emas Untuk Emak part 7"Selamat pagi sayang ... yuk bangun, mandi dulu trus sholat subuh bareng," ucap seorang wanita di sebelah Farhan. Mengelus pipi Farhan lembut penuh kasih sayang.Perlahan matanya terbuka, bibirnya tersenyum melihat seseorang di sebelahnya. Dipandanginya dengan tatapan penuh cinta wajah wanita itu. Setelah puas membingkai wajah itu, ia bergegas bangun, duduk sejajar dengannya. Kemudian ia usap lembut jemari lentik itu sebelum ia berlalu menuju kamar mandi. Sang wanita tetap duduk di sisi ranjang, menunggu Farhan selesai melakukan aktifitasnya.Pintu kamar mandi hampir terbuka kala sang wanita selesai mengenakan mukenanya. Tersenyum menyambut Farhan dengan kopyah dan sarung ditangannya. Diulurkannya sarung tersebut tanpa menyentuh tangan Farhan, sudah memiliki wudhu. Sambil berdiri dipandanginya wajah Farhan, ia tersenyum bahagia.Farhan berdiri di depan, diikuti dengan sang wanita disisi kanannya, sedikit agak kebe
Gelang Emas Untuk Emak part 8Farhan mengendarai motornya pelan, berhenti di toko dekat rumahnya. Membeli beberapa kebutuhan pribadinya. Sambil menunggu si penjual mengambilkan pesanannya, matanya melihat sekeliling. Tampak dua ibu - ibu sedang berbincang di teras rumah. Duduk berjajar, asyik bicara berdua.Kantong plastik belanjaannya sudah ada di tangan. Berhenti didekat motornya untuk menghitung jumlah kembalian. Kebiasaan bagi Farhan untuk menghitung uang kembalian di tempat, berjaga - jaga jika si penjual salah hitung."Katanya tadi ga ada uang buat bayar cicilan, tuh sekarang pegang uang," sungut Bu Siti, tetangga Farhan."Hehehe iya tadinya emang ga punya uang, aku cari pinjaman ke Mak Jum, malah dikasih ini." paparnya seraya menunjukkan uang digenggamannya."Lumayan dong, ga jadi hutang,hihi," sahutnya lagi."Ah dasar kamunya aja
"Ga bawa motor Mas?""Enggak Far, lagi eror, tadi pagi sebelum berangkat tak bawa ke bengkel sekalian,""Yawes bareng aku aja, dari pada nyari ojek," tawar Farhan kepada Arif."Oke,"Farhan mengambil motornya di parkiran. Segera Farhan menyalakan mesin dan mempersilahkan Arif untuk naik. Sejak bekerja di Bu Entis Farhan dan Arif semakin dekat, sudah seperti saudara. Bahkan mereka saling mengenal keluarga masing - masing."Bengkelnya sebelah mana Mas?""Itu yang di Jalan Brawijaya, bengkel motor paling besar sendiri. Aku udah langganan disitu. Pelayanannya bagus, agak mahal sih tapi sesuai dengan hasilnya, motormu kalau rusak bawa kesitu aja,""Walah Mas, motor butut gini masak iya dibawa ke bengkel besar, yang dideket rumah aja. Lagian jarang masuk bengkel. Lebih suka tak benerin sendiri, hemat biaya Mas,""Ya nggak apa - apa, sekali sekali boleh lah motornya dimanjakan," gurau Arif."Manjainnya nanti aja Mas kalau uda p
