Share

Bab 6

Tok..tok..tok...

"Assalamualaikum.." sapa sesorang di luar rumah.

"Waalaikumsalam.." jawab Emak seraya membuka pintu.

"Maaf cari siapa ya Mbak?" tanya mak. Membukakan pintu lebar - lebar lalu mempersilahkan tamunya duduk di ruang tamu.

"Maaf Bu mengganggu waktunya, Saya Airin. Saya hanya ingin menyampaikan pesan almarhum Bapak saya untuk menyerahkan uang ini. Sebelum meninggal Bapak berpesan bahwa dulu punya hutang ke suami ibu. Uang ini sudah disiapkan jauh hari, namun Bapak keburu sakit jadi belum sempat menyerahkannya. Saya hanya dibekali alamat ini." Terang Airin sambil menyerahkan amplop cokelat berisi uang tersebut.

Ragu - ragu tangan Emak menerima amplop itu. Sekelebat ingatan muncul dikepalanya. Pernah suatu hari ia dan suaminya bertengkar hebat. Membahas soal tabungan yang sudah dikumpulkannya tiba - tiba hilang, namun ternyata uang itu dipinjamkan ke seorang teman oleh sang suami tanpa seizinnya. Mungkin inilah orangnya. Ternyata sesuatu yang masih menjadi hak kita pasti dikembalikan oleh Allah, batin Emak.

"Trimakasih ya Nduk, tunggu sebentar ya, saya buatkan minum dulu," ucap Emak sambil berdiri, ketika akan melangkah gadis itu menahannya.

"Tidak usah repot- repot Bu, saya harus segera pulang, masih ada keperluan lain," ucap Airin bersiap untuk pamit.

"Baiklah, terima kasih ya Nduk. Saya ingat suami saya memang pernah meminjamkan uang ke salah satu temannya, namun tak pernah ada kabar sampai sekarang. Dan ternyata sekarang Allah kembalikan uang ini," ucap Emak sambil berjalan beriringan keluar ruang tamu.

"Iya Bu, masih jadi rejeki Ibu. Tapi saya mohon maaf baru bisa mengembalikannya sekarang. Saya permisi Bu. Assalamualaikum." Jawab Airin seraya berlalu, menaiki motornya yang terparkir di depan rumah Emak.

"Waalaikumsalam," jawab Emak. 

Menatap punggung Airin menjauh dari rumahnya. Anak perempuan. Ia sangat menginginkan anak perempuan. Namun Allah belum mengizinkan. Setelah Farhan lahir, Emak berharap bisa hamil kembali, namun sayang setelah kabar kehamilan yang sudah ditunggu - tunggunya muncul, vonis dokter mengatakan bahwa ada kista dalam rahimnya yang membuat janinnya tidak berkembang dan harus dikeluarkan. Setelah saat itu, ia tak kunjung hamil hingga suaminya meninggal.

Setelah Airin pergi, Emak menutup kembali pintu rumahnya. Mengambil amplop yang tadi diberikan Airin. Membawanya ke dalam kamar tidurnya. Ia duduk ditepi ranjang lalu dengan tangan bergetar membuka bungkusan itu. Air matanya luruh. Sambil menangis Emak mengeluarkan uang itu dari amplopnya. Merasa bersalah kepada suaminya dahulu. Karena uang ini, ia bertengkar. Ia kecewa kepada suaminya karena telah mengambil uangnya tanpa izin. Uang yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit untuk masa depan Farhan. Namun kini uang itu telah kembali di tangannya disaat yang tepat. Akan ia berikan kepada Farhan, terserah nanti akan diapakan uang ini.

Bergegas ia membuka lemari pakaian. Ia selipkan diantara baju - bajunya. Menutup kembali pintu lemari rapat - rapat. Lalu mengusap sisa air mata diwajahnya. Tiba - tiba ia rindu suaminya. Suami yang sangat dicintainya. Ia berwudhu, lalu membuka surah yaasin, ia khususkan untuk sang suami. Berharap pahala dari setiap huruf yang ia baca mengalir untuk suaminya.

***

Di toko, hanya ada beberapa pelanggan. Salah satunya yang sedang dihadapi oleh juragannya sendiri, komplain karena ada suatu hal yang keliru. Juragan Entis menghadapinya dengan santai dan kepala dingin. Membuat sang pelanggan yang awalnya emosi menjadi lebih kalem. Ilmu menghadapi pelanggan, batin Farhan yang dari jauh sedang mengamati. Setelah pelanggan itu pergi Farhan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Kamu dari tadi lihatin saya Far?" tanya Juragan yang ternyata menyadari bahwa Farhan mengamatinya.

"Iya Bu.. Heran lihat Ibu, kok bisa menghadapi orang yang lagi emosi sesantai itu. Mana wajahnya menakutkan pula," ucap Farhan bergidik mengingat kembali wajah emosi si pelanggan tadi.

