Beranda / Romansa / Gelora Adik Ipar / Bab 3 Hari Pernikahan.

Share

Bab 3 Hari Pernikahan.

Penulis: Wilda Akha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-13 01:22:17

Di dalam kamar Andre menemani Amera, kakak iparnya itu belum sadarkan diri sedari tadi. Rasa cemas dan gelisah terus menghantuinya sampai Kejora masuk.

"Om, Bunda kenapa?" tanya Kejora dengan polos seraya mendekati Andre yang menatap kearahnya dengan senyuman.

Sebenarnya ada rasa tidak nyaman yang tengah Andre rasakan, setiap kali Kejora memanggilnya dengan panggilan tersebut. Ingin sekali Andre menyalurkan perasaan sayang dan cintanya pada gadis kecil yang seperti berlian begitu amat berharga itu. Namun, Amera masih belum mau menerimanya.

Andre meminta Kejora untuk duduk di atas pangkuannya seraya mengusap puncak kepala gadis kecil itu dengan penuh kehangatan, sampai tidak sadar Andre meneteskan air mata.

Mencintai seseorang dengan tulus dan tidak bisa terbalaskan merupakan cara yang amat menyiksa baginya, perasaan Andre terlalu dalam kepada Kejora dan Amera.

"Uugg ... ." Suara Amera yang mengeluh seraya membuka perlahan matanya, menyesuaikan cahaya dalam ruangan membuat Andre dan Kejora sedikit terkejut.

"Bunda!" teriak Kejora dengan kegirangan dan segera memeluk Amera.

Andre semakin tidak kuasa menahan perasaan harunya, ia telah berjanji di dalam hati. Bahwa akan terus memberikan cinta dan rela untuk berkorban demi kedua wanita yang saling berpelukan dihadapannya.

Hingga tatapan mata mereka bertemu, Amera segera tersadar. Bahwa Andre berada di kamarnya, walaupun ada Kejora ditengah-tengah mereka. Tetapi Amera masih merasa tidak nyaman.

"Sayang, bisa bawa Om Andre keluar sebentar? Kepala Bunda masih agak pusing," pinta Amera kepada Kejora dan mendapatkan anggukkan dari putrinya itu.

Namun, Andre yang mendengar hal itu segera menolak dan malahan meminta Kejora untuk mengambil air di dapur untuk Amera.

Kejora yang masih mengkhawatirkan keadaan Amera dengan polosnya menuruti permintaan Andre dan segera berlalu meninggalkan bunda dan omnya itu berduaan.

"Dek, ini tidak baik. Kamu tahu, bukan? Kalau kita bukan mahram," kata Amera dengan suara yang berat.

Amera tidak nyaman berduaan dengan Andre, walaupun mereka sudah lama bersama. Tetap saja, adik iparnya itu bukan lelaki yang boleh melihat auratnya.

"Sampai kapan, Mbak? Sampai kapan Mbak akan menolakku?"

Amera tersentak dengan pernyataan yang diucapkan oleh Andre, sebisa mungkin ia menutupi kegugupannya. Hari ini adik iparnya itu sangat berbeda dari biasanya.

Berkali-kali Amera menekan dadanya yang terus berdetak kencang, apa yang tengah ia rasakan saat ini? Hal ini tidak boleh dan tidak benar.

"Dek, Mbak sudah bilang—"

"Apa aku memang tidak pantas menjadi Ayah baru untuk Kejora? Apa aku tidak layak mendampingi Mbak Amera untuk mengurus Kejora?"

Amera terpaku dengan pertanyaan beruntun yang Andre berikan, di dalam hatinya amat mengahrgai dan terbantu dengan kehadiran adik iparnya selama ini. Namun, menerima lamaran Andre untuk menikah. Apakah ia mampu?

Semakin memikirkan hal itu, membuat kepala Amera terasa sakit. Seraya memegangi kepalanya, Amera hanya mampu menatap lekat wajah Andre. Untuk pertama kalinya mereka bertatapan cukup lama, sebab Andre sering kali memalingkan wajah ketika mata mereka bertemu.

Namun, kali ini Andre menampakan keseriusannya untuk meminang Amera. Hal itu yang tengah Amera rasakan, sampai Kejora datang.

"Bunda! Bunda! Kejora bawa minum!" cicit Kejora dengan memegangi sebuah nampan.

Amera segera menyambut gelas yang dibawakan oleh putrinya itu, ia merasa terbantu dengan kehadiran Kejora diantara dirinya dan Andre. Hingga suara Andre yang tengah bertanya kepada Kejora membuat Amera semakin yakin, bahwa Andre benar-benar tidak akan mau menyerah.

"Kejora sayang, apakah Om bisa jadi Ayah Kejora?"