Gelang Emas Untuk Emak part 10"Sebelum meninggal Mas Arif berpesan pada Farhan," ucapnya lagi,Tanpa melanjutkan ucapannya, Farhan meraih tubuh sang Emak, memeluknya erat. Diusapnya punggung Farhan memberi kekuatan. Tanpa suara, tanpa balasan, Emak tetap menunggu Farhan melanjutkan ceritanya.Selang beberapa menit barulah Farhan tenang. Dilepasnya tangan Emak, duduk tegak bersandar, lantas menghirup udara dalam - dalam."Sebelum meninggal, Mas Arif berpesan agar Farhan menjaga istrinya. Bukan sekedar menjaga sebagai saudara, Mas Arif meminta Farhan untuk menjaga Mbak Ayu sebagai kekasih halal. Waktu itu Farhan hanya bisa mengiyakan Mak, agar Mas Arif tenang," "Barulah setelah proses pemakaman selesai Farhan sadar bahwa permintaan Mas Arif tadi terlalu berat untuk Farhan," lanjutnya.Diusapnya wajah dengan kasar, semacam sedang frustasi. Lantas menoleh kepada Emak yang ternyata sedang tersenyum manis."Emak kok malah seny
Gelang Emas Untuk Emak part 11 "Astagfirullah ... " teriak Ayu. "Kamu itu kalau bawa hati - hati, yang kenceng makanya!Disenggol anak kecil aja udah tumpah! Bisa kerja nggak sih?!" teriak seseibu. Anak kecil itu menoleh sekilas, lalu berlarian kembali. "Maaf Bu," ucap Ayu memelas, lalu menunduk membersihkan tumpahan makanan di lantai. Membersihkan makanan yang tumpah itu sampai bersih, lalu mengambil kain pel. Mengeringkannya dengan kain kering lainnya agar yang melewatinya tidak terpeleset. Wajah Ayu nampak kuyu. Kelihatan sekali raut kesedihan dan juga rasa lelah bercampur jadi satu. Hari ini tepat tujuh hari meninggalnya Arif. Setelah hari itu Farhan tak pernah absen mengikuti pengajian di rumah Arif. Selain untuk mendoakan Arif, Farhan juga banyak mengamati bagaimana sikap keluarga Arif terhadap Ayu. Sengaja Farhan datang lebih awal dan pulang paling akhir untuk membantu menyiapkan keperluan. Baik itu makanan ataupun yang lainnya. Beberapa kali terbukti didepan matanya, selalu
Gelang Emas Untuk Emak part 12Terdengar suara pintu diketuk, setelah menjawab salam, Farhan dan Emak mempersilahkan Ayu masuk. Tampak wajah Ayu sembab, habis menangis."Kamu kenapa Nak? " tanya Emak."Saya diusir Bu. Ibu Mas Arif tidak mau saya menempati rumah itu lagi. Saya ga tau harus kemana lagi," jawab Ayu terisak."Saya juga tidak bisa menerima kamu disini, bagaimanapun Farhan belum muhrim dengan kamu. Kamu juga masih dalam masa iddah,""Kalau begitu antar saya cari kontrakan Bu, sekitar sini pasti ada kan?" pinta Ayu memelas."Kos ada, kalau kontrakan kayaknya belum ada. Oh iya Le tolong bikinin minum untuk Ayu ya?""Iya Mak." Jawab Farhan seraya berdiri dari tempatnya duduk."Sebenarnya ada apa dengan keluarga Arif Nduk? Kenapa perlakuan mereka begitu sama kamu?" ta
Gelang Emas Untuk Emak part 13Didepan gundukan tanah merah Farhan duduk bersimpuh, membawa buku yaasin kecil ditangannya. Dengan khusyu' ia lantunkan surah yaasin, menyedekahkan pahala setiap huruf yang dibacanya untuk saudara didalam sana. Lalu ditutup dengan doa, memohonkan ampunan dan meminta tempat terindah untuk Arif. Meminta dilapangkan kuburnya dan diringankan siksanya. Hanya itu yang bisa Farhan lakukan untuk Arif.Setelah puas berdoa, Farhan kembali ke rumahnya. Melanjutkan pekerjaan yang menanti. Membuat rak dari kayu yang dibelinya kemarin. Ia parkir motornya di halaman rumah, lalu mencuci muka, kaki dan tangannya. Kebiasaan kala ia selesai mengunjungi makam sang bapak. Kini tambah satu lagi daftar yang harus ia kunjungi setiap kamis sore.Farhan menyiapkan semua kebutuhannya, termasuk alat dan kayu. Tak lupa juga ia ambil meteran untuk mengukur seberapa panjang dan tinggi ra