"Jadi pedagang ya kudu kuat mental Far. Kalo ga gitu ya pelanggan kabur semua. Kuncinya dengarkan dulu keluhannya sampai selesai mengeluarkan uneg - unegnya, baru kamu jelaskan bagaimana solusinya. Kalau kesalahan ada dipihak kita ya kita kudu legowo minta maaf," jelas Juragan sambil duduk disebelah Farhan. Ikut membantu Farhan menata barang yang baru datang ke dalam tokonya.

Meskipun menjadi pemilik, Juragan Entis tak sungkan membantu karyawannya kala toko sedang sepi. Baginya karyawan seperti keluarga. Harus dihormati juga dihargai, agar betah kerja dengannya. Bu Entis sadar, jaman sekarang mencari karyawan itu susah susah gampang. Gampang dapatnya, tapi ketika tahu kerjaannya angkat - angkat barang, besoknya sudah nggak balik lagi.

Makanya ketika Farhan kerja disitu, Bu Entis merasa simpati. Masih ada anak muda pekerja keras macam si Farhan.

Jam menunjukkan angka dimana waktu pekerjanya untuk kembali pulang. Bu Entis tak lupa memberikan hak mereka sebelum pulang. Hari itu Bu Entis syukuran hari lahirnya yang ke 51 tahun. Para karyawannya diberi bonus satu kali gaji. Bahagianya mereka tak terkira mendapati gajian dua kali lipat. Tak henti - hentinya mereka berucap syukur dan mendoakan kebaikan untuk juragannya.

Farhan tak sabar ingin cepat sampai rumah. Memberikan separuh gajinya untuk Emak. Kapan lagi ia bisa memberi Emak uang belanja lebih, selain ceperan dari para pelanggan yang meminta bantuannya.

Dulu ketika awal - awal bekerja, ia hanya fokus mengumpulkan uang untuk membeli gelang untuk Emak. Hanya bisa memberikan Emak separuh dari gajinya yang tak seberapa. Beruntung Farhan bukan perokok, jadi uangnya utuh. Berkurang hanya untuk sekedar beli jajanan, bensin atau sedekah ke masjid. Selebihnya ia tabung.

"Assalamualaikum," ucap Farhan setelah mematikan mesin motornya lalu memarkirkannya di teras rumah.

" Walaaikum salam, wajahmu kok cerah sekali Le? Lagi seneng ini kelihatannya?" ucap Emak di depan pintu rumah. Menanti sang anak pulang kerja setelah seharian bermandikan peluh. Diraihnya tangan Emak. Salim.

"Alhamdulillah Mak tadi rapat rejeki lebih dari juragan. Lagi ulang tahun, karyawannya dikasih bonus satu kali gaji semua," jawab Farhan. Berlalu dari hadapan Emak menuju ruang tamu. Sejenak merebahkan tubuh di atas kursi lapuk pemberian saudaranya dahulu. Waktunya ganti, namun belum ada jatah untuk mengganti kursi lamanya.

" Alhamdulillah," jawab Emak sambil berlalu mengambilkan segelas air untuk Farhan. Ia tahu puteranya lelah. Sedikit perhatian mungkin bisa mengurangi rasa lelahnya.

"Ini diminum dulu. Biar tambah berseri - seri itu wajahnya. Biar rejekinya juga jadi berseri - seri," kelakar Emak.

Farhan tertawa, lalu diraihnya gelas dari tangan Emak. Beberapa kali teguk saja air itu sudah habis tak bersisa. Pertanda tenggorokannya sedang kering. Haus.

"Sudah buruan mandi biar seger badannya, biar anak Emak makin ganteng," goda Emak. Namun yang digoda malah memeluknya. Erat. Seolah takut kehilangan.

"Iki apa to? Disuruh mandi malah Emak dipeluk - peluk!" sungut Emak. Namun tak urung tangannya ikut memeluk balik sang anak.

"Nggak kerasa ya Mak Farhan sudah bisa cari uang sendiri, perasaan masih kemarin Farhan memakai seragam merah putih," ucap Farhan. Matanya menerawang mengingat masa kecilnya dulu.

"Makanya jadi orang yang baik Le. Waktu itu cepat berlalu. Ga kerasa tiba - tiba umur sudah bertambah banyak mendekati ajal yang kita sendiri tak tahu kapan akan tiba. Jangan sia - siakan usiamu dengan hal yang tak berguna. Sebisa mungkin manfaatkan waktu untuk mencari bekal akhirat," terang Emak sambil melepas pelukannya.

"Wes ayo jangan sia - siakan waktu, cepet mandi terus sholat. Allah sudah menunggu kamu setor muka (sholat).  Sudah diberi kehidupan yang lebih baik, ibadahnya juga harus lebih baik," terang Emak. Diiringi dengan senyuman Farhan lalu berdiri meninggalkan Emak menuju kamar mandi.

Bersambung🌷🌷🌷

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status