Kejora dengan polosnya mengangguk dengan cepat membuat Amera seketika dalam dilema, ingin sekali ia marah. Namun tidak bisa ia lakukan.

Andre telah mengambil hati Kejora, kini tinggal hati Bundanya saja. Senyum penuh kemenangan pemuda itu tampilkan membuat Amera membuang nafas panjang.

"Jadi ... mulai sekarang. Kejora panggil Ayah, ya?" pinta Andre dan membuat gadis kecil itu kegirangan seraya meloncat-loncat.

Amera yang melihat betapa bahagianya Kejora tidak mampu berkata apa-apa lagi, hidupnya saat ini adalah membuat putrinya selalu bahagia. Walaupun harus mengorbankan perasaannya sendiri, Amera bersedia.

"Hore! Hore! Kejora punya Ayah!" teriak Kejora.

"Mbak, jangan ambil kebahagiaan Kejora. Aku bersedia berkorban jiwa dan raga demi kalian berdua, tolong ... terima aku menjadi Ayah untuk Kejora dan suami untukmu."

Andre meraih tangan Amera dan mata mereka kembali bertemu, Andre meminta dengan hati yang tulus membuat Amera meneteskan air mata dengan menutup mulutnya dengan tangan.

Amera tidak menyangka, kalau adik iparnya benar-benar melakukan hal ini. Kini, dirinya tidak memiliki alasan lain. Kecuali menerima Andre.

"Baiklah, Dek. Kapan kita akan menikah?" tanya Amera dengan gugup.

"Besok!" jawab Andre dengan cepat membuat mata Amera membulat sempurna.

***

Malam harinya, Andre pulang dengan hati yang berbunga-bunga seperti taman yang tengah bermekaran. Akhirnya, sekian lama. Penantian panjangnya berbuah manis, sang pujaan hati bisa ia miliki.

Seraya bersenandung ria, Andre melangkah menuju ke kamarnya. Malam ini ia harus segera tidur dan bersiap-siap untuk besok untuk mengucapkan janji suci pernikahan.

Namun, Andre baru tersadar ketika Mama Rossa menegurnya. Andre melupakan hal yang paling penting dari sebuah pernikahan, yaitu restu orang tua.

"Mama," panggil Andre gugup seraya duduk di depan wanita yang telah melahirkannya kedunia itu.

Mama Rossa hanya menatap lekat Andre dengan melipat tangannya di dada dan kaki yang di angkat, dari sorot mata wanita itu telah tergambar sebuah drama yang akan terjadi.

"Kamu tahu, ini sudah jam berapa? Apa saja yang kamu lakukan di rumah wanita murahan itu? Hah!"

Andre berusaha untuk menahan diri agar tidak marah kepada Mama Rossa, setelah mengatur nafas dengan baik. Andre mulai membicarakan tentang pernikahnnya bersama dengan Amera. Selang beberapa lama kemudian, wajah Mama Rossa memerah padam.

"Kamu sudah gila, kah? Sampai Mama mati sekalipun! Kamu tidak boleh menikahi wanita murahan itu!" pekik Mama Rossa seraya berdiri dari duduknya. Namun, Andre mencegat tangannya.

Tatapan Andre memohon, membuat Mama Rossa mengendus kesal. Ia sudah menyiapkan sebuah rencana, kini tinggal menjalankan saja.

"Andre mohon, Ma. Untuk kali ini saja, Mama memenuhi permintaan Andre," kata Andre memelas.

"Baiklah, Mama akan memenuhi apa yang kamu inginkan. Tapi ... dengan satu syarat."

Andre menelan ludahnya kasar, apa yang akan mamanya minta? Apalagi, besok dirinya sudah harus menikah.

"Apa kamu sanggup?" tanya Mama Rossa dengan raut wajah serius membuat Andre semakin terdesak dan tidak memiliki pilihan lain. Dengan hati yang berat, Andre menyanggupi syarat yang akan Mamanya berikan.

"Andre usahakan," balas Andre dengan lirih. Entahkah benar atau salah, jawaban yang ia berikan. Tapi, Andre membutuhkan restu dari Mama Rossa sebagai salah–satu permintaan dari Amera.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gelora Adik Ipar   Bab 49 Andre Murka.

    Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta

  • Gelora Adik Ipar   Bab 48 Amera Lagi

    Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum

  • Gelora Adik Ipar   Bab 47 Balas Dendam.

    "Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu

  • Gelora Adik Ipar   Bab 46 Hasil Laboratorium.

    Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore

  • Gelora Adik Ipar   Bab 45 Masa Depan Kejora.

    Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan

  • Gelora Adik Ipar   Bab 44 Istri Pertama.

    Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status